Ada banyak cara dalam melestarikan kebudayaan lokal Indonesia, tapi dibutuhkan kreativitas dalam mengelolanya. Seni sejak dahulu hingga saat ini menjadi sebuah bagian dari kehidupan manusia.
Indonesia dengan keragaman suku dan budaya tentu juga memiliki aneka kesenian yang memiliki peminatnya masing-masing. Penikmat seni Indonesia berasal dari berbagai kalangan.
Namun tidak semua orang dapat mengakses cara untuk menikmati seni Indonesia yang beragam itu, salah satunya yang terjadi pada anak-anak tuna netra yang ada di Bekasi.
''Anak-anak tuna netra biasanya punya indera pendengar yang lebih sensitif terhadap suara, makan kami mengenalkan pada musik gamelan ini,'' jelas Sastia Ardianingtyas, Ketua tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM-M) dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
PKM-M ini beranggotakan Sastia Ardianingtyas, Faricha Eka Ariani, Kharisma Landing Syahputra, Resty Gessya Arianty dan Farah Fadila.
Gamelan yang dipilih merupakan jenis Gamelan Degung yang berasal dari Jawa Barat. Gamelan ini memiliki ciri khas tangga nada pentatonis, dimainkan dengan cara 'gendingan,' dan biasa ditampilkan sebagai musik khas Sunda atau disebut dengan istilah degung.
'Dewasa ini peminat seni gamelan tenggelam diantara banyaknya seni musik modern. Padahal melalui gamelan
seseorang bisa juga berekspresi dengan mengaktualisasikan dirinya, tentu juga melestarikan kebudayaan asli Indonesia.
Anak-anak tuna netra di SLB A dan A Ganda Binar Insan Istiqomah Bekasi dikenalkan dengan seni Gamelan Degung melalui program Gamelan Interaktif Untuk Tuna Netra Bangga Nusantara (Gita Batara).
Tentunya program tersebut adalah pengalaman baru bagi siswa-siswi dalam belajar kesenian Gamelan Degung. Delapan orang siswa-siswi dari tingkatan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas tergabung dalam minat Gita Batara yang di bawah bimbiingan mahasiswa IPB ini.
''Mereka tertariknya karena baru kenal gamelan, tapi mereka cepat belajar,'' ujar Sastia.
Sudah tiga dari enam kali tahapan program Gita Batara yang telah dilaksanakan, dan semuanya mendapat respon positif dari murid serta kalangan guru. Program Gita Batara diharapkan mampu meningkatkan motivasi siswa-siswi dalam mengaktualisasikan diri mereka di tengah masyarakat umum.
Tim Gita Barata selain memberikan pengajaran tentang cara bermain musik, mereka juga memberikan motivasi dalam berkarya pada anak-anak.
Proses pembelajaran Gamelan Degung ini pun disesuaikan dengan kecepatan pemahaman anak-anak peserta program. Pada awalnya waktu yang dibutuhkan lebih lama namun mereka cepat mampu menerapkan permainannya.
Gamelan yang didatangkan dari Garut itu disimpan di gedung sekolah, sehingga di luar jadwal rutin program, siswa-siswi dapat berlatih secara mandiri jika mereka ingin.
Keahlian bermain alat musik gamelan yang kian tidak populer di kalangan masyarakat sebenarnya masih diharapkan untuk terus dikenal baik tingkat nasional maupun internasional.
Berbagai lomba kesenian dapat diikuti oleh siswa-siswi untuk meningkatkan keahliannya maupun sekedar menjadi sarana untuk pengembangan diri.
Siswa-siswi tuna netra pun bisa melakukan hal yang unik yang dapat dilakukan anak-anak seusianya pada umumnya. Masyarakat pun diharapkan dapar teredukasi bahwa kekurangan pada anak-anak tuna netra tidak membatasi mereka untuk berkarya. (EAW/ris)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Indonesia dengan keragaman suku dan budaya tentu juga memiliki aneka kesenian yang memiliki peminatnya masing-masing. Penikmat seni Indonesia berasal dari berbagai kalangan.
Namun tidak semua orang dapat mengakses cara untuk menikmati seni Indonesia yang beragam itu, salah satunya yang terjadi pada anak-anak tuna netra yang ada di Bekasi.
''Anak-anak tuna netra biasanya punya indera pendengar yang lebih sensitif terhadap suara, makan kami mengenalkan pada musik gamelan ini,'' jelas Sastia Ardianingtyas, Ketua tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM-M) dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
PKM-M ini beranggotakan Sastia Ardianingtyas, Faricha Eka Ariani, Kharisma Landing Syahputra, Resty Gessya Arianty dan Farah Fadila.
Gamelan yang dipilih merupakan jenis Gamelan Degung yang berasal dari Jawa Barat. Gamelan ini memiliki ciri khas tangga nada pentatonis, dimainkan dengan cara 'gendingan,' dan biasa ditampilkan sebagai musik khas Sunda atau disebut dengan istilah degung.
'Dewasa ini peminat seni gamelan tenggelam diantara banyaknya seni musik modern. Padahal melalui gamelan
seseorang bisa juga berekspresi dengan mengaktualisasikan dirinya, tentu juga melestarikan kebudayaan asli Indonesia.
Anak-anak tuna netra di SLB A dan A Ganda Binar Insan Istiqomah Bekasi dikenalkan dengan seni Gamelan Degung melalui program Gamelan Interaktif Untuk Tuna Netra Bangga Nusantara (Gita Batara).
Tentunya program tersebut adalah pengalaman baru bagi siswa-siswi dalam belajar kesenian Gamelan Degung. Delapan orang siswa-siswi dari tingkatan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas tergabung dalam minat Gita Batara yang di bawah bimbiingan mahasiswa IPB ini.
''Mereka tertariknya karena baru kenal gamelan, tapi mereka cepat belajar,'' ujar Sastia.
Sudah tiga dari enam kali tahapan program Gita Batara yang telah dilaksanakan, dan semuanya mendapat respon positif dari murid serta kalangan guru. Program Gita Batara diharapkan mampu meningkatkan motivasi siswa-siswi dalam mengaktualisasikan diri mereka di tengah masyarakat umum.
Tim Gita Barata selain memberikan pengajaran tentang cara bermain musik, mereka juga memberikan motivasi dalam berkarya pada anak-anak.
Proses pembelajaran Gamelan Degung ini pun disesuaikan dengan kecepatan pemahaman anak-anak peserta program. Pada awalnya waktu yang dibutuhkan lebih lama namun mereka cepat mampu menerapkan permainannya.
Gamelan yang didatangkan dari Garut itu disimpan di gedung sekolah, sehingga di luar jadwal rutin program, siswa-siswi dapat berlatih secara mandiri jika mereka ingin.
Keahlian bermain alat musik gamelan yang kian tidak populer di kalangan masyarakat sebenarnya masih diharapkan untuk terus dikenal baik tingkat nasional maupun internasional.
Berbagai lomba kesenian dapat diikuti oleh siswa-siswi untuk meningkatkan keahliannya maupun sekedar menjadi sarana untuk pengembangan diri.
Siswa-siswi tuna netra pun bisa melakukan hal yang unik yang dapat dilakukan anak-anak seusianya pada umumnya. Masyarakat pun diharapkan dapar teredukasi bahwa kekurangan pada anak-anak tuna netra tidak membatasi mereka untuk berkarya. (EAW/ris)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017