Jalan bagi pasangan untuk menjadi calon kepala dan wakil kepala daerah dari jalur perseorangan untuk mengikuti pemilihan kepala daerah memang sempit meski bukan berarti tidak bisa dilewati.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mensyaratkan minimal dukungan calon perseorangan yang maju dalam pemilihan gubernur antara 6,5--10 persen dari jumlah pemilih yang tercantum pada daftar pemilih tetap atau DPT.
Secara teknis, beleid itu mengatur bahwa syarat dukungan sebesar 10 persen untuk jumlah DPT sebanyak 2 juta pemilih; 8,5 persen untuk jumlah DPT antara 2--6 juta; 7,5 persen untuk jumlah DPT 6 juta--12 juta; dan 6,5 persen untuk jumlah DPT lebih dari 12 juta.
Kendati untuk bisa memenuhi persyaratan itu hanya menyisakan celah yang sempit, hal ini tidak menyurutkan pasangan yang sejak awal memang bersemangat maju dalam Pilgub DKI Jakarta.
Semangat itu terlihat dan terasakan di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta di Jalan Salemba Raya Nomor 15 ketika sejumlah orang menghadiri Rapat Pleno Hasil Verifikasi Faktual Bakal Calon Perseorangan Pilgub DKI Jakarta.
Rapat pleno ini memang penting karena bakal menentukan nasib satu-satunya pasangan bakal calon perseorangan yang akan maju sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk 5 tahun ke depan. Komjen Pol (Purn.) Dharma Pongrekun, mantan Wakil Kepala Badan Sandi Siber Nasional (BSSN) yang berpasangan dengan akademikus Dr Raden Kun Wardana Abyoto, maju dari jalur terjal dan sempit itu.
Meski berat, keduanya berharap tetap dapat melewati ambang batas pencalonan yang ditetapkan oleh penyelenggara pemilu, yakni mampu mengumpulkan surat dukungan dan KTP elektronik yang jumlahnya 7,5 persen dari total DPT DKI Jakarta pada pemilu terakhir yakni Pileg dan Pilpres 2024 seperti diatur dalam Keputusan KPU DKI Jakarta Nomor 47 tahun 2024.
KPU DKI Jakarta menetapkan bahwa ambang batas dukungan yang dibutuhkan untuk maju ke tahapan pencalonan adalah 618.968 orang dan dukungan itu tersebar di empat dari enam kabupaten dan kota di Jakarta.
Syarat dukungan yang besar itu memaksa calon bersama timnya bekerja ekstra-keras mengumpulkan surat dukungan dan KTP elektronik warga DKI Jakarta dalam waktu singkat.
Ketentuan ini sebenarnya sempat diprotes pihak Dharma-Kun Wardhana karena KPU DKI memberikan pengumuman pendaftaran dan masa pengumpulan dukungan hanya dalam hitungan hari sehingga membuat mereka kelabakan untuk mengumpulkan bukti dukungan.
Namun, masalah pun tak sampai di situ. Setelah mengumpulkan dukungan yang jumlahnya 600 ribuan lembar, tim dituntut mengunggah data dukungan ke Aplikasi Pencalonan (Silon) yang disediakan oleh KPU.
Berbekal dukungan yang dikumpulkan, pasangan tersebut datang ke KPU DKI Jakarta pada hari terakhir pendaftaran pada Minggu (12/5) malam sekitar pukul 23.12 WIB atau kurang beberapa menit dari waktu penutupan pendaftaran pukul 23.59 WIB.
Menggunakan pakaian Bangsawan Ujung Serong adat Betawi, keduanya mengantarkan 749.298 dukungan yang tersebar di enam daerah di Jakarta. Data itu sudah diunggah ke Aplikasi Silon sekitar 160 ribuan dan sisanya 600 ribuan dukungan dalam bentuk fisik yang diantarkan ke KPU menggunakan truk untuk diunggah ke Aplikasi Silon.
KPU DKI Jakarta kemudian menggelar tahapan verifikasi administrasi dukungan pasangan tersebut. Hasilnya, pada Rabu (16/6) KPU menetapkan pasangan ini belum memenuhi syarat lolos tahapan verifikasi administrasi karena, dari 1.229.777 data dukungan yang ada di Silon, yang memenuhi syarat hanya 447.469 dukungan, sedangkan sisanya 782.308 dukungan tidak memenuhi syarat.
Menyikapi hal tersebut, tim Dharma-Kun Wardana tak putus harapan. Mereka lalu mengajukan sengketa ke Bawaslu terhadap putusan yang ditetapkan KPU DKI Jakarta. Setelah melalui sidang sengketa, Bawaslu bersama KPU DKI sepakat memberikan ruang kepada Dharma-Kun untuk memperbaiki data yang belum memenuhi syarat yang jumlahnya 505.924 dukungan selama 1x 24 jam.
Kesempatan itu dimanfaatkan oleh tim Dharma-Kun hingga akhirnya KPU DKI Jakarta akhirnya menetapkan pasangan ini lolos verifikasi administrasi pada Rabu (10/6) dengan jumlah 721.221 dukungan yang tersebar di enam kota dan kabupaten.
Jumlah ini di atas ambang batas syarat dukungan yakni 618.968 dukungan di empat kota dan kabupaten. Selain itu, pasangan ini memasuki tahapan verifikasi faktual yang digelar secara sensus pada 11 Juli hingga 21 Juli 2024.
Akhirnya KPU DKI mengumumkan hasil verifikasi faktual pada Rabu (24/7) melalui rapat pleno yang memutuskan pasangan perseorangan ini belum memenuhi syarat karena hanya 183.043 dukungan dinyatakan memenuhi syarat (MS), sedangkan sisanya 538.178 dukungan tidak memenuhi syarat (TMS) pencalonan. Jumlah dukungan yang memenuhi syarat masih kurang dari syarat minimal dukungan yaitu 618.968 orang di empat kabupaten/kota
Ketua Divisi Teknis KPU DKI Jakarta Dody Wijaya menyatakan Dharma-Kun Wardana diberikan kesempatan melakukan perbaikan data syarat dukungan mulai 25 Juli hingga 27 Juli. KPU akan melakukan verifikasi faktual terhadap data perbaikan tersebut pada 3 Agustus hingga 12 Agustus 2024.
Hasil verifikasi ini akan menentukan langkah pasangan perseorangan ini berlaga di Pilgub DKI Jakarta bersama calon yang diusung oleh partai politik nantinya atau gagal maju akibat kurangnya dukungan. Dharma-Kun Wardana harus menggenapi kekurangan 435.925 dukungan yang tersebar di empat kota dan kabupaten sebelum dilakukan verifikasi faktual tahap dua.
“Sesuai ketentuan PKPU Nomor 8 Tahun 2024 Pasal 77 ayat 2, jumlah perbaikan dokumen syarat dukungan yang diserahkan paling sedikit sejumlah kekurangan dukungan dan sebaran. Dokumen syarat dukungan yang diserahkan berupa dukungan baru yang belum pernah memberikan dukungan sebelumnya kepada pasangan calon perseorangan,” kata Ketua Divisi Teknis KPU DKI Jakarta Dody Wijaya
Untuk lebih aman, mereka tentu harus mengumpulkan perbaikan lebih banyak dari jumlah tersebut agar kesempatan untuk lolos sebagai calon kepala daerah di Pilgub DKI Jakarta tetap terbuka.
Jalur basa basi politik
Pengamat politik Universitas Andalas Sumatera Barat Prof. Asrinaldi mengakui maju dari jalur perseorangan merupakan pilihan yang berat dan sulit untuk dilakukan. Undang-Undang Pilkada mengatur ambang batas dukungan yang harus dikumpulkan sangat memberatkan bakal calon.
Beleid tersebut dibuat Pemerintah dengan DPR RI, yang merupakan perpanjangan tangan partai politik. Syarat berat ini bisa saja dibaca sebagai ketidakrelaan partai politik untuk menghadirkan pasangan calon kepala daerah di luar jalur partai politik.
Selain itu, aturan yang ada juga terkesan sangat memberatkan karena jumlah dukungan yang harus dikumpulkan calon dari pemilih jumlahnya sangat banyak sehingga tak sedikit calon perseorangan yang gugur pada tahapan pendaftaran.
“Syarat ini sulitnya minta ampun, seakan hanya basa basi politik saja kepada orang yang ingin maju pilkada tanpa melalui jalur partai politik,” katanya.
Asrinaldi menilai jika ingin membuka ruang bagi calon perseorangan pada pilkada, seharusnya jalur ini dibuka saja tanpa ambang batas syarat dukungan sehingga pemilu ini dapat memunculkan banyak pilihan bagi masyarakat.
Syarat dukungan ini digambarkan sebagai legitimasi bahwa calon ini memang didukung masyarakat untuk maju dalam pilkada. Aturan ini dipilih karena partai politik merupakan perwakilan masyarakat sehingga syarat dukungan yang jumlahnya amat banyak ditentukan sebagai syarat.
“Dan, ini gambaran bahwa pembuat undang-undang tidak sungguh-sungguh membuat aturan ini dan sekadar basa basi politik agar dianggap lebih demokratis,” papar Asrinaldi.
Kepastian masa depan duet Dharma Pongrekun-Kun Wardana akan ditentukan setelah dilakukan verifikasi faktual tahap dua.
Masih ada waktu bagi mereka untuk melakukan perbaikan jumlah syarat dukungan dan KPU yang menjadi penentu apakah berhasil lolos sebagai calon gubernur dan wakil gubernur atau gagal akibat jumlah dukungan yang memenuhi syarat di bawah ambang batas.
Bagi Dharma dan Kun, perputaran waktu saat ini bisa jadi terasa cepat karena bukan perkara mudah dan cepat bisa menutup kekurangan pada tahapan perbaikan sebanyak 435.925 dukungan.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024