Jakarta (Antara Megapolitan) - Ketua Pembina Yayasan Pembina Pendidikan Universitas Pancasila (YPPUP) Siswono Yudo Husodo berharap agar seluruh elemen bangsa Indonesia untuk kembali bersatu untuk saling menghargai sesamanya.
"Tenggang rasa itu penting jadi jangan Pancasila yang disalahkan," kata Siswono acara Round-table Discussion dengan tema "Implementasi Nilai-Nilai Pancasila di Tengah Arus Politik Identitas" di Universitas Pancasila, Selasa.
Ia mengajak masyarakat untuk dapat hidup dalam kebersamaan dan rukun tanpa pertikaian dan jangan lagi ada ujaran kebencian yang seringkali muncul ditengah-tengah masyarakat melalui media sosial ataupun lainnya.
"Jangan rendahkan satu sama lain, jadi memang harus ada tenggang rasa," ujarnya.
Siswono menilai renggangnya hubungan antarmasyarakat akhir-akhir ini bukan tumbuh secara langsung begitu saja, tetapi ini terjadi secara perlahan-lahan. "Hidup di masyarakat harus saling menghormati dan menghargai," katanya.
Jika ada penafsiran lain ataupun perbedaan pendapat di masyarakat tentunya kata dia harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Jangan sampai melakukan ujaran kebencian di ruang publik yang bisa menimbulkan perpecahan.
"Saya berharap semua elemen masyarakat semua bersatu dan guyub," katanya.
Sementara itu Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan sejak reformasi masyarakat Indonesia banyak yang tidak mengetahui Pancasila, padahal di Zaman Orde Baru Pancasila banyak yang hafal walaupun tidak sepenuhnya diimplementasikan.
"Tetapi zaman reformasi ini banyak warga yang tidak mengetahui Pancasila apalagi mengimplementasikannya," ujarnya.
Hamdi mengatakan banyak masyarakat yang tak tahu Pancasila karena dianggap tidak penting. Mereka juga menganggap metode pembelajarannya sangat membosankan. Akibatnya kata dia muncul politik identitas yang sekarang pintunya terbuka.
Padahal kata dia konsensus bangsa Indonesia dalam bernegara yang berasaskan Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika sudah selesai dibahas.
Untuk itu kata Hamdi perlu dibentuk sebuah badan yang bertugas untuk memasyarakatkan Pancasila sehingga masyarakat benar-benar memahami nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
"Institusi untuk Pancasila harus kita bangun dengan memanfaatkan chanel-chanel yang ada yang bisa masuk ke masyarakat. Doktrin tetap dijalankan tetapi dengan cara-cara yang kreatif," katanya.
Sementara itu Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Yudi Latif mengatakan Pancasila harus diyakini dulu oleh masyarakat sebagai nilai-nilai ideal yang dikehendaki masyarakat Indonesia.
Dikatakannya memasukkan doktrin nilai-nilai Pancasila juga bisa dilakukan melalui budaya setempat misalnya melalui gamelan ataupun wayang tentunya dengan cara yang estetis.
"Pemitosan juga penting melalui instrumen sehingga masyarakat menerimanya tanpa terpaksa dan merasa enjoy," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Tenggang rasa itu penting jadi jangan Pancasila yang disalahkan," kata Siswono acara Round-table Discussion dengan tema "Implementasi Nilai-Nilai Pancasila di Tengah Arus Politik Identitas" di Universitas Pancasila, Selasa.
Ia mengajak masyarakat untuk dapat hidup dalam kebersamaan dan rukun tanpa pertikaian dan jangan lagi ada ujaran kebencian yang seringkali muncul ditengah-tengah masyarakat melalui media sosial ataupun lainnya.
"Jangan rendahkan satu sama lain, jadi memang harus ada tenggang rasa," ujarnya.
Siswono menilai renggangnya hubungan antarmasyarakat akhir-akhir ini bukan tumbuh secara langsung begitu saja, tetapi ini terjadi secara perlahan-lahan. "Hidup di masyarakat harus saling menghormati dan menghargai," katanya.
Jika ada penafsiran lain ataupun perbedaan pendapat di masyarakat tentunya kata dia harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Jangan sampai melakukan ujaran kebencian di ruang publik yang bisa menimbulkan perpecahan.
"Saya berharap semua elemen masyarakat semua bersatu dan guyub," katanya.
Sementara itu Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan sejak reformasi masyarakat Indonesia banyak yang tidak mengetahui Pancasila, padahal di Zaman Orde Baru Pancasila banyak yang hafal walaupun tidak sepenuhnya diimplementasikan.
"Tetapi zaman reformasi ini banyak warga yang tidak mengetahui Pancasila apalagi mengimplementasikannya," ujarnya.
Hamdi mengatakan banyak masyarakat yang tak tahu Pancasila karena dianggap tidak penting. Mereka juga menganggap metode pembelajarannya sangat membosankan. Akibatnya kata dia muncul politik identitas yang sekarang pintunya terbuka.
Padahal kata dia konsensus bangsa Indonesia dalam bernegara yang berasaskan Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika sudah selesai dibahas.
Untuk itu kata Hamdi perlu dibentuk sebuah badan yang bertugas untuk memasyarakatkan Pancasila sehingga masyarakat benar-benar memahami nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
"Institusi untuk Pancasila harus kita bangun dengan memanfaatkan chanel-chanel yang ada yang bisa masuk ke masyarakat. Doktrin tetap dijalankan tetapi dengan cara-cara yang kreatif," katanya.
Sementara itu Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Yudi Latif mengatakan Pancasila harus diyakini dulu oleh masyarakat sebagai nilai-nilai ideal yang dikehendaki masyarakat Indonesia.
Dikatakannya memasukkan doktrin nilai-nilai Pancasila juga bisa dilakukan melalui budaya setempat misalnya melalui gamelan ataupun wayang tentunya dengan cara yang estetis.
"Pemitosan juga penting melalui instrumen sehingga masyarakat menerimanya tanpa terpaksa dan merasa enjoy," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017