Sejarah Jakarta yang divisualisasikan ke dalam tari kolosal menjadi bagian dari rangkaian acara Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-497 Kota Jakarta di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada Sabtu.

Visualisasi itu dibalut dalam tarian kolosal oleh para penari binaan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.

Sembari penari beraksi, tiga wanita yang pernah menjadi Nona Jakarta, yakni Maudy Koesnaedi, Alya Rohali dan Valerina Daniel secara bergantian membacakan narasi kisah kota yang tahun ini kali terakhir menyandang status Ibu Kota Negara (IKN).

Maudy mengisahkan tentang Jakarta yang sempat berganti-ganti nama, dimulai dari Sunda Kelapa pada masa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Demak. Sunda Kelapa menjadi pelabuhan penting dengan Sungai Ciliwung sebagai jalur utamanya.

Wilayah ini juga sempat diduduki Portugis yang akhirnya dipukul mundur oleh panglima pasukan Demak, Fatahillah. Sunda Kelapa kemudian berganti nama menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan sempurna.

Baca juga: Jakarta Fair dari masa ke masa, berawal dari Pasar Gambir hingga di Kemayoran

Jayakarta pernah direbut oleh perusahaan Belanda VOC yang dipimpin Jan Pieterszoon Coen dan mengubah nama wilayah menjadi Batavia.

Kisah Batavia, kemudian berlanjut pada masa Perang Dunia Ke-II yang kala itu diambilalih militer Jepang dari Belanda. Jepang mengganti nama menjadi Tokubetshu Shi yang berarti menjauhkan perbedaan.

Lalu, usai Jepang menyerah tanpa syarat, pada 17 Agustus 1945, Jakarta menjadi tempat dikumandakannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan secara langsung oleh Presiden Soekarno.

Selain soal nama, kisah Jakarta berlanjut pada para pemimpinnya, dimulai dari Suwirjo yang ditunjuk Presiden Soekarno sebagai Wali Kota Jakarta Raya pertama pada 23 September 1945. Pada tahun 1964, Jakarta ditetapkan sebagai Ibu Kota Indonesia.

Sebagai Ibu Kota Indonesia, Jakarta terus melakukan pembangunan pesat baik dari segi ekonomi, sosial maupun budaya. Perkembangan pembangunan Jakarta pada masa berikutnya dipimpin oleh Wali Kota Sjamsuridjal yang kemudian dilanjutkan oleh Sudiro.

Baca juga: Jakpus siapkan10 grup band untuk hibur pengunjung Monas pada 22 Juni

Selanjutnya, para gubernur, yakni Sumarno Sosroatmodjo, Henk Ngantung, Ali Sadikin, Tjokropranolo, Suprapto, Wiyogo Atmodarminto dan Surjadi Sudirdja.

Kemudian, Sutiyoso, Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Saiful Hidayat, Anies Baswedan hingga saat ini dipimpin oleh Heru Budi Hartono sebagai Penjabat (Pj) DKI Jakarta.

Saat ini, Jakarta melangkah untuk berada sejajar dengan kota-kota metropolitan di dunia. Lalu, sebagai kontributor perekonomian nasional, Jakarta terus menjaga tingkat inflasi tahunan melalui operasi pangan murah hingga sidak pasar.

Kemudian, dengan berpindahnya IKN, Jakarta  akan terus melaju dengan pesonanya melahirkan reformasi kebijakan yang inklusif dengan meningkatkan kualitas hidup warga.

"Dengan komitmen yang kuat, Jakarta akan terakselarasi langkahnya sebagai kota global, menjadi pusat kekuatan ekonomi, pariwisata, budaya dan inovasi di Asia Tenggara," demikian akhir narasi tentang Jakarta.

Baca juga: MRT berlakukan tarif khusus Rp1 untuk sambut HUT ke-497 Jakarta

Sementara itu, Heru Budi yang bertindak sebagai inspektur upacara dalam amanatnya mengatakan rasa memiliki warga yang kuat terhadap Jakarta telah mengantarkan kota ini menjalani peran baru di usia barunya.

"Sebagai sebuah kota, Jakarta telah melalui perjalanan sejarah yang panjang, dimulai dari pelabuhan kecil bernama Sunda Kelapa hingga menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia," kata dia.

Heru mengatakan, dengan segala dinamika dan tantangannya, Jakarta menjadi tujuan para pendatang untuk meraih peluang dan mewujudkan mimpi atas kehidupan yang lebih baik.

"Tekad untuk meraih asa itulah yang mendorong Jakarta terus tumbuh dan berkembang mencapai potensi terbaiknya dalam mewujudkan kesejahteraan warganya," katanya.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024