Federasi Serikat Pekerja ASPEK Indonesia mendukung upaya pemerintah menyiapkan rumah tinggal bagi pekerja, sesuai dengan amanat UUD 45, di mana pemerintah berkewajiban untuk menyediakan tempat tinggal yang layak bagi rakyatnya.
"Kami sangat setuju pemerintah siapkan rumah untuk pekerja dan masyarakat tidak mampu, namun bukan hanya memotong iuran dari upah seluruh pekerja sebesar 2,5 persen, dan 0,5 persen dari pengusaha atau pemberi kerja, karena akan menambah beban pekerja yang upahnya masih banyak di bawah ketentuan," kata Presiden FSP ASPEK Indonesia Abdul Gofur dalam pernyataannya dari Jakarta, Jumat (31/5/2024) soal kontroversi pemotongan gaji pekerja untuk Tapera.
Ia menegaskan jangan lagi upah pekerja dipotong terus oleh pemerintah, karena kenaikan pajak saja sudah membuat pekerja menjerit, ditambah lagi potongan untuk Tapera, sementara kenaikan upah sangat kecil.
Menurut Gofur, potongan 2,5 persen dari upah pekerja, dan 0,5 persen dari pengusaha itu terlalu mengada ada, karena belum jelas mekanisme kepemilikan rumah bagi pekerja yang tergabung menjadi peserta Tapera.
Ia menambahkan secara matematis tidak mungkin pekerja dapat membeli rumah saat mereka memasuki usia pensiun atau di-PHK dengan jumlah iuran yang dibayarkan setiap bulannya.
"Kebijakan pemotongan upah 2,5 persen dari pekerja, dan 0,5 persen dari pengusaha bukan hanya membebani pekerja, tetapi juga memberatkan pengusaha," katanya menegaskan.
Kebijakan pemerintah tersebut, dianggap akal-akalan pemerintah untuk mengumpulkan dan mengelola dana dari pekerja dan pengusaha, sementara pemerintah yg memiliki kewajiban untuk menjamin kepemilikan rumah bagi rakyatnya, tidak ikut mengiur sama sekali.
"Dengan ketidakjelasan program kepemilikan rumahnya, kami khawatir iuran Tapera juga berpotensi menjadi lahan bagi-bagi jabatan baru, dan bisa menjadi lahan korupsi baru bagi para pejabat yang menanganinya," ujar Gofur
FSP ASPEK Indonesia, katanya, meminta pemerintah membatalkan peraturan Tapera dan mendorong pemerintah memperluas program perumahan bersubsidi di berbagai lokasi yang terjangkau, layak, nyaman dan dekat dengan transportasi publik, buat pekerja dengan upah minimum.
Selain itu, katanya, mempermudah persyaratan memiliki perumahan tersebut, terutama bagi buruh berstatus kerja alih daya (outsourcing) dan PKWT, karena selama ini mereka sangat sulit mengajukan KPR ke bank dengan status kerja yang tidak memiliki jaminan kepastian kerja.
"Selain itu pemerintah juga bisa memperkuat bantuan perumahan dari BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja dapat memiliki atau memperbaiki rumah tinggalnya," kata Gofur. *
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
"Kami sangat setuju pemerintah siapkan rumah untuk pekerja dan masyarakat tidak mampu, namun bukan hanya memotong iuran dari upah seluruh pekerja sebesar 2,5 persen, dan 0,5 persen dari pengusaha atau pemberi kerja, karena akan menambah beban pekerja yang upahnya masih banyak di bawah ketentuan," kata Presiden FSP ASPEK Indonesia Abdul Gofur dalam pernyataannya dari Jakarta, Jumat (31/5/2024) soal kontroversi pemotongan gaji pekerja untuk Tapera.
Ia menegaskan jangan lagi upah pekerja dipotong terus oleh pemerintah, karena kenaikan pajak saja sudah membuat pekerja menjerit, ditambah lagi potongan untuk Tapera, sementara kenaikan upah sangat kecil.
Menurut Gofur, potongan 2,5 persen dari upah pekerja, dan 0,5 persen dari pengusaha itu terlalu mengada ada, karena belum jelas mekanisme kepemilikan rumah bagi pekerja yang tergabung menjadi peserta Tapera.
Ia menambahkan secara matematis tidak mungkin pekerja dapat membeli rumah saat mereka memasuki usia pensiun atau di-PHK dengan jumlah iuran yang dibayarkan setiap bulannya.
"Kebijakan pemotongan upah 2,5 persen dari pekerja, dan 0,5 persen dari pengusaha bukan hanya membebani pekerja, tetapi juga memberatkan pengusaha," katanya menegaskan.
Kebijakan pemerintah tersebut, dianggap akal-akalan pemerintah untuk mengumpulkan dan mengelola dana dari pekerja dan pengusaha, sementara pemerintah yg memiliki kewajiban untuk menjamin kepemilikan rumah bagi rakyatnya, tidak ikut mengiur sama sekali.
"Dengan ketidakjelasan program kepemilikan rumahnya, kami khawatir iuran Tapera juga berpotensi menjadi lahan bagi-bagi jabatan baru, dan bisa menjadi lahan korupsi baru bagi para pejabat yang menanganinya," ujar Gofur
FSP ASPEK Indonesia, katanya, meminta pemerintah membatalkan peraturan Tapera dan mendorong pemerintah memperluas program perumahan bersubsidi di berbagai lokasi yang terjangkau, layak, nyaman dan dekat dengan transportasi publik, buat pekerja dengan upah minimum.
Selain itu, katanya, mempermudah persyaratan memiliki perumahan tersebut, terutama bagi buruh berstatus kerja alih daya (outsourcing) dan PKWT, karena selama ini mereka sangat sulit mengajukan KPR ke bank dengan status kerja yang tidak memiliki jaminan kepastian kerja.
"Selain itu pemerintah juga bisa memperkuat bantuan perumahan dari BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja dapat memiliki atau memperbaiki rumah tinggalnya," kata Gofur. *
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024