Calon mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), Haritz Muzaki, anak tukang galon keliling, meminta perhatian untuk keringanan uang kuliah tunggal (UKT) yang harus dibayarkan.
"Alhamdulillah, saya diterima di Unsika Karawang, saya ingin lanjut kuliah. Tapi, orangtua belum sanggup membayar UKT," katanya saat ditemui di tempat usaha galon Cibitung, Kabupaten Bekasi, Selasa.
Ia mengaku tidak mampu membayar UKT kategori 5 sebesar Rp5,4 juta per semester, karena alasan ekonomi. Pria yang baru lulus SMAN 1 Tambelang itu sehari-harinya membantu ayahnya mengangkat galon air dan mencari botol merek Aqua di jalanan.
Baca juga: Kemendikbud membantu dana uang kuliah tunggal untuk mahasiswa PTS
Haritz Muzaki yang tinggal di Desa Muktiwari, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi itu ingin melanjutkan belajar di jenjang yang lebih tinggi (kuliah) di kampus Unsika Karawang.
Ayahnya yang bekerja serabutan itu juga tidak memiliki pendapatan tetap, bahkan untuk makan sehari-hari saja seadanya. Saat mengisi berkas, ia mencantumkan pendapatan orang tuanya di kisaran Rp2 juta.
"Bapak kerja serabutan, bahkan kadang tidak mendapatkan penghasilan sebesar itu dalam sebulan," ucapnya.
Baca juga: Mahasiswa IPB harapkan adanya transparansi anggaran
Bagi sebagian orang uang sejumlah Rp5 juta merupakan nominal standar, namun itu di luar kemampuan dirinya. "Saya berharap ada keringanan biaya UKT agar bisa melanjutkan kuliah dan semoga saja pemerintah bisa membantu pendidikan warganya," katanya.
Sementara itu, Ayah Haritz Muzaki, Joko mengatakan anaknya merupakan anak yang rajin belajar dan selalu berprestasi di sekolah, aktif belajar di rumah serta mau membantu bekerja serabutan.
"Saya kepikiran terus dan sedih anak ingin belajar melanjutkan kuliah, tapi saya belum memiliki uang untuk membayar UKT. Maunya diringankan untuk golongan 2 atau 1, begitu sulit golongan 5. Untuk kebutuhan rumah saja kami tidak menentu, kadang pinjam tetangga untuk makan," katanya.
Baca juga: Rektor IPB: uang kuliah tunggal kebijakan pusat
Masyarakat sekitar yang iba melihat kondisi keluarga mereka, terutama ketika Haritz tidak mampu membayar UKT berinisiatif membantu membayarkan biaya dimaksud, namun terbentur kebijakan kampus setempat.
"Tadi sudah dicoba membayar, tapi kata Kampus Unsika sudah terlambat untuk membayar sekarang. Harusnya ada keringanan waktu, itu yang kami minta kepada manajemen kampus," kata seorang tetangga Haritz yang enggan disebutkan namanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
"Alhamdulillah, saya diterima di Unsika Karawang, saya ingin lanjut kuliah. Tapi, orangtua belum sanggup membayar UKT," katanya saat ditemui di tempat usaha galon Cibitung, Kabupaten Bekasi, Selasa.
Ia mengaku tidak mampu membayar UKT kategori 5 sebesar Rp5,4 juta per semester, karena alasan ekonomi. Pria yang baru lulus SMAN 1 Tambelang itu sehari-harinya membantu ayahnya mengangkat galon air dan mencari botol merek Aqua di jalanan.
Baca juga: Kemendikbud membantu dana uang kuliah tunggal untuk mahasiswa PTS
Haritz Muzaki yang tinggal di Desa Muktiwari, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi itu ingin melanjutkan belajar di jenjang yang lebih tinggi (kuliah) di kampus Unsika Karawang.
Ayahnya yang bekerja serabutan itu juga tidak memiliki pendapatan tetap, bahkan untuk makan sehari-hari saja seadanya. Saat mengisi berkas, ia mencantumkan pendapatan orang tuanya di kisaran Rp2 juta.
"Bapak kerja serabutan, bahkan kadang tidak mendapatkan penghasilan sebesar itu dalam sebulan," ucapnya.
Baca juga: Mahasiswa IPB harapkan adanya transparansi anggaran
Bagi sebagian orang uang sejumlah Rp5 juta merupakan nominal standar, namun itu di luar kemampuan dirinya. "Saya berharap ada keringanan biaya UKT agar bisa melanjutkan kuliah dan semoga saja pemerintah bisa membantu pendidikan warganya," katanya.
Sementara itu, Ayah Haritz Muzaki, Joko mengatakan anaknya merupakan anak yang rajin belajar dan selalu berprestasi di sekolah, aktif belajar di rumah serta mau membantu bekerja serabutan.
"Saya kepikiran terus dan sedih anak ingin belajar melanjutkan kuliah, tapi saya belum memiliki uang untuk membayar UKT. Maunya diringankan untuk golongan 2 atau 1, begitu sulit golongan 5. Untuk kebutuhan rumah saja kami tidak menentu, kadang pinjam tetangga untuk makan," katanya.
Baca juga: Rektor IPB: uang kuliah tunggal kebijakan pusat
Masyarakat sekitar yang iba melihat kondisi keluarga mereka, terutama ketika Haritz tidak mampu membayar UKT berinisiatif membantu membayarkan biaya dimaksud, namun terbentur kebijakan kampus setempat.
"Tadi sudah dicoba membayar, tapi kata Kampus Unsika sudah terlambat untuk membayar sekarang. Harusnya ada keringanan waktu, itu yang kami minta kepada manajemen kampus," kata seorang tetangga Haritz yang enggan disebutkan namanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024