Bogor (Antara Megapolitan) - Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) mengungkapkan kondisi peternak unggas mandiri atau UMKM di Indonesia semakin terpuruk, jumlah peternak semakin berkurang, dan sulit bertahan dengan adanya persaiangan dari perusahaan integrasi yang ikut mengisi pasar rakyat.
"Data dari BPS tahun 1990 itu jumlah peternak mandiri ada sekitar 120 ribu orang, sekarang ini jumlah yang tersisa tidak kurang dari 10 ribu orang," kata Ketua Umum PPUN Dudung Rahmat di sela-sela Kongres V PPUN di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Dudung menyebutkan, peternak mandiri yang jumlahnya semakin sedikit dan notabene adalah peternak rakyat atau peternak UMKM perlu mendapatkan perlindungan dari pemerintah.
Menurut dia, persoalan perunggasan dari hulu sampai hilir tidak hanya melibatkan satu kementerian, tetapi banyak kementerian.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, saat ini usaha peternakan ayam ras pedaging (broiler) nasional didominasi perusahaan integrasi, yakni mencapai 80 persen. Sisanya, 20 persen, peternak mandiri.
"Bahkan berdasarkan hasil identifikasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, peternak ayam yang benar-benar mandiri hanya tersisa tiga persen," kata Dudung.
Kondisi tersebut sudah terjadi dalam kurun waktu yang panjang terutama pascakrisis moneter tahun 1998. Kasus flu burung tahun 2002 memperburuk kondisi usaha peternak rakyat.
Satu persatu peternak kecil dan menengah rontok, situasi semakin berat manakala industri mulai masuk ke dalam pola kemitaan. Di sisi lain penataan pasar baik `live bird` maupun produk hilir belum dipersiapkan, ditambah regulasi terkait penataan pasar unggas belum berjalan dengan baik.
"PPUN akan terus menjalin komunikasi dengan pemerintah dan berjuang agar usaha budi daya hanya ada di peternak UMKM, agar dalam budi daya bisa mengunguntungkan semua pihak dan berkeadilan bagi peternak mandiri," kata Dudung.
Ketua Bidang Hukum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Nano Supriatna mengatakan tahun 1990 peternak rakyat dapat hidup enak berkat hadirnya Keputusan Presiden Nomor 22/1990 yang mengatur budi daya hanya ada di peternak rakyat.
Namun, lanjut dia, di era pemerintahan Presiden Gusdur, Kepres tersebut dicabut sehingga perusahaan integrasi ikut berbudidaya.
"Sejak Kepres itu dicabut sampai sekarang hidup peternak rakyat semakin terjepit, satu per satu berguguran," katanya.
Ia menyebutkan peternak mandiri kesulitan mendapatkan DOC atau anak ayam usia sehari karena harganya mahal. Sementara bagi perusahaan harga DOC terjangkau, dan produk yang dihasilkan oleh perusahaan terintegrasi juga dijual di pasar rakyat bersaing dengan produk budi daya peternak mandiri.
"Harusnya perusahaan integrasi jangan masuk ke pasar rakyat. Kami berharap adanya `win-win solution` yang dapat mengembalikan kejayaan peternak UMKM," kata Nano.
***3***
T.KR-LR
Sigit Pinardi
(T.KR-LR/B/S024/S024) 27-04-2017 21:59:36
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Data dari BPS tahun 1990 itu jumlah peternak mandiri ada sekitar 120 ribu orang, sekarang ini jumlah yang tersisa tidak kurang dari 10 ribu orang," kata Ketua Umum PPUN Dudung Rahmat di sela-sela Kongres V PPUN di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Dudung menyebutkan, peternak mandiri yang jumlahnya semakin sedikit dan notabene adalah peternak rakyat atau peternak UMKM perlu mendapatkan perlindungan dari pemerintah.
Menurut dia, persoalan perunggasan dari hulu sampai hilir tidak hanya melibatkan satu kementerian, tetapi banyak kementerian.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, saat ini usaha peternakan ayam ras pedaging (broiler) nasional didominasi perusahaan integrasi, yakni mencapai 80 persen. Sisanya, 20 persen, peternak mandiri.
"Bahkan berdasarkan hasil identifikasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, peternak ayam yang benar-benar mandiri hanya tersisa tiga persen," kata Dudung.
Kondisi tersebut sudah terjadi dalam kurun waktu yang panjang terutama pascakrisis moneter tahun 1998. Kasus flu burung tahun 2002 memperburuk kondisi usaha peternak rakyat.
Satu persatu peternak kecil dan menengah rontok, situasi semakin berat manakala industri mulai masuk ke dalam pola kemitaan. Di sisi lain penataan pasar baik `live bird` maupun produk hilir belum dipersiapkan, ditambah regulasi terkait penataan pasar unggas belum berjalan dengan baik.
"PPUN akan terus menjalin komunikasi dengan pemerintah dan berjuang agar usaha budi daya hanya ada di peternak UMKM, agar dalam budi daya bisa mengunguntungkan semua pihak dan berkeadilan bagi peternak mandiri," kata Dudung.
Ketua Bidang Hukum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Nano Supriatna mengatakan tahun 1990 peternak rakyat dapat hidup enak berkat hadirnya Keputusan Presiden Nomor 22/1990 yang mengatur budi daya hanya ada di peternak rakyat.
Namun, lanjut dia, di era pemerintahan Presiden Gusdur, Kepres tersebut dicabut sehingga perusahaan integrasi ikut berbudidaya.
"Sejak Kepres itu dicabut sampai sekarang hidup peternak rakyat semakin terjepit, satu per satu berguguran," katanya.
Ia menyebutkan peternak mandiri kesulitan mendapatkan DOC atau anak ayam usia sehari karena harganya mahal. Sementara bagi perusahaan harga DOC terjangkau, dan produk yang dihasilkan oleh perusahaan terintegrasi juga dijual di pasar rakyat bersaing dengan produk budi daya peternak mandiri.
"Harusnya perusahaan integrasi jangan masuk ke pasar rakyat. Kami berharap adanya `win-win solution` yang dapat mengembalikan kejayaan peternak UMKM," kata Nano.
***3***
T.KR-LR
Sigit Pinardi
(T.KR-LR/B/S024/S024) 27-04-2017 21:59:36
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017