Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menilai dalil Anies-Muhaimin tentang tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendukung putranya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden adalah pelanggaran perundang-undangan, tidak cukup kuat.
Di dalam permohonannya, Anies-Muhaimin sebagai Pemohon menyatakan bahwa Presiden yang menyetujui dan bahkan mendukung pencalonan Gibran, merupakan pelanggaran atas Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998, Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999, Serta Pasal 282 UU Pemilu.
“Terhadap dalil Pemohon, karena Pemohon tidak menguraikan lebih lanjut dan tidak membuktikan dalilnya, maka Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran dalil yang dipersoalkan oleh Pemohon,” kata Hakim MK Daniel Yusmic P. Foekh dalam sidang pembacaan putusan perkara PHPU Pilpres di Gedung I MK RI, Jakarta, Senin.
Baca juga: MK: Tidak ada relevansi penyaluran bansos dan peningkatan perolehan suara
Adapun peraturan yang disebutkan dalam dalil tersebut mengatur tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Daniel mengatakan, MK menilai bahwa jabatan wakil presiden yang dipersoalkan oleh Pemohon adalah jabatan yang pengisiannya melalui pemilihan (elected position) dan bukan jabatan yang ditunjuk atau diangkat secara langsung (directly appointed position).
MK juga beranggapan bahwa jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisiannya dilakukan dengan cara ditunjuk atau diangkat secara langsung.
“Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme,” kata Daniel.
Baca juga: MK menolak eksepsi soal kewenangan MK tangani perkara PHPU Pilpres 2024
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Di dalam permohonannya, Anies-Muhaimin sebagai Pemohon menyatakan bahwa Presiden yang menyetujui dan bahkan mendukung pencalonan Gibran, merupakan pelanggaran atas Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998, Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999, Serta Pasal 282 UU Pemilu.
“Terhadap dalil Pemohon, karena Pemohon tidak menguraikan lebih lanjut dan tidak membuktikan dalilnya, maka Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran dalil yang dipersoalkan oleh Pemohon,” kata Hakim MK Daniel Yusmic P. Foekh dalam sidang pembacaan putusan perkara PHPU Pilpres di Gedung I MK RI, Jakarta, Senin.
Baca juga: MK: Tidak ada relevansi penyaluran bansos dan peningkatan perolehan suara
Adapun peraturan yang disebutkan dalam dalil tersebut mengatur tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Daniel mengatakan, MK menilai bahwa jabatan wakil presiden yang dipersoalkan oleh Pemohon adalah jabatan yang pengisiannya melalui pemilihan (elected position) dan bukan jabatan yang ditunjuk atau diangkat secara langsung (directly appointed position).
MK juga beranggapan bahwa jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisiannya dilakukan dengan cara ditunjuk atau diangkat secara langsung.
“Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme,” kata Daniel.
Baca juga: MK menolak eksepsi soal kewenangan MK tangani perkara PHPU Pilpres 2024
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024