Bekasi (Antara Megapolitan) - Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kota Bekasi, Jawa Barat, mencatat mayoritas produk lokal di wilayah setempat belum memiliki hak paten.
"Dari sekitar 15 ribu pelaku usaha UMKM di Kota Bekasi, paling baru sekitar 100 di antaranya yang sudah memiliki hak paten atas produknya," kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bekasi, Karto, di Bekasi, Kamis.
Artinya, saat ini masih ada sekitar 14.900 pengusaha UMKM di Kota Bekasi yang memasarkan produknya di pasaran tanpa memiliki hak paten.
Dikatakan Karto, produk tersebut seluruhnya bergerak di bidang usaha makanan dan minuman rumahan.
Dikatakan Karto, kondisi itu terjadi akibat para pelaku UMKM merasa keberatan untuk mengeluarkan uang bagi biaya pembuatan hak paten dari instansi terkait.
"Mereka terbentur biaya untuk memiliki hak paten dari lembaga terkait," ujarnya.
Menurut dia, biaya legalitas produk juga harus dikeluarkan untuk mengurus tiga jenis sertifikat yang wajib dikantongi oleh pelaku UMKM di sektor makanan dan minuman.
Pertama, sertifikat merk dagang dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kedua, sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan terakhir sertifikat kelayakan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
"Setelah mengantongi tiga sertifikat itu, barang yang diproduksi bisa diedarkan secara bebas dan resmi di pasaran," katanya.
Karto mengatakan, selain terkendala persoalan biaya, usaha mereka juga tidak memenuhi persayaratan, salah satunya adalah tempat usaha mereka masih menjadi satu dengan tempat tinggal.
"Akibatnya, pendistribusian barang hasil produksinya tidak maksimal dan hanya menembus pasar lokal saja," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Dari sekitar 15 ribu pelaku usaha UMKM di Kota Bekasi, paling baru sekitar 100 di antaranya yang sudah memiliki hak paten atas produknya," kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bekasi, Karto, di Bekasi, Kamis.
Artinya, saat ini masih ada sekitar 14.900 pengusaha UMKM di Kota Bekasi yang memasarkan produknya di pasaran tanpa memiliki hak paten.
Dikatakan Karto, produk tersebut seluruhnya bergerak di bidang usaha makanan dan minuman rumahan.
Dikatakan Karto, kondisi itu terjadi akibat para pelaku UMKM merasa keberatan untuk mengeluarkan uang bagi biaya pembuatan hak paten dari instansi terkait.
"Mereka terbentur biaya untuk memiliki hak paten dari lembaga terkait," ujarnya.
Menurut dia, biaya legalitas produk juga harus dikeluarkan untuk mengurus tiga jenis sertifikat yang wajib dikantongi oleh pelaku UMKM di sektor makanan dan minuman.
Pertama, sertifikat merk dagang dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kedua, sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan terakhir sertifikat kelayakan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
"Setelah mengantongi tiga sertifikat itu, barang yang diproduksi bisa diedarkan secara bebas dan resmi di pasaran," katanya.
Karto mengatakan, selain terkendala persoalan biaya, usaha mereka juga tidak memenuhi persayaratan, salah satunya adalah tempat usaha mereka masih menjadi satu dengan tempat tinggal.
"Akibatnya, pendistribusian barang hasil produksinya tidak maksimal dan hanya menembus pasar lokal saja," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017