Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mulai mendominasi di Pulau Sumatera sejak sepekan terakhir ini.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari di Jakarta, Rabu, mengatakan, dari data yang didapatkan instansinya karhutla mulai ditemukan melanda wilayah Kabupaten Bener Meriah (Aceh), Asahan (Sumatera Utara) dan Kota Dumai (Riau).

Bahkan dari pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru diketahui titik karhutla juga melanda sejumlah daerah lainnya; Sumatera Barat (sembilan titik), Bengkulu (14 titik), Sumatera Selatan (enam titik), Kepulauan Riau (enam titik), Jambi (enam titik), Bangka Belitung (satu titik).

“Karhutla di daerah-daerah itu sudah mulai ditemukan sejak 12 Maret lalu beruntung api bisa segera dipadamkan,” kata dia.

Baca juga: BMKG: Sumatera Selatan alami kondisi suhu ekstrem
Baca juga: Ini Instruksi Gubernur Lampung Untuk Pencegahan Karhutla

Abdul menjabarkan, hal demikian membuktikan saat ini fenomena atmosfer Madden Julian Oscilliation (MJO) sudah mulai bergerak meninggalkan Pulau Sumatera.

Pergerakan MJO itu membuat cuaca wilayah Sumatera berubah signifikan dari sebelumnya sebagian besar daerah mengalami peningkatan intensitas hujan dan beberapa kali dilanda bencana banjir dan tanah longsor, kini menjadi cukup kering sehingga rentan terjadi kebakaran.

“Jadi fokus penanggulangan bencana saat ini juga sudah harus mengarah pada penanganan karhutla jangan sampai meluas,” ujarnya.

Maka untuk itu, BNPB mengimbau kepada setiap kepala daerah untuk responsif menanggapi peralihan cuaca tersebut; seperti dengan segera menetapkan status siaga darurat karhutla khususnya daerah yang rawan.

Baca juga: BMKG : Sebanyak 138 titik panas kepung Riau

Ia menilai, respons itu penting sehingga upaya mitigasi dan penanganan darurat di daerah bisa berjalan secara maksimal. Salah satu upaya yang sudah dilakukan bisa yaitu seperti menyiagakan petugas untuk melakukan pembasahan pada lahan mineral dan gambut sehingga tidak mudah tersulut cuaca panas selama masa transisi ini.

"Ya, tidak mesti menunggu puncak musim kemarau yang diprediksi berlangsung pada Juli-Agustus nanti," kata dia.

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024