Jakarta (Antara Megapolitan) - Pemenang lelang pengadaan KTP Elektronik (KTP-E) periode 2011-2012 yaitu konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) pernah dilaporkan ke Polda Metro Jaya, dan dana penyelesaikan persoalan itu diambil dari anggaran KTP-E.

"Penetapan konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang dilaporkan PT Lintas Bumi Lestari melalui kuasa hukumnya Handika Honggowongso kepada Polda Metro Jaya dengan terlapor Sugiharto dan Draja Wisnu Setyawan," kata jaksa penutut umum KPK Eva Yustisiana di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Dalam perkara ini, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto didakwa bersama-sama Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri, Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua pantia pengadaan didakwa melakukan korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektornik (KTP-E) 2011-2012.

"Atas laporan dan pemanggilan itu, terdakwa I Irman berkoordinasi dengan Chaeruman Harahap. Chaeruman pun menemui pengacara Hotma Sitompul guna membicarakan permintaan bantuan hukum atas laporan tersebut," tambah jaksa Eva.

Irman pun memutuskan menggunakan jasa advokat dari kantor Hotma Sitompul and Associates.

Irman memerintahkan Sugiharto meminta uang kepada rekanan yaitu kepada Anang Sudiharjo sejumlah 200 ribu dolar AS dan Paulus Tanos sejumlah 200 ribu dolar AS.

Sugiharto menyerahkan uang 400 ribu dolar AS itu ke anak buah Hotma, Mario Cornelio Bernardo untuk membayar jasa advokat.

Selain itu Irman juga membayar Hotma Sitompul sebesar Rp142,1 juta yang bersumber dari anggaran Kemendagri.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta:

Editor : Andi Firdaus


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017