Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengukur capaian tiga target dalam implementasi Merdeka Belajar Episode Ke-24 mengenai transisi PAUD ke SD/MI/sederajat yang menyenangkan sepanjang 2023.

“Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang telah kita lakukan baik secara kuantitatif dan kualitatif maka kita dapat mengukur tiga target perubahan yang sudah ditetapkan pada 2023,” kata Plt Direktur PAUD Kemendikbudristek Komalasari dalam Sosialisasi Penguatan Implementasi Transisi PAUD ke SD 2024 di Jakarta, Selasa.   

Gerakan transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan diluncurkan pada tahun lalu dan kini telah diimplementasikan oleh lebih dari 504 kabupaten/kota di Indonesia.  

Gerakan tersebut memiliki tiga target yaitu menghilangkan tes calistung saat penerimaan siswa baru, menerapkan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), serta satuan PAUD dan SD menerapkan sistem pembelajaran yang menyenangkan untuk membangun kemampuan fondasi.

Baca juga: Kemendikbud: Seluruh kebijakan pendidikan di Indonesia kini mengacu pada Merdeka Belajar

Komala mengatakan hampir seluruh satuan pendidikan di 96,76 persen yang menjadi sampel studi telah melakukan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tanpa mensyaratkan adanya tes membaca, menulis, dan berhitung (calistung).  

Namun, terdapat catatan tersendiri dari hasil temuan ini yaitu terkait alasan dilarangnya tes calistung yang masih harus diperkuat karena masih banyak yang belum memahami.  

Kemudian terkait dengan target perubahan yang kedua yaitu menerapkan MPLS bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama diketahui bahwa pada satuan PAUD sebagian besar yaitu 64,9 persen, telah melakukan MPLS.

“Demikian juga, sebanyak 46,3 persen satuan pendidikan PAUD dan SD masih kurang dalam menyusun kegiatan assessment siswa,” katanya.

Baca juga: Kemendikbudristek lakukan sosialisasikan kurikulum Merdeka Belajar di Depok

Selanjutnya untuk temuan target ketiga yaitu menerapkan pembelajaran yang membangun kemampuan fondasi anak, diketahui sebagian besar atau sebanyak 56,2 persen satuan pendidikan masih perlu meningkatkan penerapan pembelajaran yang membangun kemampuan fondasi.

Ada enam kemampuan fondasi pada anak usia dini yang ingin dibentuk melalui kebijakan ini yaitu mengenal nilai agama dan budi pekerti, keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi, serta kematangan emosi untuk berkegiatan di lingkungan belajar.

Kemudian, kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar, pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri, serta pemaknaan belajar yang menyenangkan dan positif.

Baca juga: Banjarmasin raih penghargaan Merdeka Belajar

“Kiita juga menemukan masih ditemui praktik miskonsepsi di mana assessment peserta didik masih dilakukan melalui tes tertulis maupun tes lisan,” kata Komala.

Ia menambahkan, sebagian besar satuan PAUD maupun SD yaitu 76,9 persen belum dapat menyampaikan informasi mengenai perkembangan peserta didik kepada orang tua baik di jangkaan SD maupun PAUD yang dua-duanya berada di kategori rendah.

“Pemanfaatan alat bantu, advokasi, dan pembelajaran yang sudah disiapkan juga belum maksimal. Khususnya untuk daerah yang belum memiliki internet dan akses geografis,” ujarnya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024