Bogor (Antara Megapolitan) - Pemerintah Indonesia melalui Dirjen KSDEA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memperoleh dana hibah dari Global Envirotment Facility (GEF) senilai USD 9 juta untuk proyek pemulihan populasi Harimau Sumatera.

"Proyek ini untuk pengelolaan kawasan konservasi, Pemerintah Indonesia menggandeng UNDP yang didukung pendanaan hibah GEF senilai USD 9 juta," kata Sekretaris Jenderal KSDAE Heri Subastiandi, dalam rapat awal proyek `Transforming Effectiveness of Biodiversity Conservation in Sumatran Priority Landscape`, di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.

Heri menjelaskan, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan UNDP merancang dan melaksanakan proyek `Transforming Effectiveness of Biodiversity Conservation in Sumatran Priority Landscape" yang berlangsung selama lima tahun.

Proyek tersebut diimplementasikan di kawasan konservasi yang merupakan lanskap prioritas Sumatera, membentang dari Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Berbak-Semilang dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

"Tujuan proyek ini untuk meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati di lanskap Sumatera melalui teknis terbaik pengelolaan kawasan konservasi dan kawasan non konservasi dengan pemulihan populasi Harimau Sumetara sebagai indikator," katanya.

Ia mengatakan, Harimau Sumater (Panthera tigris sumatrae) salah satu sup-spesian harimau yang tersisa di Indonesia, setelah punahnya Harimau Jawa (P. t. sondaica) tahun 1980 dan Harimau Bali (P. t. balica) tahun 1940an.

Data paling umum digunakan sebagai perkiraan jumlah harimau Sumatera saat ini adalah sekitar 400-500 individu seperti yang dirangkum dalam dokumen Sumatran Tiger Action Plan tahun 1994.

"Pendapat para ahli, saat ini ada 23 kawasan yang tersisa yang masih memiliki harimau di alam, membentang dari utara hingga selatan Pulau Sumatera," katanya.

Namun, lanjut Heri, bila dibandingkan dengan kondisi 10 tahun sebelumnya, bentang akam yang masih dihuni harimau ada di 29 lokasi. Hal ini menjunjukkan adanya penurunan cukup signifikan.

"Sehingga bila tidak dilakukan antisipasi serius, dikhawatirkan Indonesia bisa kehilangan sejumlah jenis harimau di alam," katanya.

Ia mengatakan, selama lebih dua dekade, laju kehilangan luas hutan per tahun di Sumatera mencapai dua persen dari total luas kawasan hutan negara. Tutupan hutan, baik primer maupun skunder telah menyempit dari 25,3 juta hektare di tahun 1985 menjadi 12,8 juta di tahun 2009.

Khusus untuk hutan primer, lanjutnya, diketahui sejumlah 2,9 juta hektare telah terbuka pada selang tahun 2000 dan 2012. Kehilangan terbesar beradap pada hitan lahan basah primer sebesar 1,5 juta hektar dan hutan primer dataran rendah sebesar 1,2 juta hektare.

"Proyek ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas pengelolaan kawasan konservasi secara adaptif pada tingkat pusat dan daerah," katanya.

Yang menjadi kendala utama selama ini, lanjutnya, konservasi sumber daya alam di Sumatera adalah lemahnya tata pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas pengelolaan kawasan konservasi, buruknya koordinasi lintas sektor, serta tidak memadainya pengelolaan dan pendanaan kawasan konservasi.

"Proyek ini untuk mengatasi kendala-kendala kelembagaan, tata kelola dan pendanaan dalam pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati," kata Heri.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017