Tiga negara, yakni Indonesia, Brasil, dan Kongo sejak tahun 2000 kehilangan hingga jutaan hektare hutan setiap tahun dan penebangan pohon sebagai penghasil komoditas yang menjadi alasan utama selama ini.
Padahal tiga negara tersebut pemilik hutan hujan tropis terbesar di dunia yakni mencapai 52 persen. Berdasarkan data World Resources Institute, Brasil memiliki hutan hujan tropis seluas 315,4 juta hektare sekitar 80 persen berada di di wilayah Amazon, Kongo memiliki 98,8 juta hektare, dan Indonesia memiliki 83,8 juta hektare.
"Lahan hutan primer Indonesia tercatat berkurang 270 ribu hektare pada 2020, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 323,6 ribu hektare," kata Direktur Eksekutif Auriga Nusantara Timer Manurung dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Menjaga dan melestarikan pohon-pohon "raksasa" di Hutan Hujan Tropis Kahung Kalsel
Berdasarkan analisis Auriga Nusantara, dari 83,8 juta hektare hutan alam di Indonesia saat ini hanya 16,2 juta hektare (19,4 persen) yang dilindungi secara hukum dan berada dalam kawasan konservasi.
Dia menyatakan, hampir 23 juta hektare hutan diberikan untuk konsesi ekstraktif, termasuk 7,3 juta hektare (8,7 persen) untuk konsesi konversi hutan (perkebunan kayu, kelapa sawit dan pertambangan) dan 15,6 juta hektare (18,6 persen) untuk konsesi penebangan pohon yang menurunkan kualitas hutan hutan. Sebagian besar hutan alam (44,7 juta hektare atau 53,4 persen) merupakan hutan alam rentan untuk diberikan konsesi ekstraktif oleh pemerintah.
Timer menambahkan, hampir setengah dari konsesi nikel (untuk kendaraan listrik) di Indonesia tumpang tindih dengan hutan alam.
Baca juga: Aktivis lingkungan ajak masyarakat di sekitar hutan bantu cegah karhutla
Pada 2021, Indonesia, Brasil, dan Kongo mulai menjalin kerja sama trilateral, antara lain tentang pengurangan deforestasi, manajemen pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), perhutanan sosial dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat, pengelolaan dana iklim, administrasi pertanahan berkelanjutan, keanekaragaman hayati dan bioprospeksi, serta rehabilitasi dan konservasi mangrove.
Ketiga negara itu membentuk aliansi Forest Power for Climate Action yang akan memimpin negara-negara tropis lain di regional mereka - Indonesia untuk Asia Tenggara - dalam mempengaruhi negosiasi iklim.
Baca juga: Polres Sukabumii panggil sejumlah saksi untuk ungkap kebakaran Gunung Jayanti
Indonesia, Brasil, dan Kongo bisa jadi poros dunia menghadapi ancaman emisi gas rumah kaca yang berujung pada pemanasan global dan perubahan iklim ekstrem bagi seluruh bumi.
“Indonesia, Brasil, dan Kongo bersama-sama bisa mengontrol dan mengatur harga karbon di pasar karbon dunia,” kata Timer Manurung pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Padahal tiga negara tersebut pemilik hutan hujan tropis terbesar di dunia yakni mencapai 52 persen. Berdasarkan data World Resources Institute, Brasil memiliki hutan hujan tropis seluas 315,4 juta hektare sekitar 80 persen berada di di wilayah Amazon, Kongo memiliki 98,8 juta hektare, dan Indonesia memiliki 83,8 juta hektare.
"Lahan hutan primer Indonesia tercatat berkurang 270 ribu hektare pada 2020, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 323,6 ribu hektare," kata Direktur Eksekutif Auriga Nusantara Timer Manurung dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Menjaga dan melestarikan pohon-pohon "raksasa" di Hutan Hujan Tropis Kahung Kalsel
Berdasarkan analisis Auriga Nusantara, dari 83,8 juta hektare hutan alam di Indonesia saat ini hanya 16,2 juta hektare (19,4 persen) yang dilindungi secara hukum dan berada dalam kawasan konservasi.
Dia menyatakan, hampir 23 juta hektare hutan diberikan untuk konsesi ekstraktif, termasuk 7,3 juta hektare (8,7 persen) untuk konsesi konversi hutan (perkebunan kayu, kelapa sawit dan pertambangan) dan 15,6 juta hektare (18,6 persen) untuk konsesi penebangan pohon yang menurunkan kualitas hutan hutan. Sebagian besar hutan alam (44,7 juta hektare atau 53,4 persen) merupakan hutan alam rentan untuk diberikan konsesi ekstraktif oleh pemerintah.
Timer menambahkan, hampir setengah dari konsesi nikel (untuk kendaraan listrik) di Indonesia tumpang tindih dengan hutan alam.
Baca juga: Aktivis lingkungan ajak masyarakat di sekitar hutan bantu cegah karhutla
Pada 2021, Indonesia, Brasil, dan Kongo mulai menjalin kerja sama trilateral, antara lain tentang pengurangan deforestasi, manajemen pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), perhutanan sosial dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat, pengelolaan dana iklim, administrasi pertanahan berkelanjutan, keanekaragaman hayati dan bioprospeksi, serta rehabilitasi dan konservasi mangrove.
Ketiga negara itu membentuk aliansi Forest Power for Climate Action yang akan memimpin negara-negara tropis lain di regional mereka - Indonesia untuk Asia Tenggara - dalam mempengaruhi negosiasi iklim.
Baca juga: Polres Sukabumii panggil sejumlah saksi untuk ungkap kebakaran Gunung Jayanti
Indonesia, Brasil, dan Kongo bisa jadi poros dunia menghadapi ancaman emisi gas rumah kaca yang berujung pada pemanasan global dan perubahan iklim ekstrem bagi seluruh bumi.
“Indonesia, Brasil, dan Kongo bersama-sama bisa mengontrol dan mengatur harga karbon di pasar karbon dunia,” kata Timer Manurung pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024