Purwakarta (Antara Megapolitan) -Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyarankan syarat penerimaan aparatur sipil negara tidak hanya mengedepankan aspek administrasi, tapi juga keahliannya.

"Harus ada syarat keahlian pada penerimaan aparatur sipil negara. Jadi pola rekrutmennya harus bersifat kebutuhan, tidak sekadar rekrutmen yang untuk setiap bidang syaratnya disamaratakan," katanya, usai diskusi bersama Komnas HAM, di Purwakarta, Senin.

Ia mengatakan, jika pola rekrutmen aparatur sipil negara mengedepankan skill atau keahlian, maka akan tercapai reformasi dalam perekrutan pegawai ini.

Artinya, pola rekrutmen aparatur sipil negara itu bisa lebih mengedepankan aspek tugas pokok dan fungsi yang lebih diarahkan pada pelaksanaan teknis pekerjaan.

"Selama ini, saya menganggap rekrutmen aparatur sipil negara tidak memenuhi kebutuhan publiknya. Karena yang ada saat ini, kebanyakan pegawai hanya ahli di bidang administrasi," kata Dedi.

Sementara seharusnya aparatur sipil negara memiliki peran yang dominan dalam setiap percepatan pembangunan di daerahnya masing-masing.

Dengan begitu, katanya, negara membutuhkan pegawai yang memiliki keahlian di bidangnya, seperti ahli bangunan, tukang sapu, pertanian, dan lain-lain.

"Bayangkan, tukang sapu jalan yang sudah puluhan tahun mengabdi, tidak bisa diangkat jadi aparatur sipil negara, karena tidak lulus seleksi yang sifatnya komputerisasi dan mengedepankan syarat administrasi," katanya.

Hal itu yang disayangkan, karena dilihat dari pengabdian, mereka sudah bekerja dengan baik. Dengan begitu, selama ini negara bisa dikatakan melanggar hak mereka.

"Kalau pembangunan daerah mau cepat, para tukang bangunan, tukang aduk dan tukang cor jalan harus menjadi aparatur sipil negara, karena itu yang dibutuhkan negara. Meskipun mereka hanya lulusan SD misalnya. Ini penting agar semua pelaksanaan proyek pemerintah dapat dikerjakan oleh mereka," kata dia.

Sementara itu salah seorang Anggota Komnas HAM Jayadi Damanik mengatakan, secara prinsip pola perekrutan aparatur sipil negara selama ini bisa dikategorikan melanggar hak asasi.

Itu terjadi karena persyaratan yang diberlakukan sama di setiap bidang penerimaan. Padahal dalam ketentuannya sudah menjelaskan kalau penerimaannya harus memberlakukan sistem keadilan.

"Secara akademis mereka dinilai kurang, tapi dari sisi skill mereka berkompeten. Ini yang juga harus menjadi pertimbangan," katanya.

Pewarta: M. Ali Khumaini

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017