Mereka yang kini berusia 35 tahun dan ingin pensiun di usia 55 tahun mungkin bertanya-tanya, perlu menyiapkan dana berapa agar bisa mandiri dari sisi keuangan saat pensiun hingga usia 75 tahun sehingga tak menyusahkan anak-anak atau keluarga pada nantinya?

Perencana keuangan bersertifikat OneShildt Agustina Fitria, dalam Kelas Finansial Jenius: “Financial Check-Up untuk Wujudkan Keuangan yang Lebih Sehat” di Jakarta, Kamis, mengatakan apabila biaya hidup seseorang saat usia 35 tahun sekitar Rp5 juta, lalu karena inflasi maka biaya hidupnya saat pensiun nanti bisa menjadi Rp10,9 juta.

Lalu berapa dana yang dibutuhkan hingga usia 75 tahun?

"Gaya hidupnya masih sama, misalnya sekarang senang makan di warung A, seterusnya di situ. Untuk hidup dari usia 55 tahun hingga 75 tahun dibutuhkan biaya Rp2,2 miliar," ujar Agustina.



Menurut Fitria, untuk mencapai dana Rp2,2 miliar, seseorang bisa memilih antara menabung atau berinvestasi. Apabila menabung jadi pilihan, maka uang yang harus disetorkan setidaknya setara inflasi yakni Rp6 juta per bulan.

"Berarti dia harus punya income Rp5 juta tambah Rp6 juta yakni Rp11 juta. Kalau dia baru prepare di usia 35 tahun," kata Fitria.

Tetapi, bila pilihannya investasi, misalnya dengan return (imbal hasil) sebanyak 6 persen, maka perkiraan uang yang perlu disiapkan yakni sekitar Rp4,8 juta per bulan.

"Jadi, sebenarnya akan lebih bagi investasi karena jangka waktunya panjang, 20 tahun. Kalau menabung saja akan berat. Dengan kita tahu bahwa kita harus investasi segini berarti penghasilan kita harus punya penghasilan harus Rp9,8 juta per bulan," Fitria memaparkan.

Selain melakukan perhitungan manual, saat ini ada aplikasi yang bisa digunakan, misalnya yang memiliki fitur kalkulator dana hari tua. Seseorang perlu mengisi besaran biaya hidup saat ini, usia saat ini misalnya 35 tahun, usia pensiun 55 tahun, asumsi investasi 6 persen, dan inflasi 4 persen, maka hasilnya dana pensiun yang dibutuhkan Rp2,2 miliar.



Lalu, bagaimana bila usia harapan hidup ternyata melebihi 75 tahun atau di luar perkiraan?

Menurut Fitria, di situlah gunanya aset aktif seperti rumah yang dikontrakkan karena aset tetap ada sehingga bisa terus memberikan pendapatan.

Di sisi lain, cobalah memanfaatkan jaminan hari tua (JHT) yang difasilitasi kantor tempat bekerja. Seseorang yang sudah bekerja sejak usia 25 tahun contohnya, diperkirakan saldo JHT sudah mencapai Rp40 juta di usia 35 tahun.

Apabila dia memilih investasi dengan imbal hasil 6 persen maka setoran berkala bisa menjadi Rp4,5 juta atau lebih rendah dari sebelumnya, saat dia tak memasukkan JHT, yakni Rp4,8 juta.

"Kalau punya aset lain misalnya tanah warisan, bisa jadi sumber hidup pensiun nanti. Bisa dijual, disewakan, atau kalau misal itu sawah bisa menghasilkan panen setiap tiga bulan misalnya," kata Fitria.



Dalam hidup selalu ada risiko seperti inflasi yang pada saat tinggi akan menyebabkan risiko pada finansial sehingga biaya akan naik.

Selain itu, ada juga risiko kesehatan, sakit berat atau ringan yang mengharuskan berobat terus-menerus. Kondisi itu, kata Fitria, akan juga menguras arus kas atau laporan keuangan seseorang sehingga dia membutuhkan persiapan dana.

"Kemudian, punya aset hilang atau rusak misalnya rumah, tapi, rusak. Kalau biaya besar sebaiknya kita alihkan ke asuransi, tapi, kalau bisa ditanggung sendiri, kita siapkan pakai dana darurat," ujar Fitria.

Dia lalu menyimpulkan, demi mencapai tujuan keuangan, maka seseorang harus terus meningkatkan pendapatannya dan sebisa mungkin lebih tinggi dari inflasi. Selanjutnya, lakukan investasi, juga proteksi karena investasi tidak akan berjalan tanpa adanya pendapatan.

"Jangan lupa disiplin. Supaya disiplin kita harus punya alasan kuat mengapa harus melakukan perencanaan keuangan. Misalnya ingin saat pensiun tidak mau merepotkan anak," kata Fitria.
 
 


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Berapa besaran dana pensiun agar masa tua tak susahkan anak-anak?

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa

Editor : M Fikri Setiawan


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023