Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat mengatakan bahwa pihaknya tidak mendapatkan informasi mengenai status empat petugas kesehatan terakhir di Jalur Gaza, termasuk direktur Rumah Sakit Al-Shifa.
"Tiga petugas medis dari Bulan Sabit Merah Palestina dan tiga dari Kementerian Kesehatan ditahan," menurut pernyataan WHO mengenai penahanan petugas medis oleh militer Israel.
"Dua dari enam petugas kesehatan yang ditahan dilaporkan telah dibebaskan. Kami tidak memiliki informasi mengenai keadaan empat petugas kesehatan lainnya, termasuk direktur RS Al-Shifa," sebut pernyataan itu.
Baca juga: Spanyol nyatakan secara sepihak akui Negara Palestina meski Uni Eropa tak setuju
Pernyataan itu meminta penahanan tersebut mematuhi hak hukum dan asasi manusia.
Pernyataan itu mengatakan bahwa misi mengevakuasi pasien di rumah sakit "beresiko tinggi" karena pertempuran intensif yang berlangsung dan serangan udara di sekitar rumah sakit Al-Shifa.
"Butuh waktu 20 jam bagi tim untuk menyelesaikan evakuasi, termasuk enam jam di pos pemeriksaan di mana tim dan pasien diperiksa oleh Pasukan Pertahanan Israel. Hal ini terjadi meskipun ada kesepakatan awal untuk hanya menyaring peserta di titik asal di Rumah Sakit Al-Shifa,” menurut pernyataan itu.
Setelah pemeriksaan keamanan selama enam jam, konvoi tersebut melaju karena kondisi kesehatan beberapa pasien memburuk. Para pasien tiba di tujuan akhir mereka pada larut malam, tambah pernyataan itu.
Baca juga: Presiden Turki anggap Israel lakukan kejahatan perang
Selain itu WHO mengkhawatirkan keadaan 100 pasien dan petugas kesehatan yang masih berada di RS Al-Shifa.
Terbatasnya waktu yang dimiliki para anggota misi di rumah sakit dan urgensi untuk memprioritaskan relokasi kasus-kasus paling kritis menjadikannya sulit untuk secara tepat menentukan jumlah pasti yang tersisa, menurut pernyataan itu.
"Evakuasi ini dan lainnya diminta oleh otoritas kesehatan, petugas kesehatan dan pasien, dan menjadi penting karena RS Al-Shifa tidak lagi dapat beroperasi akibat kekurangan air, bahan bakar, persediaan medis, makanan, dan staf akibat serangan militer baru-baru ini, kata pernyataan itu.
Ditambahkan bahwa WHO dan kolaboratornya melakukan misi pada 21 November untuk mengevaluasi prioritas medis di Rumah Sakit Al Ahli di Gaza utara.
Baca juga: Menlu Retno Marsudi ungkap pemerintah sulit kontak tiga WNI di Gaza
“Al-Ahli, yang merupakan satu-satunya rumah sakit yang berfungsi di wilayah utara, harus segera dan secara teratur mendapatkan pasokan bahan bakar, air, makanan, dan pasokan medis untuk menjamin kelangsungan perawatan,” katanya.
Pernyataan tersebut mengatakan setelah misi penilaian, operasi pemindahan dilakukan bekerja sama dengan Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina, yang berhasil memindahkan 22 pasien dan 19 pendamping di Rumah Sakit Gaza Eropa pada hari berikutnya.
Serangan Israel di RS Al-Shifa
Sebelumnya pada 15 November, pasukan Israel menyerbu RS Al-Shifa, fasilitas layanan kesehatan terbesar di wilayah itu, dimana ribuan pasien dan warga sipil yang mengungsi tinggal.
Akibat serbuan itu, Israel mengklaim menemukan senjata dan kamera berkarat di bangunan itu, bukan di terowongan dan gudang amunisi, dan menjadikannya sebagai bukti. Tindakan ini memicu kritik.
Pasukan Israel telah meminta evakuasi semua orang dari rumah sakit, namun karena ketidakmampuan beberapa pasien yang terluka dan sakit untuk pergi dengan berjalan kaki, beberapa dokter dan petugas kesehatan memilih untuk tetap mendampingi di rumah sakit.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Tiga petugas medis dari Bulan Sabit Merah Palestina dan tiga dari Kementerian Kesehatan ditahan," menurut pernyataan WHO mengenai penahanan petugas medis oleh militer Israel.
"Dua dari enam petugas kesehatan yang ditahan dilaporkan telah dibebaskan. Kami tidak memiliki informasi mengenai keadaan empat petugas kesehatan lainnya, termasuk direktur RS Al-Shifa," sebut pernyataan itu.
Baca juga: Spanyol nyatakan secara sepihak akui Negara Palestina meski Uni Eropa tak setuju
Pernyataan itu meminta penahanan tersebut mematuhi hak hukum dan asasi manusia.
Pernyataan itu mengatakan bahwa misi mengevakuasi pasien di rumah sakit "beresiko tinggi" karena pertempuran intensif yang berlangsung dan serangan udara di sekitar rumah sakit Al-Shifa.
"Butuh waktu 20 jam bagi tim untuk menyelesaikan evakuasi, termasuk enam jam di pos pemeriksaan di mana tim dan pasien diperiksa oleh Pasukan Pertahanan Israel. Hal ini terjadi meskipun ada kesepakatan awal untuk hanya menyaring peserta di titik asal di Rumah Sakit Al-Shifa,” menurut pernyataan itu.
Setelah pemeriksaan keamanan selama enam jam, konvoi tersebut melaju karena kondisi kesehatan beberapa pasien memburuk. Para pasien tiba di tujuan akhir mereka pada larut malam, tambah pernyataan itu.
Baca juga: Presiden Turki anggap Israel lakukan kejahatan perang
Selain itu WHO mengkhawatirkan keadaan 100 pasien dan petugas kesehatan yang masih berada di RS Al-Shifa.
Terbatasnya waktu yang dimiliki para anggota misi di rumah sakit dan urgensi untuk memprioritaskan relokasi kasus-kasus paling kritis menjadikannya sulit untuk secara tepat menentukan jumlah pasti yang tersisa, menurut pernyataan itu.
"Evakuasi ini dan lainnya diminta oleh otoritas kesehatan, petugas kesehatan dan pasien, dan menjadi penting karena RS Al-Shifa tidak lagi dapat beroperasi akibat kekurangan air, bahan bakar, persediaan medis, makanan, dan staf akibat serangan militer baru-baru ini, kata pernyataan itu.
Ditambahkan bahwa WHO dan kolaboratornya melakukan misi pada 21 November untuk mengevaluasi prioritas medis di Rumah Sakit Al Ahli di Gaza utara.
Baca juga: Menlu Retno Marsudi ungkap pemerintah sulit kontak tiga WNI di Gaza
“Al-Ahli, yang merupakan satu-satunya rumah sakit yang berfungsi di wilayah utara, harus segera dan secara teratur mendapatkan pasokan bahan bakar, air, makanan, dan pasokan medis untuk menjamin kelangsungan perawatan,” katanya.
Pernyataan tersebut mengatakan setelah misi penilaian, operasi pemindahan dilakukan bekerja sama dengan Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina, yang berhasil memindahkan 22 pasien dan 19 pendamping di Rumah Sakit Gaza Eropa pada hari berikutnya.
Serangan Israel di RS Al-Shifa
Sebelumnya pada 15 November, pasukan Israel menyerbu RS Al-Shifa, fasilitas layanan kesehatan terbesar di wilayah itu, dimana ribuan pasien dan warga sipil yang mengungsi tinggal.
Akibat serbuan itu, Israel mengklaim menemukan senjata dan kamera berkarat di bangunan itu, bukan di terowongan dan gudang amunisi, dan menjadikannya sebagai bukti. Tindakan ini memicu kritik.
Pasukan Israel telah meminta evakuasi semua orang dari rumah sakit, namun karena ketidakmampuan beberapa pasien yang terluka dan sakit untuk pergi dengan berjalan kaki, beberapa dokter dan petugas kesehatan memilih untuk tetap mendampingi di rumah sakit.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023