TNI Angkatan Udara sejauh ini belum melibatkan pihak luar untuk menginvestigasi jatuhnya dua pesawat tempur EMB-314 Super Tucano di Pasuruan yang menyebabkan empat prajurit TNI AU gugur dalam tugas.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati menjelaskan investigasi pesawat tempur jatuh itu saat ini digelar oleh Pusat Kelaikan dan Keselamatan Terbang Kerja TNI AU (Puslaiklambangjaau) bekerja sama dengan Skadron Teknik (Skatek) Pangkalan Udara (Lanud) Abdurachman Saleh.
“Untuk investigasi, saat ini kami sudah bisa melaksanakan sendiri. Kami juga lulusan dari sekolah-sekolah investigasi di luar (negeri), yang cukup handal khususnya di bidang militer, dan kebetulan pesawat tempur Super Tucano dilengkapi dengan flight data recorder,” kata Kadispenau saat jumpa pers di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat.
Dia menambahkan umumnya pesawat tempur versi lama tidak dilengkapi dengan perangkat seperti flight data recorder (FDR), tetapi untuk model dan seri baru sudah dilengkapi dengan perangkat tersebut.
Flight data recorder merupakan perangkat pesawat yang merekam dan menyimpan data teknis pesawat, antara lain ketinggian, kecepatan, kendali dan posisi pesawat. Data tersebut berguna untuk menyelidiki penyebab pesawat manakala mengalami insiden, misalnya jatuh.
Agung mengatakan adanya perangkat seperti flight data recorder di pesawat tempur Super Tucano dapat memudahkan investigasi, terutama dari aspek waktu. Dia menyebut tidak hanya FDR, Super Tucano juga memiliki perangkat yang dapat merekam situasi sekitar pesawat (head-up display).
Walaupun demikian, kata Agung, investigasi pesawat jatuh tidak hanya menganalisa data pesawat saat kecelakaan terjadi, tetapi harus melihat rangkaian, terutama sebelum pesawat jatuh.
Dalam kesempatan yang sama, dia menyebut ada dua tim investigasi yang dikerahkan ke lokasi kejadian, yakni pertama, tim inti dan kedua, tim pendukung.
“Tim inti dari Pusat Kelaikan dan Keselamatan Terbang Kerja TNI Angkatan Udara, didampingi oleh tim dari Skadron Teknik dan Depo Teknik, selanjutnya didampingi pasukan dari Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat). Itu dua tim. Jumlah sekitar masing-masing 10, tetapi (bisa) lebih banyak lagi (karena ada yang ditugaskan) untuk angkut-angkut,” kata Kadispenau menjawab pertanyaan ANTARA.
Tim investigasi TNI AU, yang dipimpin langsung oleh Komandan Puslaiklambangjaau Marsekal Muda TNI Benedictus Benny Koessetianto, pada Jumat pagi berhasil mencapai lokasi jatuhnya pesawat, yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Tidak hanya lokasinya yang tinggi, lokasi jatuhnya pesawat juga berada di sekitar lereng gunung dan perkebunan warga.
Kadispenau menyebut tim investigasi juga berhasil memperoleh flight data recorder dua pesawat yang jatuh. Perangkat itu juga telah diangkut dan dibawa ke Lanud Abdulrachman Saleh.
“Mudah-mudahan bisa kami baca untuk bisa memberi penjelasan lebih lanjut,” kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati menjelaskan investigasi pesawat tempur jatuh itu saat ini digelar oleh Pusat Kelaikan dan Keselamatan Terbang Kerja TNI AU (Puslaiklambangjaau) bekerja sama dengan Skadron Teknik (Skatek) Pangkalan Udara (Lanud) Abdurachman Saleh.
“Untuk investigasi, saat ini kami sudah bisa melaksanakan sendiri. Kami juga lulusan dari sekolah-sekolah investigasi di luar (negeri), yang cukup handal khususnya di bidang militer, dan kebetulan pesawat tempur Super Tucano dilengkapi dengan flight data recorder,” kata Kadispenau saat jumpa pers di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat.
Dia menambahkan umumnya pesawat tempur versi lama tidak dilengkapi dengan perangkat seperti flight data recorder (FDR), tetapi untuk model dan seri baru sudah dilengkapi dengan perangkat tersebut.
Flight data recorder merupakan perangkat pesawat yang merekam dan menyimpan data teknis pesawat, antara lain ketinggian, kecepatan, kendali dan posisi pesawat. Data tersebut berguna untuk menyelidiki penyebab pesawat manakala mengalami insiden, misalnya jatuh.
Agung mengatakan adanya perangkat seperti flight data recorder di pesawat tempur Super Tucano dapat memudahkan investigasi, terutama dari aspek waktu. Dia menyebut tidak hanya FDR, Super Tucano juga memiliki perangkat yang dapat merekam situasi sekitar pesawat (head-up display).
Walaupun demikian, kata Agung, investigasi pesawat jatuh tidak hanya menganalisa data pesawat saat kecelakaan terjadi, tetapi harus melihat rangkaian, terutama sebelum pesawat jatuh.
Dalam kesempatan yang sama, dia menyebut ada dua tim investigasi yang dikerahkan ke lokasi kejadian, yakni pertama, tim inti dan kedua, tim pendukung.
“Tim inti dari Pusat Kelaikan dan Keselamatan Terbang Kerja TNI Angkatan Udara, didampingi oleh tim dari Skadron Teknik dan Depo Teknik, selanjutnya didampingi pasukan dari Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat). Itu dua tim. Jumlah sekitar masing-masing 10, tetapi (bisa) lebih banyak lagi (karena ada yang ditugaskan) untuk angkut-angkut,” kata Kadispenau menjawab pertanyaan ANTARA.
Tim investigasi TNI AU, yang dipimpin langsung oleh Komandan Puslaiklambangjaau Marsekal Muda TNI Benedictus Benny Koessetianto, pada Jumat pagi berhasil mencapai lokasi jatuhnya pesawat, yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Tidak hanya lokasinya yang tinggi, lokasi jatuhnya pesawat juga berada di sekitar lereng gunung dan perkebunan warga.
Kadispenau menyebut tim investigasi juga berhasil memperoleh flight data recorder dua pesawat yang jatuh. Perangkat itu juga telah diangkut dan dibawa ke Lanud Abdulrachman Saleh.
“Mudah-mudahan bisa kami baca untuk bisa memberi penjelasan lebih lanjut,” kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023