Peneliti ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf R Manilet mengatakan bahwa fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki pengaruh yang kuat bagi konsumen Muslim Indonesia dalam memilih produk.
Menurut Yusuf, MUI merupakan salah satu acuan utama terutama untuk konsumen Muslim di Indonesia ketika ingin mengetahui apakah produk yang dikonsumsi itu, sesuai dengan standar atau kaidah yang dipersyaratkan dalam fiqih umat Muslim itu sendiri.
"Saya kira ini secara hipotesis relatif lebih kuat jika dibandingkan dengan seruan boikot yang disampaikan beberapa pekan yang lalu," ujar Yusuf saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Ini tanggapan Coca-Cola soal boikot produk berafiliasi dukungan Israel
Yusuf menjelaskan, beberapa umat Muslim di Indonesia sangat patuh terkait seruan ataupun himbauan yang dikeluarkan oleh MUI. Artinya ketika sudah melihat atau mendengar seruan tersebut, dan tidak ada faktor yang menghalangi, secara hipotesis relatif lebih kuat jika dibandingkan dengan seruan boikot Israel.
Fatwa MUI mempengaruhi keputusan konsumen terutama konsumen Muslim di Indonesia untuk semakin ingin atau menjalankan seruan atau fatwa yang dikeluarkan tersebut.
Secara prinsip tentu konsumen Muslim akan berpikir bahwa ini merupakan bagian yang penting terutama untuk menekan Israel dalam konflik geopolitik yang melibatkan kedua negara tersebut.
Baca juga: MUI: Fatwa vaksin COVID-19 Sinovac terbit sebelum Presiden Jokowi divaksinasi
Yusuf juga mengatakan, saat ini secara global seruan boikot terhadap produk Israel semakin besar. Hal tersebut pun membuat konsumen Indonesia turut serta memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Sementara itu, dari sisi dampak terhadap sektor ritel, Yusuf berpendapat bahwa public communication dari jenama yang terafiliasi dengan Israel bisa menyampaikan posisi mereka terkait dengan konflik Palestina-Israel.
"Mereka bisa membangun argumen terkait bagaimana stand posisi mereka dalam konflik tersebut dan stand atau argumen itu ternyata bisa diterima oleh masyarakat secara umum di Indonesia maka peluang untuk kemudian "terselamatkan" dari fatwa MUI ini masih relatif ada," kata Yusuf.
Baca juga: Refleksi Fatwa Corona
Yusuf mengatakan, bila produsen tidak bisa membangun komunikasi dengan konsumen,
maka hal ini bisa memicu potensi penurunan penjualan dari produk tertentu yang terafiliasi dengan Israel.
Di sisi yang lain, konsumen memiliki beragam alternatif produk yang secara langsung maupun tidak langsung tidak terafiliasi ke Israel.
"Dalam konteks momentum, brand-brand tersebut sebenarnya bisa memanfaatkan hal ini untuk misalnya meningkatkan penjualan produk mereka," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Menurut Yusuf, MUI merupakan salah satu acuan utama terutama untuk konsumen Muslim di Indonesia ketika ingin mengetahui apakah produk yang dikonsumsi itu, sesuai dengan standar atau kaidah yang dipersyaratkan dalam fiqih umat Muslim itu sendiri.
"Saya kira ini secara hipotesis relatif lebih kuat jika dibandingkan dengan seruan boikot yang disampaikan beberapa pekan yang lalu," ujar Yusuf saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Ini tanggapan Coca-Cola soal boikot produk berafiliasi dukungan Israel
Yusuf menjelaskan, beberapa umat Muslim di Indonesia sangat patuh terkait seruan ataupun himbauan yang dikeluarkan oleh MUI. Artinya ketika sudah melihat atau mendengar seruan tersebut, dan tidak ada faktor yang menghalangi, secara hipotesis relatif lebih kuat jika dibandingkan dengan seruan boikot Israel.
Fatwa MUI mempengaruhi keputusan konsumen terutama konsumen Muslim di Indonesia untuk semakin ingin atau menjalankan seruan atau fatwa yang dikeluarkan tersebut.
Secara prinsip tentu konsumen Muslim akan berpikir bahwa ini merupakan bagian yang penting terutama untuk menekan Israel dalam konflik geopolitik yang melibatkan kedua negara tersebut.
Baca juga: MUI: Fatwa vaksin COVID-19 Sinovac terbit sebelum Presiden Jokowi divaksinasi
Yusuf juga mengatakan, saat ini secara global seruan boikot terhadap produk Israel semakin besar. Hal tersebut pun membuat konsumen Indonesia turut serta memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Sementara itu, dari sisi dampak terhadap sektor ritel, Yusuf berpendapat bahwa public communication dari jenama yang terafiliasi dengan Israel bisa menyampaikan posisi mereka terkait dengan konflik Palestina-Israel.
"Mereka bisa membangun argumen terkait bagaimana stand posisi mereka dalam konflik tersebut dan stand atau argumen itu ternyata bisa diterima oleh masyarakat secara umum di Indonesia maka peluang untuk kemudian "terselamatkan" dari fatwa MUI ini masih relatif ada," kata Yusuf.
Baca juga: Refleksi Fatwa Corona
Yusuf mengatakan, bila produsen tidak bisa membangun komunikasi dengan konsumen,
maka hal ini bisa memicu potensi penurunan penjualan dari produk tertentu yang terafiliasi dengan Israel.
Di sisi yang lain, konsumen memiliki beragam alternatif produk yang secara langsung maupun tidak langsung tidak terafiliasi ke Israel.
"Dalam konteks momentum, brand-brand tersebut sebenarnya bisa memanfaatkan hal ini untuk misalnya meningkatkan penjualan produk mereka," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023