Berbicara soal minyak dan gas Bumi (migas) di Indonesia, ada sejarah panjang yang tak bisa dilepaskan dalam pertumbuhan industrinya. Salah satunya proses pengolahan minyak mentah (crude) di Kilang Pertamina Plaju Palembang, Sumatera Selatan, menjadi berbagai produk jadi.
Merujuk sejarahnya pada buku Pertamina: Indonesian National Oil yang ditulis oleh Anderson G. Barlett, ada kilang minyak yang didirikan perusahaan asal Belanda, Shell, di Kota Palembang sekitar tahun 1904 atau 41 tahun sebelum Indonesia merdeka sebagai sebuah negara.
Setelahnya, Stanvac, perusahaan asal Amerika Serikat juga mendirikan kilang minyak di Sungai Gerong pada 1926. Posisinya berdekatan dengan Kilang Plaju, hanya dipisahkan oleh Sungai Komering.
Dua kilang itu bertugas menampung minyak mentah dari sumur minyak dari daerah Prabumulih, Pendopo, dan sekitarnya untuk diolah menjadi bahan bakar bagi kendaraan-kendaraan militer Belanda saat itu.
Ketika Perang Dunia II berkecamuk, kehadiran Kilang Plaju dan Sungai Gerong menjadi amat penting. Bahkan, tentara Sekutu memanfaatkan kilang tersebut untuk menggerakkan alat tempur mereka melawan Jepang.
Akhirnya, pada tahun 1942, pasukan penerjun Jepang menyerbu Kilang Plaju dan berhasil membumihanguskan sebagian kilang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fachriansyah, setelah Jepang kalah, dua kilang ini kembali dikuasai oleh Belanda dan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Perusahaan Nasional (PN) Pertamin yang membeli kilang Plaju pada 1965.
Baca juga: Kapasitas pengolahan Kilang Balongan Indramayu naik dari 125 ribu jadi 150 ribu barel per hari
PN Pertamin kemudian merger dengan PN Permina menjadi PN Pertamina, yang kemudian membeli kilang milik Stanvac di Sungai Gerong pada 1970.
Kilang itu awalnya didirikan pada masa kolonial Belanda dan telah mengalami berbagai perubahan dan modernisasi selama bertahun-tahun. Dalam sejarahnya, Kilang Pertamina Plaju terus berkontribusi mendukung pasokan minyak dan produk-produk turunannya bagi masyarakat Indonesia, khususnya wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Melihat sejarah dan data tersebut, Kilang Pertamina Plaju di Kota Palembang, Sumatera Selatan, merupakan kilang minyak tertua di Tanah Air, berusia lebih dari 100 tahun atau satu abad, yang hingga 2023 ini masih beroperasi dengan baik.
"Kilang kami masih beroperasi dengan baik, memproduksi berbagai bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor di darat, kapal, dan pesawat udara," kata Area Manager Communication, Relations, & CSR Siti Rachmi Indahsari.
Kilang Pertamina Plaju saat ini beroperasi dengan kapasitas produksi lebih dari 80 milles/thousand barrels per stream day (MBSD).
Berbagai produk bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar khusus (BBK) serta produk turunan lainnya diolah di kilang ini dan memenuhi 60 persen kebutuhan energi di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Saat ini kilang tersebut memproduksi Pertalite, Solar, Biosolar, Avtur, Dexlite, Marine Fuel Oil (MFO) Low Sulphur. Selain produk BBM, Kilang Pertamina Plaju juga memproduksi LPG, dan beberapa produk lain seperti SBPX, LAWS, Vacuum Residue, Polytam, serta produk Refrigerant Musicool MC-22.
Demi mempertahankan kondisi Kilang Pertamina Plaju tetap mampu beroperasi dengan baik, BUMN tersebut berupaya menjaga keandalan peralatan dengan rutin melakukan perawatan.
Sebagai salah satu aset bersejarah yang terus beroperasi hingga saat ini, perawatan (maintenance) rutin Kilang Pertamina Plaju terus dilakukan demi menjaga keandalan operasionalnya.
Kilang Pertamina Plaju minta dukungan selalu diberikan keselamatan dan dapat terus menjaga keandalan operasional, agar tetap dapat memasok energi terbaik untuk negeri.
Baca juga: Ledakan dan kebakaran di Kilang Pertamina Dumai sebabkan lima pekerja terluka
Produk diakui dunia
Salah satu produk bahan bakar minyak (BBM) yang dihasilkan dari Kilang Pertamina Plaju mendapat pengakuan dunia.
Produk bahan bakar kapal ramah lingkungan Marine Fuel Oil (MFO) Low Sulphur salah satu produk inovasi karya perwira Kilang Pertamina Plaju (PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit III Plaju) Palembang, Sumatera Selatan, mendapat pengakuan internasional.
General Manager Kilang Pertamina Plaju Yulianto Triwibowo menjelaskan bahwa produk tersebut telah diperkenalkan di hadapan para delegasi The 24th World Petroleum Congress di Calgary, Kanada yang dihelat pada September 2023.
Korporasi tersebut bertekad terus mewujudkan dan memperkenalkan inovasi-inovasi produk terbaik demi terus mengukuhkan posisi Pertamina sebagai perusahaan energi kelas dunia.
Dalam makalah berjudul The Journey of Environmental Friendly Ships Fuel Production in Indonesia', Daniswara Krisna Prabatha (Engineer I Offsite & Product Distribution Process) sebagai delegasi dari Kilang Pertamina Plaju mempresentasikan inovasi MFO LS di forum The 24th WPC Congress.
Paper yang disusun bersama Co-Author dari tim Cucuba yang dipimpin Endah Purbarani (Manager RBO) sebagai Team Leader, beranggotakan Murtina Dwi Lastuti, Aliefita Rakhim Sukmawati, Vico Kurniawan Susditianto, Wahyu Solihin, Budi Yulianto, dan Dede Pratama.
Kilang Pertamina Plaju berkomitmen menginovasikan produk-produk unggulan seperti bahan bakar ramah lingkungan serta beragam produk petrokimia.
Marine Fuel Oil Low Sulphur atau bahan bakar kapal dengan kandungan sulfur yang rendah adalah jenis bahan bakar yang digunakan dalam industri perkapalan, khususnya setelah diberlakukannya peraturan internasional yang ketat terkait emisi sulfur (belerang) dari kapal laut, yang dikeluarkan International Maritime Organization (IMO) pada 2020.
MFO LS merupakan salah satu alternatif ramah lingkungan untuk bahan bakar kapal karena menghasilkan emisi sulfur (belerang) yang lebih rendah.
Selain itu, penggunaan MFO LS juga dapat membantu mengurangi pembentukan hujan asam dan pencemaran udara lainnya.
Pertamina ingin melakukan transisi untuk menghasilkan lebih banyak produk petrokimia, meskipun Pertamina memproduksi bahan bakar, bensin, solar dan juga non bahan bakar seperti sulfat.
Setelah inovasi tersebut, pada masa depan, korporasi tersebut akan membuat lebih banyak produk petrokimia seperti aromatik, paraxylene dan juga olefin, ethylene, propylene.
Produk MFO LS ini diolah oleh Kilang Pertamina Plaju setelah melewati serangkaian tahapan research & development (R&D) dengan bahan baku vacuum residue sebagai low valuable product yang berpotensi untuk ditingkatkan (upgrade) menjadi MFO LS sebagai high valuable product.
Selain itu, produksi MFO LS juga dilatarbelakangi permintaan yang terbuka lebar di pasar domestik dan internasional, mengingat keterbatasan bahan bakar kapal yang memenuhi regulasi IMO sehingga industri kapal harus memasang scrubber di exhaust kapal untuk menurunkan emisi.
Apalagi pada akhir 2021, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi RI telah menyampaikan kesiapan Indonesia dalam Decarbonizing & Desulphurizing Shipping dengan kebutuhan MFO rendah sulfur dalam negeri dipenuhi 100 persen produksi Indonesia.
Lokasi yang strategis dekat dengan sumber bahan baku (sumur minyak) dan memiliki karakteristik spesifikasi minyak mentah untuk memenuhi produk sesuai dengan target spesifikasi.
Terdapat kesempatan pengembangan non-valuable product (vacuum residue) dan tuntutan produk ramah lingkungan.
Mengingat RU III Plaju yang memiliki fasilitas kilang, tanki dan dermaga (jetty) yang beroperasi dengan aman dan andal, ditambah kondisi geografisnya yang dekat dengan Sungai Musi sebagai sarana transportasi produk ke pasar (market) domestik dan internasional, maka produksi MFO LS pun mendapat ekosistem yang suportif.
Inovasi produk tersebut merupakan yang pertama di Indonesia. Inilah yang membuat produk ini semakin unggul dan mendunia. Kualitas sulfur MFO LS dari RU III (Refinery Unit III) dianggap sebagai terbaik di kelasnya dibandingkan dengan rata-rata sulfur kualitas VLSFO (very low sulphur bahan bakar minyak) secara global.
Sepanjang 2022, nilai penjualan produk MFO LS mencapai USD 626 juta dolar Amerika Serikat (USD), sementara hingga year to date (YTD) Agustus 2023 nilai penjualan telah mencapai 404 juta dolar AS, dan hampir 50 persen diekspor untuk konsumen di mancanegara.
Proyek yang dijalankan Kilang Pertamina Plaju dalam menjadi inisiator bisnis MFO LS sebagai bahan bakar kapal ramah lingkungan ini, juga berhasil mengantarkan Direktur Operasi PT KPI Didik Bahagia memperoleh Penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI pada Senin (2/10).
Melalui produk MFO LS ini, Kilang Pertamina Plaju secara konkret berkontribusi mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals
(SDGs) ketujuh berkaitan dengan energi yang andal, berkelanjutan dan modern untuk semua.
Selain itu juga mendukung terpenuhinya sisi lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik (environmental, social, and governance -ESG), , terutama pada aspek pengelolaan yang ramah lingkungan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Merujuk sejarahnya pada buku Pertamina: Indonesian National Oil yang ditulis oleh Anderson G. Barlett, ada kilang minyak yang didirikan perusahaan asal Belanda, Shell, di Kota Palembang sekitar tahun 1904 atau 41 tahun sebelum Indonesia merdeka sebagai sebuah negara.
Setelahnya, Stanvac, perusahaan asal Amerika Serikat juga mendirikan kilang minyak di Sungai Gerong pada 1926. Posisinya berdekatan dengan Kilang Plaju, hanya dipisahkan oleh Sungai Komering.
Dua kilang itu bertugas menampung minyak mentah dari sumur minyak dari daerah Prabumulih, Pendopo, dan sekitarnya untuk diolah menjadi bahan bakar bagi kendaraan-kendaraan militer Belanda saat itu.
Ketika Perang Dunia II berkecamuk, kehadiran Kilang Plaju dan Sungai Gerong menjadi amat penting. Bahkan, tentara Sekutu memanfaatkan kilang tersebut untuk menggerakkan alat tempur mereka melawan Jepang.
Akhirnya, pada tahun 1942, pasukan penerjun Jepang menyerbu Kilang Plaju dan berhasil membumihanguskan sebagian kilang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fachriansyah, setelah Jepang kalah, dua kilang ini kembali dikuasai oleh Belanda dan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Perusahaan Nasional (PN) Pertamin yang membeli kilang Plaju pada 1965.
Baca juga: Kapasitas pengolahan Kilang Balongan Indramayu naik dari 125 ribu jadi 150 ribu barel per hari
PN Pertamin kemudian merger dengan PN Permina menjadi PN Pertamina, yang kemudian membeli kilang milik Stanvac di Sungai Gerong pada 1970.
Kilang itu awalnya didirikan pada masa kolonial Belanda dan telah mengalami berbagai perubahan dan modernisasi selama bertahun-tahun. Dalam sejarahnya, Kilang Pertamina Plaju terus berkontribusi mendukung pasokan minyak dan produk-produk turunannya bagi masyarakat Indonesia, khususnya wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Melihat sejarah dan data tersebut, Kilang Pertamina Plaju di Kota Palembang, Sumatera Selatan, merupakan kilang minyak tertua di Tanah Air, berusia lebih dari 100 tahun atau satu abad, yang hingga 2023 ini masih beroperasi dengan baik.
"Kilang kami masih beroperasi dengan baik, memproduksi berbagai bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor di darat, kapal, dan pesawat udara," kata Area Manager Communication, Relations, & CSR Siti Rachmi Indahsari.
Kilang Pertamina Plaju saat ini beroperasi dengan kapasitas produksi lebih dari 80 milles/thousand barrels per stream day (MBSD).
Berbagai produk bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar khusus (BBK) serta produk turunan lainnya diolah di kilang ini dan memenuhi 60 persen kebutuhan energi di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Saat ini kilang tersebut memproduksi Pertalite, Solar, Biosolar, Avtur, Dexlite, Marine Fuel Oil (MFO) Low Sulphur. Selain produk BBM, Kilang Pertamina Plaju juga memproduksi LPG, dan beberapa produk lain seperti SBPX, LAWS, Vacuum Residue, Polytam, serta produk Refrigerant Musicool MC-22.
Demi mempertahankan kondisi Kilang Pertamina Plaju tetap mampu beroperasi dengan baik, BUMN tersebut berupaya menjaga keandalan peralatan dengan rutin melakukan perawatan.
Sebagai salah satu aset bersejarah yang terus beroperasi hingga saat ini, perawatan (maintenance) rutin Kilang Pertamina Plaju terus dilakukan demi menjaga keandalan operasionalnya.
Kilang Pertamina Plaju minta dukungan selalu diberikan keselamatan dan dapat terus menjaga keandalan operasional, agar tetap dapat memasok energi terbaik untuk negeri.
Baca juga: Ledakan dan kebakaran di Kilang Pertamina Dumai sebabkan lima pekerja terluka
Produk diakui dunia
Salah satu produk bahan bakar minyak (BBM) yang dihasilkan dari Kilang Pertamina Plaju mendapat pengakuan dunia.
Produk bahan bakar kapal ramah lingkungan Marine Fuel Oil (MFO) Low Sulphur salah satu produk inovasi karya perwira Kilang Pertamina Plaju (PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit III Plaju) Palembang, Sumatera Selatan, mendapat pengakuan internasional.
General Manager Kilang Pertamina Plaju Yulianto Triwibowo menjelaskan bahwa produk tersebut telah diperkenalkan di hadapan para delegasi The 24th World Petroleum Congress di Calgary, Kanada yang dihelat pada September 2023.
Korporasi tersebut bertekad terus mewujudkan dan memperkenalkan inovasi-inovasi produk terbaik demi terus mengukuhkan posisi Pertamina sebagai perusahaan energi kelas dunia.
Dalam makalah berjudul The Journey of Environmental Friendly Ships Fuel Production in Indonesia', Daniswara Krisna Prabatha (Engineer I Offsite & Product Distribution Process) sebagai delegasi dari Kilang Pertamina Plaju mempresentasikan inovasi MFO LS di forum The 24th WPC Congress.
Paper yang disusun bersama Co-Author dari tim Cucuba yang dipimpin Endah Purbarani (Manager RBO) sebagai Team Leader, beranggotakan Murtina Dwi Lastuti, Aliefita Rakhim Sukmawati, Vico Kurniawan Susditianto, Wahyu Solihin, Budi Yulianto, dan Dede Pratama.
Kilang Pertamina Plaju berkomitmen menginovasikan produk-produk unggulan seperti bahan bakar ramah lingkungan serta beragam produk petrokimia.
Marine Fuel Oil Low Sulphur atau bahan bakar kapal dengan kandungan sulfur yang rendah adalah jenis bahan bakar yang digunakan dalam industri perkapalan, khususnya setelah diberlakukannya peraturan internasional yang ketat terkait emisi sulfur (belerang) dari kapal laut, yang dikeluarkan International Maritime Organization (IMO) pada 2020.
MFO LS merupakan salah satu alternatif ramah lingkungan untuk bahan bakar kapal karena menghasilkan emisi sulfur (belerang) yang lebih rendah.
Selain itu, penggunaan MFO LS juga dapat membantu mengurangi pembentukan hujan asam dan pencemaran udara lainnya.
Pertamina ingin melakukan transisi untuk menghasilkan lebih banyak produk petrokimia, meskipun Pertamina memproduksi bahan bakar, bensin, solar dan juga non bahan bakar seperti sulfat.
Setelah inovasi tersebut, pada masa depan, korporasi tersebut akan membuat lebih banyak produk petrokimia seperti aromatik, paraxylene dan juga olefin, ethylene, propylene.
Produk MFO LS ini diolah oleh Kilang Pertamina Plaju setelah melewati serangkaian tahapan research & development (R&D) dengan bahan baku vacuum residue sebagai low valuable product yang berpotensi untuk ditingkatkan (upgrade) menjadi MFO LS sebagai high valuable product.
Selain itu, produksi MFO LS juga dilatarbelakangi permintaan yang terbuka lebar di pasar domestik dan internasional, mengingat keterbatasan bahan bakar kapal yang memenuhi regulasi IMO sehingga industri kapal harus memasang scrubber di exhaust kapal untuk menurunkan emisi.
Apalagi pada akhir 2021, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi RI telah menyampaikan kesiapan Indonesia dalam Decarbonizing & Desulphurizing Shipping dengan kebutuhan MFO rendah sulfur dalam negeri dipenuhi 100 persen produksi Indonesia.
Lokasi yang strategis dekat dengan sumber bahan baku (sumur minyak) dan memiliki karakteristik spesifikasi minyak mentah untuk memenuhi produk sesuai dengan target spesifikasi.
Terdapat kesempatan pengembangan non-valuable product (vacuum residue) dan tuntutan produk ramah lingkungan.
Mengingat RU III Plaju yang memiliki fasilitas kilang, tanki dan dermaga (jetty) yang beroperasi dengan aman dan andal, ditambah kondisi geografisnya yang dekat dengan Sungai Musi sebagai sarana transportasi produk ke pasar (market) domestik dan internasional, maka produksi MFO LS pun mendapat ekosistem yang suportif.
Inovasi produk tersebut merupakan yang pertama di Indonesia. Inilah yang membuat produk ini semakin unggul dan mendunia. Kualitas sulfur MFO LS dari RU III (Refinery Unit III) dianggap sebagai terbaik di kelasnya dibandingkan dengan rata-rata sulfur kualitas VLSFO (very low sulphur bahan bakar minyak) secara global.
Sepanjang 2022, nilai penjualan produk MFO LS mencapai USD 626 juta dolar Amerika Serikat (USD), sementara hingga year to date (YTD) Agustus 2023 nilai penjualan telah mencapai 404 juta dolar AS, dan hampir 50 persen diekspor untuk konsumen di mancanegara.
Proyek yang dijalankan Kilang Pertamina Plaju dalam menjadi inisiator bisnis MFO LS sebagai bahan bakar kapal ramah lingkungan ini, juga berhasil mengantarkan Direktur Operasi PT KPI Didik Bahagia memperoleh Penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI pada Senin (2/10).
Melalui produk MFO LS ini, Kilang Pertamina Plaju secara konkret berkontribusi mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals
(SDGs) ketujuh berkaitan dengan energi yang andal, berkelanjutan dan modern untuk semua.
Selain itu juga mendukung terpenuhinya sisi lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik (environmental, social, and governance -ESG), , terutama pada aspek pengelolaan yang ramah lingkungan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023