Sidang Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materiil atas UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang dimohonkan oleh 15 serikat buruh, diwarnai oleh aksi unjuk rasa dari massa Partai Buruh dan serikat buruh di sekitar Gedung MK, Jakarta, pada Senin 2 Oktober 2023.

Pimpinan serikat buruh baik selaku pemohon maupun yang tergabung dalam AASB (Aliansi Aksi Sejuta Buruh) langsung memimpin aksi, di antaranya, Jumhur Hidayat dari KSPSI, Rudi HB Daman dari GSBI, Djoko Heryono dari SPN, Daeng Wahidin dari PPMI, Sunarti dari SBSI'92, Sabda Pranawa dari ASPEK Indonesia, Andi Baso Rukman dari KSPN, dan Syaefuddin dari FBK.

Kericuhan terjadi saat majelis hakim MK menyatakan dalil para pemohon tidak bisa diterima dan langsung dilampiaskan dengan melempari baliho raksasa bergambar sembilan hakim MK, membakar berbagai spanduk dan kayu-kayu dan teriakan-teriakan Jokowi lengser.

Baca juga: Usai aksi 10 Agustus, AASB serukan buruh untuk siaga penuh untuk aksi berikutnya

Kemudian serikat-serikat buruh pemohon yang juga tergabung dalam AASB tersebut mencoba merangsek mendekati Gedung MK namun terhalang oleh massa Partai Buruh yang telah tiba di sekitar Gedung MK terlebih dahulu. 
 
Aksi massa AASB (Aliansi Aksi Sejuta Buruh) saat Sidang Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materiil atas UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja di sekitar Gedung MK Jakarta, pada Senin 2 Oktober 2023. (Foto rilis).

Lantaran terhalang saat ingin mendekat itulah, sempat terjadi saling dorong  antara massa AASB dan massa Partai Buruh untuk mendekati Gedung MK. Akhirnya berhasil diredam oleh pimpinan aksi dari kedua kubu dari masing-masing mobil komandonya.

Baca juga: Aliansi Aksi Sejuta Buruh siap turun ke jalan pada 10 Agustus 2023

Sebelumnya, dari atas mobil komando, Ketua Umum DPP KSPSI Jumhur Hidayat yang juga Koordinator AASB menyampaikan kekecewaan terhadap hakim MK yang disebutnya telah menjilat ludahnya sendiri.

"Ada klausul tafsir MK pada tahun 2020 yang menyatakan yang dimaksud dengan sidang berikutnya adalah sidang DPR pertama setelah reses untuk memutuskan suatu Perppu disetujui atau ditolak. DPR memutuskan persetujuan Perppu Cipta Kerja pada masa sidang berikutnya lagi dan ini berarti kegentingan yang memaksa sebagai syarat absolut lahirnya Perppu itu adalah bohong belaka. Harusnya MK menyatakan cacat formil, tapi nyatanya malah mengesahkan. Ini artinya MK telah menjilat-jilat ludahnya sendiri dengan melanggar tafsir MK sendiri dan membenarkan pelanggaran konstitusi UUD 1945," kata Jumhur.

Karena itu Jumhur menyatakan bahwa MK telah tunduk pada Pemerintah maupun DPR.

Mengakhiri pidatonya, Jumhur meminta peserta aksi tidak merusak atau membakar berbagai fasilitas publik.

Setelah berunjuk rasa, massa pun membubarkan diri, untuk kembali menggelar aksi serupa pada kesempatan mendatang dengan tetap pada tuntutan pencabutan UU Cipta Kerja.

Pewarta: Rilis

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023