Cikarang, Bekasi (Antara Megapolitan) - Kejaksaan Negeri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada tahun ini hingga pertengahan Desember menangani 796 perkara.

"Dari jumlah itu, 586 perkara tindak pidana umum telah dieksekusi," kata Kepala Kejari Cikarang, Risman Tarihorang di Kabupaten Bekasi, Selasa.

Dalam penanganan ini ada dua kategori yaitu prapenuntutan dan penuntutan. Keduanya ditargetkan 530, tetapi pada pelaksanaannya menjadi 552 perkara.

Menurut dia guna menyelesaikan perkara ini enam penyidik melakukan pemeriksaan dalam enam kasus (hitungan bulan). Serta dapat mengeksekusi sembilan perkara.

Di bidang perdata dan tata usaha negara, berhasil diselesaikan 73 perkara dalam penanganan dan penyelesaian perkara nonlitigasi dengan pagu Rp6.000.000.

"Dari jumlah 73 SKK nonlitigasi, dari 54 SKK BPJS Ketenagakerjaan untuk melakukan penagihan iuran senilai Rp8.712.192.805, berhasil ditagihkan Rp4.889.129.308," kata Risman.

Sementara itu Kepala Seksi PTUN Kejari Cikarang, Anton Laranono membenarkan pernyataan kepala kejaksaan, bahkan saat ini sedang dilakukan penyelesaian kasus BPJS Ketenagakerjaan, yang tengah berurusan dengan perusahaan setempat.

Kasus itu menyeret 55 perusahaan menunggak BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan di Kabupaten Bekasi. Tunggakan tersebut diketahui telah berlangsung sejak 2015 dengan jumlah mencapai Rp 8.840.647.283. Jumlah tunggakan itu kini ditangani Seksi PTUN Kejari Cikarang.

Berdasarkan data Kejari, 54 perusahaan menunggak BPJS Ketenagakerjaan dengan jumlah mencapai Rp8.712.192.805. Dari jumlah tersebut, Rp4.889.129.309 berhasil dilakukan penagihan.

Sedangkan satu perusahaan lainnya menunggak BPJS Kesehatan dengan nominal Rp128.454.478. Tunggakan ini masih dalam proses negosiasi.

Tunggakan itu muncul karena ada perbedaan data antara perusahaan dengan pihak BPJS. Banyak perusahaan yang melakukan sanggahan atas data yang diterbitkan BPJS.

"Data perusahaan itu banyak yang tidak sesuai dengan BPJS. Data BPJS misalnya Rp100 juta, tapi perusahaan cuma mengakui Rp50 juta. Itu yang menjadi permasalahan yang banyak terjadi. Maka JPN melakukan mediasi supaya permasalahan itu selesai," katanya.

Berdasarkan Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, kata Anton, setiap perusahaan wajib memberikan data ke BPJS paling telat tanggal 20 setiap bulan.

Jika data tersebut tidak diberikan, maka perusahaan dapat dikenai sanksi. Penjatuhan sanksi tersebut bukan kewenangan BPJS.

"Sanksinya bisa berupa administrasi, pembekuan hingga penutupan perusahaan. Namun, BPJS tidak berwenang sehingga harus bekerja sama dengan instansi yang terkait baik kejaksaan, pemerintah maupun kepolisian," katanya.

Pewarta: Mayolus Fajar D

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016