Kepala Disaster Risk Reduction Center (DRRC) Universitas Indonesia (UI)
Prof. Fatma Lestari menyatakan kebakaran di museum nasional seharusnya tidak berdampak besar jika melakukan mitigasi pencegahan kebakaran khususnya di objek vital nasional seperti Museum Nasional.
Prof. Fatma Lestari yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), di Kampus UI, Depok, Kamis, menanggapi terjadinya kebakaran Museum Nasional yang memberikan dampak dan pembelajaran yang mendalam.
Kurang lebih terdapat 817 ribu koleksi yang usianya ratusan hingga ribuan tahun di enam ruangan pun ikut terdampak.
Prof. Fatma Lestari menyatakan tahap pertama adalah implementasi fire safety/ keselamatan kebakaran. Di antara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan identifikasi risiko kebakaran serta apa saja yang mungkin terjadi di objek vital nasional tersebut.
Yang kedua adalah kaji risiko K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) untuk mengetahui area mana yang merupakan gap atau harus diimprovisasi. Salah satu yang dapat dilakukan adalah mulai dari pengecekan alat deteksi api/ smoke detector.
Ketiga adalah adanya sistem proteksi kebakaran. Sistem proteksi kebakaran aktif merupakan salah satu hal yang harus ada di dalamnya dan yang akan mengantisipasi ketika terjadi kebakaran. Kemudian juga sistem proteksi untuk pemadaman kebakaran.
“Untuk obvitnas (objek vital nasional) sebaiknya sistem proteksi kebarakarannya khusus, mulai dari pendeteksi apinya yang terintegrasi dengan kantor pemadam kebakaran. Sehingga ketika terdeteksi api yang masih awal dapat segera terpadamkan,” ungkap Prof. Fatma Lestari.
Keempat ialah adanya Emergency Respons Team yang ada di gedung tersebut. Jika sudah ada harus diperkuat sehingga ketika api masih kecil bisa dipadamkan.
Yang terakhir atau kelima adalah implementasi CSMS (contractor safety manajemen system). Mengingat kebakaran ini diduga dari bedeng tukang “pekerja bangunan” yang melakukan renovasi, maka menurut saya Contractor Safety Manajemeng System harus diimplementasikan. Ketika vendor mulai bekerja di obvitnas atau pun gedung-gedung penting lainnya itu harus ada komitmen terhadap K3 terlebih dahulu.
“Yang namanya mengundang tamu/orang bekerja di tempat kita maka harus dipastikan bahwa vendor tersebut menerapkan K3. Karena kalau tidak yang terkena dampaknya adalah tuan rumah/ pemilik gedung,” jelas guru besar yang juga kepala Pusat Pengembangan Risiko Bencana UI.
Perencanaan dan perlakuan untuk Museum Nasional itu khusus, mengingat banyak simpanan barang-barang bersejarah. Tujuan lainnya adalah agar tidak merusak benda-benda bersejarah, tidak boleh sisa proteksi kebakaran mengandung air karena itu akan merusak benda-benda bersejarah.
Prof. Fatma menegaskan bahwa di Museum Nasional harus ada unit Keselamatan Kerja, Kesehatan, dan Lingkungan (K3L)/HSE (Health, Safety, and Environment). Maka dengan adanya unit tersebut tentunya semua program K3 dapat dijalankan. Mulai dari kaji risiko, keberadaan tim tanggap darurat, adanya tim yang mengatur seluruh kebijakan dan prosedur apa yang harus dilakukan.
Sehingga akhirnya akan seperti di perusahaan yang memiliki program misalnya fire drill, inspeksi ke seluruh bangunan termasuk ke sistem kelistrikan untuk mencegah terjadinya konsleting.
“Tapi intinya begini, kalau sistem jika sistemnya bekerja dengan baik, ketika api kecil itu akan segera dapat terdeteksi kemudian dipadamkan,” ungkap Prof. Fatma.
Jika terjadi kebakaran yang sangat besar ada dua kemungkinan. Pertama ada sistem proteksi kebakaran tapi tidak bekerja, atau tidak ada sistem proteksi kebakaran yang memang diterapkan.
Termasuk juga kesiapsiagaan dari tim tanggap darurat, harus dipertanyakan apakah mereka sudah paham apa yang harus dilakukan termasuk dan sudah melakukan pelatihan, simulasi atau tidak serta apakah ada fire drill.
“Semua ini menurut saya berawal kalau bisa semua gedung-gedung objek vital nasional dan juga gedung-gedung atau institusi dari situ program mitigasi bisa dijalankan. Dan yang paling penting kalau Jika kalau memang berasal dari kontraktror,maka ketika membawa kontraktor masuk ke dalam tempat kita untuk bekerja harus pastikan bahwa kontraktor tersebut menerapkan K3, karena kalau tidak saaat terjadi kebakaran yang rugi itu yang punya rumah,” papar Prof. Fatma Lestari.
Untuk lebih memastikan penyebab dan apa yang harusnya dijadikan prioritas perbaikan ke depannya guru besar K3 FKM UI ini menunggu hasil investigasi.
“Menurut saya ini sebuah pembelajaran yang luar biasa bagi kita bangsa Indonesia untuk mencegah hal-hal ini. Ini sebetulnya kejadian kebakaran bisa dicegah tetapi memang sekarang perlu upaya diawal pencegahan jangan di belakang. Pencegahan kebakaran bisa dilakukan misalnya dengan kebijakan larangan merokok,larangan menginap di area kerja, membawa benda mudah terbakar dan CSMS," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Prof. Fatma Lestari menyatakan kebakaran di museum nasional seharusnya tidak berdampak besar jika melakukan mitigasi pencegahan kebakaran khususnya di objek vital nasional seperti Museum Nasional.
Prof. Fatma Lestari yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), di Kampus UI, Depok, Kamis, menanggapi terjadinya kebakaran Museum Nasional yang memberikan dampak dan pembelajaran yang mendalam.
Kurang lebih terdapat 817 ribu koleksi yang usianya ratusan hingga ribuan tahun di enam ruangan pun ikut terdampak.
Prof. Fatma Lestari menyatakan tahap pertama adalah implementasi fire safety/ keselamatan kebakaran. Di antara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan identifikasi risiko kebakaran serta apa saja yang mungkin terjadi di objek vital nasional tersebut.
Yang kedua adalah kaji risiko K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) untuk mengetahui area mana yang merupakan gap atau harus diimprovisasi. Salah satu yang dapat dilakukan adalah mulai dari pengecekan alat deteksi api/ smoke detector.
Ketiga adalah adanya sistem proteksi kebakaran. Sistem proteksi kebakaran aktif merupakan salah satu hal yang harus ada di dalamnya dan yang akan mengantisipasi ketika terjadi kebakaran. Kemudian juga sistem proteksi untuk pemadaman kebakaran.
“Untuk obvitnas (objek vital nasional) sebaiknya sistem proteksi kebarakarannya khusus, mulai dari pendeteksi apinya yang terintegrasi dengan kantor pemadam kebakaran. Sehingga ketika terdeteksi api yang masih awal dapat segera terpadamkan,” ungkap Prof. Fatma Lestari.
Keempat ialah adanya Emergency Respons Team yang ada di gedung tersebut. Jika sudah ada harus diperkuat sehingga ketika api masih kecil bisa dipadamkan.
Yang terakhir atau kelima adalah implementasi CSMS (contractor safety manajemen system). Mengingat kebakaran ini diduga dari bedeng tukang “pekerja bangunan” yang melakukan renovasi, maka menurut saya Contractor Safety Manajemeng System harus diimplementasikan. Ketika vendor mulai bekerja di obvitnas atau pun gedung-gedung penting lainnya itu harus ada komitmen terhadap K3 terlebih dahulu.
“Yang namanya mengundang tamu/orang bekerja di tempat kita maka harus dipastikan bahwa vendor tersebut menerapkan K3. Karena kalau tidak yang terkena dampaknya adalah tuan rumah/ pemilik gedung,” jelas guru besar yang juga kepala Pusat Pengembangan Risiko Bencana UI.
Perencanaan dan perlakuan untuk Museum Nasional itu khusus, mengingat banyak simpanan barang-barang bersejarah. Tujuan lainnya adalah agar tidak merusak benda-benda bersejarah, tidak boleh sisa proteksi kebakaran mengandung air karena itu akan merusak benda-benda bersejarah.
Prof. Fatma menegaskan bahwa di Museum Nasional harus ada unit Keselamatan Kerja, Kesehatan, dan Lingkungan (K3L)/HSE (Health, Safety, and Environment). Maka dengan adanya unit tersebut tentunya semua program K3 dapat dijalankan. Mulai dari kaji risiko, keberadaan tim tanggap darurat, adanya tim yang mengatur seluruh kebijakan dan prosedur apa yang harus dilakukan.
Sehingga akhirnya akan seperti di perusahaan yang memiliki program misalnya fire drill, inspeksi ke seluruh bangunan termasuk ke sistem kelistrikan untuk mencegah terjadinya konsleting.
“Tapi intinya begini, kalau sistem jika sistemnya bekerja dengan baik, ketika api kecil itu akan segera dapat terdeteksi kemudian dipadamkan,” ungkap Prof. Fatma.
Jika terjadi kebakaran yang sangat besar ada dua kemungkinan. Pertama ada sistem proteksi kebakaran tapi tidak bekerja, atau tidak ada sistem proteksi kebakaran yang memang diterapkan.
Termasuk juga kesiapsiagaan dari tim tanggap darurat, harus dipertanyakan apakah mereka sudah paham apa yang harus dilakukan termasuk dan sudah melakukan pelatihan, simulasi atau tidak serta apakah ada fire drill.
“Semua ini menurut saya berawal kalau bisa semua gedung-gedung objek vital nasional dan juga gedung-gedung atau institusi dari situ program mitigasi bisa dijalankan. Dan yang paling penting kalau Jika kalau memang berasal dari kontraktror,maka ketika membawa kontraktor masuk ke dalam tempat kita untuk bekerja harus pastikan bahwa kontraktor tersebut menerapkan K3, karena kalau tidak saaat terjadi kebakaran yang rugi itu yang punya rumah,” papar Prof. Fatma Lestari.
Untuk lebih memastikan penyebab dan apa yang harusnya dijadikan prioritas perbaikan ke depannya guru besar K3 FKM UI ini menunggu hasil investigasi.
“Menurut saya ini sebuah pembelajaran yang luar biasa bagi kita bangsa Indonesia untuk mencegah hal-hal ini. Ini sebetulnya kejadian kebakaran bisa dicegah tetapi memang sekarang perlu upaya diawal pencegahan jangan di belakang. Pencegahan kebakaran bisa dilakukan misalnya dengan kebijakan larangan merokok,larangan menginap di area kerja, membawa benda mudah terbakar dan CSMS," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023