Jakarta (Antara Megapolitan) - Gempa berkekuatan 6,4 Skala Richter (SR) mengguncang Aceh, Rabu (7/12) pukul 05.03 WIB.

Informasi yang diperoleh BMKG, pusat gempa berada 18 kilometer  timur laut Kabupaten Pidie Jaya dengan kedalaman 10 kilometer atau termasuk gempa dangkal.

Gempa yang dirasakan hampir seluruh Aceh itu tergolong kencang, sehingga mengejutkan warga. Warga yang berada di pesisir pantai, berhamburan menuju kawasan yang lebih tinggi. Mereka trauma dengan tsunami yang terjadi 24 Desember 2004, setengah jam setelah gempa 8,9 SR.

Daerah tumbukan lempeng Hindia-Australia yang bergerak menekan  lempeng Eurasia di sebelah barat Pulau Sumatera dengan pergerakan tujuh cm per tahun selalu menjadi daerah potensial gempa.

Setelah  gempa bumi berkekuatan 7,9 skala Richter di Nepal, 25 April 2015 dengan korban tewas 2.300 orang, seorang ahli gempa memperkirakan gempa dahsyat selanjutnya akan terjadi di beberapa lokasi yang  selama ini belum melepaskan energi tumbukan terbesarnya. Salah satunya adalah gempa di lepas pantai barat Sumatera itu.

"Tempat di mana anda akan benar-benar bergidik karena memikirkan apa yang akan terjadi adalah Teheran-Iran, Karachi-Pakistan, Padang-a dan Lima,Peru," jelas Brian Tucker, Presiden GeoHazards, seperti diberitakan Time  edisi 27 April 2015.

Ia menyebut juga gempa di lepas pantai sebelah barat Padang, Sumatera itu mempunyai kekuatan sangat besar.

Lokasi lain yang disebut juga  Selandia Baru, Jepang, dan Turki (di kawasan Istanbul) dan Chile memiliki risiko tinggi akan gempa. Karena negara-negara tersebut dilalui lempeng tektonik yang berada di bawah tekanan.

Selandia baru sudah terbukti mengalami gempa kuat 7,4 SR pada 14 November 2016   dan berikutnya  tanggal 21 November 2016 Jepang kembali diguncang gempa kuat di prefektur Miyagi dengan kekuatan 7,3 SR. Gempa di Selandia Baru dan Jepang itu mengulang kejadian di tahun 2011.

Setiap gempa mempunyai siklus dan  ada wilayah yang sudah lama belum ada catatan gempa besar atau seismic gap, pertama  di kawasan mulai Pulau Pagai sampai  sampai Pulau Enggano.  Kedua  daerah  yang melingkari pulau Siberut, Sipora dan Pagai.  Di kedua zona itu  belum pernah ada catatan gempa besar sehingga potensi terjadinya gempa dahsyat tinggal menunggu waktu.

Dua kawasan itu dianggap terjadi tumbukan dua lempeng yang terkunci cukup lama sehingga ketika energinya keluar bisa di atas sembilan SR atau disebut megatrush Mentawai.  Dalam sejarahnya di sekitar Mentawai pernah terjadi gempa dahsyat dengan kekuatan 8,9 pada tahun 1833 dan di 1797 dengan kekuatan 8,4 SR.

Daerah di Sumatera yang terancam tsunami antara lain Kota Padang, yang menurut simulasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan kekuatan sekitar 9 SR di Kepulauan Mentawai maka terjangan tsunami akan mencapai 15 kilometer masuk ke Kota Padang dihitung dari garis pantai dengan ketinggian gelombang tsunami di pantai antara lima sampai enam meter.

Selain Padang, tsunami juga menganam Kota Bengkulu dengan tinggi tsunami bisa mencapai lima meter. Sampai saat ini, belum ada teknologi yang bisa meramalkan suatu gempa dan tsunami secara akurat. Para ahli baru bisa sebatas melihat potensinya berdasarkan catatan gempa sebelumya dan analisis pergerakan lempeng bumi.

Selatan Jawa

Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo  Widodo  juga memperkirakan adanya potensi gempa megatrust ada di selatan Selat Sunda dan selatan Pulau Jawa.

"Itu berdasarkan peta gempa nasional yang menyatakan daerah itu memiliki potensi gempa besar yang juga berpotensi tsunami," katanya.

Tsunami 20 meter

Zona tumbukan lempeng bumi di bawah laut Selat Sunda berpotensi gempa bumi hingga 9 SR. Gempa ini bisa memicu tsunami hingga lebih dari 20 meter di pesisir Banten dan Lampung. Potensi gempa raksasa di zona subduksi (tumbukan lempeng) Selat Sunda itu disimpulkan dari keberadaan seismic gap sepanjang 350-550 kilometer (km).

Zona yang belum ada catatan gempa itu sangat mungkin menyimpan potensi gempa raksasa karena energi dari gesekan dua lempeng bumi masih tersimpan.

Potensi gempa lain yang mengintai di selatan Jawa adalah wilayah di antara Pangandaran dan Banyuwangi. Dua daerah itu pernah mengalami gempa 7,8 SR yang menimbulkan tsunami masing-masing pada 2006 dan 1994. Di antara dua wilayah itu belum pernah ada catatan gempa sehingga potensi terjadi gempa dengan kekuatan di atas 7,8 SR juga sangat besar.

Megatrust di selatan Jawa itu juga mengancam  kota di pinggir pantai antara lain Pangandaran, Cilacap dan Yogyakarta.

Perlu penataan

Berdasarkan peta rawan gempa dari BNPB maka 85 persen wilayah Indonesia merupakan daerah rawan gempa bumi, baik dari jalur subduksi maupun sesar yang ada di daratan.

Oleh kaena itu,  penataan ruang pada daerah rawan gempa sangat berperan penting termasuk penataan di daerah yang rawan diterjang tsunami.

Selama ini  bukan gempa yang mengakibatkan korban, tapi kualitas bangunan yang menyebabkan korban jiwa. Seperti gempa di Nepal, muncul korban jiwa cukup besar karena kualitas bangunan pemukiman yang rendah. Korban banyak yang terkubur reruntuhan bangunan.

Korban besar akibat tsunami juga terjadi selain karena masyarakat terlambat melakukan evakuasi, juga karena banyak pemukiman yang berada di sekitar zona terjangan tsunami.

Jika penduduk sadar dan membangun pemukiman yang jauh dari zona itu maka jumlah korban jiwa bisa ditekan.

Di negara maju, kebijakan tata ruang dan kebijakan pembangunan infrastruktur mengacu pada potensi bencana. Seperti di Amerika Serikat, Jepang, Turki dan Chile yang sudah lama mengambil langkah antisipasi dengan membangun gedung yang bisa beradaptasi dengan gempa. Saat ini kebijakan itu juga diikuti China, Taiwan, dan Malaysia.

Sudah saatnya Indonesia juga menerapkan kebijakan itu sehingga tata ruang pemukiman benar-benar memperhatikan potensi bencana tidak hanya  ancaman gempa, tetapi juga ancaman lain seperti banjir dan longsor.

Sejumlah kota besar yang mulai tumbuh gedung bertingkat harus mulai diterapkan kebijakan bangunan tahan gempa khususnya bagi daerah yang berpontensi terkena dampak rambatan gempa megatrush seperti  Padang, Bengkulu, Bandarlampung, Cilegon, Serang, Jakarta, Cilacap, dan Yogyakarta.

Harus dilakukan beberapa pengetatan standar konstruksi bangunan yang tahan gempa disesuaikan dengan tingkat ancaman kekuatan gempa. Bagi bangunan yang sudah berdiri  juga harus dibangun penguatan struktur bangunan.

Pemerintah memiliki kewajiban untuk membuat standar bangunan, menjalankan dan mengawasi penerapannya di lapangan. Kewajiban itu tidak hanya berlaku untuk bangunan komersial tetapi juga bangunan milik pemerintah termasuk sekolah-sekolah.

Perlu disosialisasikan bahwa kebijakan itu  bukanlah untuk menghindarkan terjadinya gempa bumi, namun itu merupakan upaya mitigasi bila gempa bumi terjadi sehingga kerugian ekonomi dan kehilangan nyawa bisa ditekan.

Masyarakat juga perlu disadarkan agar tidak asal membuat bangunan rumah yang bisa berakibat fatal bagi penghuninya ketika gempa terjadi. Stuktur beton dan design bangunan harus memperhatikan potensi guncangan gempa.

Tsunami pernah melanda Indonesia sebanyak 173 kali dalam catatan sejarahnya dengan korban terbesar di Aceh yang mencapai 200.000 orang.

Terkait ancaman tsunami maka yang perlu diperhatikan adalah sistem peringatan dini, insfrastruktur untuk evakuasi, dan perlunya latihan evakuasi untuk meningkatkan koordinasi penanganan bencana dan kewaspadaan masyarakat.

Ketiga hal itu sudah benar-benar diterapkan di Jepang sehingga ketika gempa terjadi fukushima, banyak masyarakat yang bisa terselamatkan.

Kota yang terancam tsunami harus mulai membuat jalur-jalur evakuasi dan selter-selter tempat berkumpulnya warga. Simulasi penting agar warga mengetahui kemana harus berlari dan kemana harus berkumpul, dan yang penting adalah menjaga jangan sampai terjadi sumbatan yang menghambat arus evakuasi.

Kalau bisa dibuat protap atau prosedur tetap arah pergerakan satu arah menuju titik kumpul dan menghindari penggunaan kendaraan roda empat agar tidak terjadi kemacetan di jalur evakuasi.

Pengalaman pada beberapa kali kejadian evakuasi untuk menghindari tsunami, ada sebagian masyarakat yang justru bergerak ke bawah untuk mencari kerabat mereka yang akhirnya menganggu arus evakuasi.

Masyarakat juga harus paham berbagai tulisan tentang megatrust bukanlah untuk menakut-nakuti  dan membuat kepanikan tetapi lebih kepada kesadaran semua pihak bahwa ancaman itu nyata dan harus diantisipasi. (Ant).

Pewarta: Budi Santoso

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016