Purwakarta (Antara Megapolitan) - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengaku sudah lama mengusulkan penghapusan Ujian Nasional ke pemerintah pusat, karena dinilai kurang sesuai dengan kultur pendidikan di Indonesia.
"Beberapa kali sempat kirim surat ke pemerintah tentang penghapusan Ujian Nasional, karena saya kira Ujian Nasional itu tidak sesuai dengan kultur pendidikan Indonesia," katanya, di Purwakarta, Senin.
Ia menyatakan, karakteristik Indonesia yang plural membutuhkan formulasi pendidikan yang komprehensif. Sehingga standarisasi kualitas pelajar tidak bisa menggunakan kriteria yang sama.
Karakter setiap wilayah di Indonesia itu berbeda-beda. Jadi sudah seharusnya penentuan kelulusan ada pada guru yang sehari-hari mengajar, bukan pada pemerintah.
"Indikator kelulusannya cukup dua hal, pertama penilaian budi pekerti dan yang kedua keahlian siswa," katanya.
Dedi menyatakan, pelajar sudah cukup dibebani dengan pelajaran yang banyak setiap hari. Jika ada Ujian Nasional, maka hanya akan menambah beban pelajar tersebut.
"Seharusnya kita adopsi saja sistem ujian yang ada di Finlandia. Pelajar cukup diuji dengan pelajaran bahasa nasional dan boleh memilih pelajaran yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Saya kira dengan begitu pelajar akan lebih termotivasi," ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Purwakarta sendiri sejak 2008 telah menerapkan sistem pendidikan berkarakter berbasis pendidikan aplikatif.
Dengan diterapkannya konsep itu, maka para pelajar di Purwakarta diberikan pelajaran berdasarkan minat dan bakatnya, selain pelajaran akademik yang sudah tercantum dalam kurikulum.
Melalui penerapan sistem pendidikan tersebut, para pelajar di SMA Negeri 1 Campaka sudah berhasil melaksanakan panen raya berbagai jenis komoditas seperti padi, mentimun, kangkung dan kacang panjang.
Bahkan pelajar SMP Negeri 6 Purwakarta yang tergabung dalam Tim Sepakbola Asosiasi Sepakbola Anak Desa (ASAD) 313 Jaya Perkasa segera diterbangkan ke London, Inggris, untuk berlatih bersama klub sepak bola setempat Queens Park Ranger.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Beberapa kali sempat kirim surat ke pemerintah tentang penghapusan Ujian Nasional, karena saya kira Ujian Nasional itu tidak sesuai dengan kultur pendidikan Indonesia," katanya, di Purwakarta, Senin.
Ia menyatakan, karakteristik Indonesia yang plural membutuhkan formulasi pendidikan yang komprehensif. Sehingga standarisasi kualitas pelajar tidak bisa menggunakan kriteria yang sama.
Karakter setiap wilayah di Indonesia itu berbeda-beda. Jadi sudah seharusnya penentuan kelulusan ada pada guru yang sehari-hari mengajar, bukan pada pemerintah.
"Indikator kelulusannya cukup dua hal, pertama penilaian budi pekerti dan yang kedua keahlian siswa," katanya.
Dedi menyatakan, pelajar sudah cukup dibebani dengan pelajaran yang banyak setiap hari. Jika ada Ujian Nasional, maka hanya akan menambah beban pelajar tersebut.
"Seharusnya kita adopsi saja sistem ujian yang ada di Finlandia. Pelajar cukup diuji dengan pelajaran bahasa nasional dan boleh memilih pelajaran yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Saya kira dengan begitu pelajar akan lebih termotivasi," ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Purwakarta sendiri sejak 2008 telah menerapkan sistem pendidikan berkarakter berbasis pendidikan aplikatif.
Dengan diterapkannya konsep itu, maka para pelajar di Purwakarta diberikan pelajaran berdasarkan minat dan bakatnya, selain pelajaran akademik yang sudah tercantum dalam kurikulum.
Melalui penerapan sistem pendidikan tersebut, para pelajar di SMA Negeri 1 Campaka sudah berhasil melaksanakan panen raya berbagai jenis komoditas seperti padi, mentimun, kangkung dan kacang panjang.
Bahkan pelajar SMP Negeri 6 Purwakarta yang tergabung dalam Tim Sepakbola Asosiasi Sepakbola Anak Desa (ASAD) 313 Jaya Perkasa segera diterbangkan ke London, Inggris, untuk berlatih bersama klub sepak bola setempat Queens Park Ranger.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016