Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan lima masalah demokrasi yang harus segera ditangani bersama saat menjadi pembicara kunci dalam seminar kebangsaan bertajuk “Revitalisasi Demokrasi Indonesia Pasca Pemilu 2024”.
Acara tersebut, dihelat secara hybrid, dengan studio utama di Gedung Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII), Senayan, Jakarta, diikuti 230-an titik studio mini se-Indonesia dengan 1.500 peserta pada Rabu.
Menurut Bambang Soesatyo, persoalan dalam demokrasi dipicu beberapa hal.
“Persoalan pertama, adalah regresi demokrasi. Banyak pengamat menilai, demokrasi di Indonesia mengalami penurunan kualitas. Terutama pada indeks budaya politik, partisipasi publik, dan kebebasan berpendapat,” ujarnya.
Kedua, menurut Bambang Soesatyo atau Bamsoet, terdapat persoalan politik identitas.
“Dalam tiga edisi terakhir pemilu, telah terjadi polarisasi politik yang begitu besar. Selama masih memanfaatkan kebencian untuk mendulang suara, maka hal itu akan terus terjadi,” paparnya.
Ketiga, adalah persoalan politik uang, dan keempat adalah penilaian publik terhadap integritas penyelenggara pemilu dan pelaksanaan pemilu.
“Terdapat beberapa temuan, seperti kontroversi proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu. Di mana, terjadi kebocoran nama-nama anggota terpilih, sehari sebelum fit and proper test. Kemudian, dugaan tindak kecurangan verifikasi faktual partai politik. Serta, lemahnya pengawasan oleh rakyat pasca pemilu,” kata dia.
Ia menilai, semua itu, diakibatkan beberapa hal, seperti program pendidikan kewarganegaraan yang tidak memadai,
“Munculnya polarisasi politik, dan ketiga, informasi kinerja pemerintah yang tidak mudah diakses atau dimengerti,” ujarnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, menurut Bamsoet, agenda revitalisasi demokrasi, bermuara pada satu tujuan besar, yakni mengembalikan demokrasi pada rakyat.
“Mengembalikan cara pandang dan perlakuan, bahwa demokrasi, kedaulatannya di tangan rakyat,” kata dia.
Langkah strategisnya adalah, memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik.
“Kedua, meminimalkan politik identitas dalam Pemilu. Ketiga, menyusun program-program riil bagi masyarakat oleh para elit politik. Keempat, memberikan dukungan terhadap penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu, untuk menjaga integritas mereka,” imbuhnya.
Kelima, ia menilai, revitalisasi demokrasi paling penting adalah, mendorong segenap elemen masyarakat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
“Ilmuwan menyepakati, demokrasi modern adalah popular control. Di mana, semua urusan publik senantiasa dalam pengawasan rakyat, sang pemilik kedaulatan,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso. Ia menilai, revitalisasi demokrasi bertujuan mencegah, jangan sampai bangsa dan negara Indonesia rusak oleh agenda lima tahunan pemilu.
Momen pemilu yang merupakan pesta demorkasi, Chriswanto menilai, selalu terjadi ketegangan.
“Terlebih, di dunia digial, yang menjadikan masyarakat bingung, apa yang sedang terjadi,” ujar KH Chriswanto.
Untuk itu, ia menegaskan, warga LDII harus menjadi motor tetap tegaknya Republik Indonesia.
“Walaupun pemilu dalam kondisi yang panas,” jelas dia.
Ia melanjutkan, masyarakat dalam pelaksanaan pemilu, harus berpikir secara jernih. Tidak memilih berdasarkan isu saja, tetapi rasional.
“Maka LDII memiliki tagline netral aktif. Netral tidak berpihak pada golongan tertentu. Aktif mendorong warganya untuk melaksanakan pemilu, tidak golput,” tutupnya.
Webinar tersebut merupakan bagian dari “Road to Rakernas LDII 2023”, yang akan dihelat pada tanggal 7-9 November 2023.
Narasumber webinar di antaranya, Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Izzul Muslimin, Akademisi Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Yudi Latif, Senior Advisor Paramadina Public Policy Institute Abdul Malik Gismar, dan Ketua Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat DPP LDII Ardito Bhinadi, dengan moderator Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri DPP LDII Singgih Tri Sulistiyono.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Acara tersebut, dihelat secara hybrid, dengan studio utama di Gedung Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII), Senayan, Jakarta, diikuti 230-an titik studio mini se-Indonesia dengan 1.500 peserta pada Rabu.
Menurut Bambang Soesatyo, persoalan dalam demokrasi dipicu beberapa hal.
“Persoalan pertama, adalah regresi demokrasi. Banyak pengamat menilai, demokrasi di Indonesia mengalami penurunan kualitas. Terutama pada indeks budaya politik, partisipasi publik, dan kebebasan berpendapat,” ujarnya.
Kedua, menurut Bambang Soesatyo atau Bamsoet, terdapat persoalan politik identitas.
“Dalam tiga edisi terakhir pemilu, telah terjadi polarisasi politik yang begitu besar. Selama masih memanfaatkan kebencian untuk mendulang suara, maka hal itu akan terus terjadi,” paparnya.
Ketiga, adalah persoalan politik uang, dan keempat adalah penilaian publik terhadap integritas penyelenggara pemilu dan pelaksanaan pemilu.
“Terdapat beberapa temuan, seperti kontroversi proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu. Di mana, terjadi kebocoran nama-nama anggota terpilih, sehari sebelum fit and proper test. Kemudian, dugaan tindak kecurangan verifikasi faktual partai politik. Serta, lemahnya pengawasan oleh rakyat pasca pemilu,” kata dia.
Ia menilai, semua itu, diakibatkan beberapa hal, seperti program pendidikan kewarganegaraan yang tidak memadai,
“Munculnya polarisasi politik, dan ketiga, informasi kinerja pemerintah yang tidak mudah diakses atau dimengerti,” ujarnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, menurut Bamsoet, agenda revitalisasi demokrasi, bermuara pada satu tujuan besar, yakni mengembalikan demokrasi pada rakyat.
“Mengembalikan cara pandang dan perlakuan, bahwa demokrasi, kedaulatannya di tangan rakyat,” kata dia.
Langkah strategisnya adalah, memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik.
“Kedua, meminimalkan politik identitas dalam Pemilu. Ketiga, menyusun program-program riil bagi masyarakat oleh para elit politik. Keempat, memberikan dukungan terhadap penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu, untuk menjaga integritas mereka,” imbuhnya.
Kelima, ia menilai, revitalisasi demokrasi paling penting adalah, mendorong segenap elemen masyarakat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
“Ilmuwan menyepakati, demokrasi modern adalah popular control. Di mana, semua urusan publik senantiasa dalam pengawasan rakyat, sang pemilik kedaulatan,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso. Ia menilai, revitalisasi demokrasi bertujuan mencegah, jangan sampai bangsa dan negara Indonesia rusak oleh agenda lima tahunan pemilu.
Momen pemilu yang merupakan pesta demorkasi, Chriswanto menilai, selalu terjadi ketegangan.
“Terlebih, di dunia digial, yang menjadikan masyarakat bingung, apa yang sedang terjadi,” ujar KH Chriswanto.
Untuk itu, ia menegaskan, warga LDII harus menjadi motor tetap tegaknya Republik Indonesia.
“Walaupun pemilu dalam kondisi yang panas,” jelas dia.
Ia melanjutkan, masyarakat dalam pelaksanaan pemilu, harus berpikir secara jernih. Tidak memilih berdasarkan isu saja, tetapi rasional.
“Maka LDII memiliki tagline netral aktif. Netral tidak berpihak pada golongan tertentu. Aktif mendorong warganya untuk melaksanakan pemilu, tidak golput,” tutupnya.
Webinar tersebut merupakan bagian dari “Road to Rakernas LDII 2023”, yang akan dihelat pada tanggal 7-9 November 2023.
Narasumber webinar di antaranya, Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Izzul Muslimin, Akademisi Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Yudi Latif, Senior Advisor Paramadina Public Policy Institute Abdul Malik Gismar, dan Ketua Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat DPP LDII Ardito Bhinadi, dengan moderator Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri DPP LDII Singgih Tri Sulistiyono.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023