Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat meminta segenap unsur terkait mengembangkan sistem pengolahan sampah menjadi maggot sebagai upaya menekan volume sampah yang dibuang ke TPA Burangkeng sekaligus mendatangkan nilai ekonomis bagi masyarakat.

"Kami berharap pengolahan sampah metode ini bisa menyebar luas di seluruh kecamatan, desa, pasar, atau pun sekolah-sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Bekasi," kata Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan di Cikarang, Senin.

Dia mengatakan tempat pengelolaan sampah di hulu dengan metode hermetia atau maggot saat ini baru ada di beberapa tempat antara lain TPS Pemda Kabupaten Bekasi, Pasar Babelan, Kantor Kecamatan Bojongmangu, serta SMPN 2 Cikarang Pusat.

Pihaknya baru-baru ini meluncurkan program sistem pengolahan sampah di hulu dengan metode hermetia atau maggot disingkat 'Stempel Setia' dengan tujuan dapat disebarluaskan di seluruh penjuru Kabupaten Bekasi.

Baca juga: Bekasi adopsi teknik olah sampah organik dari SPenSa Margajaya di Bogor

Dirinya berharap melalui sistem pengolahan ini, sampah organik sedianya tidak harus diangkut ke TPA Burangkeng yang sudah kelebihan kapasitas sehingga volume sampah di pusat pengolahan daerah itu tidak semakin menggunung.

"Mulai dari skala kecil semisal lingkungan sekolah. Anak-anak diajarkan untuk membiasakan diri mengelola sampah, membuat atau mengolah sampah menjadi maggot serta kompos kemudian bisa dipraktikkan di rumah masing-masing. Lalu sampah organik di lingkungan pasar yang selama ini dibuang ke TPA Burangkeng bisa juga dimanfaatkan untuk diolah melalui metode ini," ucap dia.

Kepala Bagian Umum Setda Kabupaten Bekasi Khaerul Hamid mengatakan TPS Pemda yang dikelola diyakini mampu mengurangi volume sampah organik di daerah itu melalui pengolahan metode ini.

Baca juga: Pemkab Bekasi kembali bersihkan sampah di dua TPS liar

Dirinya juga menyebut maggot atau larva lalat Black Soldier Fly yang memiliki nama latin 'Hermetia illucens' memiliki nilai ekonomis yang bisa dijadikan usaha baru masyarakat. Maggot kering bahkan laku dijual Rp20.000-Rp30.000 per 100 gram.

"Ini bisa menjadi lini bisnis baru masyarakat jika mampu dikelola dengan serius, tambahan omzet yang mampu menggerakkan perekonomian warga," katanya.

Selain bernilai ekonomi tinggi, maggot juga bisa menjadi solusi mengurangi sampah organik sebab sejak masih berwujud telur lalat, maggot membutuhkan sampah organik untuk tumbuh hingga nanti siap dipanen.

Baca juga: Pemkab Bekasi tutup TPS liar di Jayamukti

Maggot bahkan mampu mengubah material organik menjadi biomassanya, beda dengan jenis lalat biasa karena larva yang dihasilkan bukan larva yang menjadi medium penularan penyakit.

Maggot juga memiliki kemampuan mengurai sampah organik satu hingga tiga kali lipat dari bobot tubuhnya selama 24 jam bahkan bisa sampai lima kali lipat.

"Setelah mati, bangkainya bisa digunakan sebagai pakan ternak. Bahkan kepompong maggot juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk sehingga tidak menjadi sampah baru," kata dia.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023