Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Linkar mendesak pemerintah meningkatkan pengawasan distribusi elpiji bersubsidi 3 kilogram menyusul kasus penyalahgunaan elpiji subsidi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
"Pendistribusian elpiji subsidi harus diperbaiki. Pengawasannya juga harus ditingkatkan. Itu diperlukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan elpiji bersubsidi," kata Ketua LPKSM Linkar, Eddy Djunaedi, saat dihubungi Antara, di Karawang, Minggu.
Ia mengatakan, terjadinya penyelewengan elpiji subsidi tidak hanya merugikan negara. Masyarakat sebagai konsumen juga dirugikan atas kejadian tersebut.
Menurut dia, penyalahgunaan barang bersubsidi seperti elpiji rawan terjadi di wilayah Karawang, karena pengawasannya lemah.
Salah satu contohnya, kata dia, selama ini telah terjadi pendistribusian elpiji 3 kilogram bersubsidi lintas desa hingga kecamatan. Kondisi itu sudah berlangsung cukup lama dan seakan-akan dibiarkan oleh pemerintah.
Selain pengawasan yang lemah, Hiswana Migas juga nyaris tidak pernah melakukan pembinaan terhadap pangkalan elpiji. Kondisi tersebut memungkinkan pihak pangkalan seenaknya menjual barang subsidi ke siapa saja, bahkan bisa bebas menjualnya dengan harga di atas harga eceran tertinggi.
Seiring dengan lemahnya pengawasan, masyarakat bisa bebas membeli elpiji bersubsidi dengan jumlah lebih dari satu. Kondisi itulah yang dimanfaatkan mafia dengan menyalahgunakan membeli elpiji bersubsidi sebanyak-banyaknya di berbagai daerah, kemudian mengoplos ke elpiji nonsubsidi.
Sementara itu, pada Senin (24/7), Polres Karawang mengumumkan pengungkapan aksi pengoplosan gas elpiji bersubsidi 3 kilogram yang sudah berlangsung selama sekitar setahun di Kampung Babakan Cedong, Karawang.
"Ada dua tersangka yang kami amankan dalam kasus penyalahgunaan gas elpiji bersubsidi ini," kata Kapolres Karawang, AKBP Wirdhanto Hadicaksono.
Dua tersangka itu masing-masing berinisial EA (26) yang diduga sebagai pelaku langsung yang melakukan pengoplosan gas bersubsidi. Tersangka lainnya, berinisial DH (38) yang turut membantu dalam proses pengoplosan.
Selain dua tersangka itu, sebenarnya masih ada lagi satu tersangka lain berinisial D yang terlibat dalam aksi pengoplosan elpiji bersubsidi. Kini yang bersangkutan masih dalam pengejaran petugas.
Dari penangkapan itu, polisi menyita barang bukti berupa elpiji 3 kilogram sebanyak 90 tabung, elpiji 5,5 kilogram enam tabung dan elpiji 12 kilogram 25 tabung.
Beberapa barang bukti lain yang disita ialah timbangan digital, sejumlah pipa besi, dan mobil yang diduga digunakan mengangkut tabung gas elpiji hasil penyuntikan ilegal.
Kapolres menyebutkan, aksi pengoplosan gas elpiji bersubsidi dilakukan dengan menyuntikkan isi gas elpiji subsidi 3 kilogram ke dalam tabung gas elpiji berkapasitas 12 kilogram dan 5,5 kilogram.
"Dari hasil pemeriksaan, ternyata pelaku telah melakukan aksinya selama satu tahun, dan ribuan tabung gas elpiji 3 kilogram telah dibeli oleh para pelaku untuk kemudian dipindahkan ke tabung elpiji non subsidi," katanya.
Atas perbuatan pelaku, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar ratusan juta selama satu tahun ini. Karena dalam satu pekan, para pelaku memasarkan 15 hingga 20 tabung gas elpiji oplosan itu.
"Tabung gas elpiji bersubsidi itu, HET (harga eceran tertinggi)-nya sekitar Rp32.800 per tabung. Dari hasil penyuntikan, elpiji yang 12 kilogram bisa dijual Rp190 ribu dan yang 5,5 kilogramnya dijual bisa sampai Rp70 ribu. Jadi kerugian negara selama setahun dari aksi pelaku bisa sampai ratusan juta," kata Kapolres.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Pendistribusian elpiji subsidi harus diperbaiki. Pengawasannya juga harus ditingkatkan. Itu diperlukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan elpiji bersubsidi," kata Ketua LPKSM Linkar, Eddy Djunaedi, saat dihubungi Antara, di Karawang, Minggu.
Ia mengatakan, terjadinya penyelewengan elpiji subsidi tidak hanya merugikan negara. Masyarakat sebagai konsumen juga dirugikan atas kejadian tersebut.
Menurut dia, penyalahgunaan barang bersubsidi seperti elpiji rawan terjadi di wilayah Karawang, karena pengawasannya lemah.
Salah satu contohnya, kata dia, selama ini telah terjadi pendistribusian elpiji 3 kilogram bersubsidi lintas desa hingga kecamatan. Kondisi itu sudah berlangsung cukup lama dan seakan-akan dibiarkan oleh pemerintah.
Selain pengawasan yang lemah, Hiswana Migas juga nyaris tidak pernah melakukan pembinaan terhadap pangkalan elpiji. Kondisi tersebut memungkinkan pihak pangkalan seenaknya menjual barang subsidi ke siapa saja, bahkan bisa bebas menjualnya dengan harga di atas harga eceran tertinggi.
Seiring dengan lemahnya pengawasan, masyarakat bisa bebas membeli elpiji bersubsidi dengan jumlah lebih dari satu. Kondisi itulah yang dimanfaatkan mafia dengan menyalahgunakan membeli elpiji bersubsidi sebanyak-banyaknya di berbagai daerah, kemudian mengoplos ke elpiji nonsubsidi.
Sementara itu, pada Senin (24/7), Polres Karawang mengumumkan pengungkapan aksi pengoplosan gas elpiji bersubsidi 3 kilogram yang sudah berlangsung selama sekitar setahun di Kampung Babakan Cedong, Karawang.
"Ada dua tersangka yang kami amankan dalam kasus penyalahgunaan gas elpiji bersubsidi ini," kata Kapolres Karawang, AKBP Wirdhanto Hadicaksono.
Dua tersangka itu masing-masing berinisial EA (26) yang diduga sebagai pelaku langsung yang melakukan pengoplosan gas bersubsidi. Tersangka lainnya, berinisial DH (38) yang turut membantu dalam proses pengoplosan.
Selain dua tersangka itu, sebenarnya masih ada lagi satu tersangka lain berinisial D yang terlibat dalam aksi pengoplosan elpiji bersubsidi. Kini yang bersangkutan masih dalam pengejaran petugas.
Dari penangkapan itu, polisi menyita barang bukti berupa elpiji 3 kilogram sebanyak 90 tabung, elpiji 5,5 kilogram enam tabung dan elpiji 12 kilogram 25 tabung.
Beberapa barang bukti lain yang disita ialah timbangan digital, sejumlah pipa besi, dan mobil yang diduga digunakan mengangkut tabung gas elpiji hasil penyuntikan ilegal.
Kapolres menyebutkan, aksi pengoplosan gas elpiji bersubsidi dilakukan dengan menyuntikkan isi gas elpiji subsidi 3 kilogram ke dalam tabung gas elpiji berkapasitas 12 kilogram dan 5,5 kilogram.
"Dari hasil pemeriksaan, ternyata pelaku telah melakukan aksinya selama satu tahun, dan ribuan tabung gas elpiji 3 kilogram telah dibeli oleh para pelaku untuk kemudian dipindahkan ke tabung elpiji non subsidi," katanya.
Atas perbuatan pelaku, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar ratusan juta selama satu tahun ini. Karena dalam satu pekan, para pelaku memasarkan 15 hingga 20 tabung gas elpiji oplosan itu.
"Tabung gas elpiji bersubsidi itu, HET (harga eceran tertinggi)-nya sekitar Rp32.800 per tabung. Dari hasil penyuntikan, elpiji yang 12 kilogram bisa dijual Rp190 ribu dan yang 5,5 kilogramnya dijual bisa sampai Rp70 ribu. Jadi kerugian negara selama setahun dari aksi pelaku bisa sampai ratusan juta," kata Kapolres.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023