Bogor (Antara Megapolitan) - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menggelar rapat koordinasi yang diikuti sejumlah pemangku kepentingan, membahas lahan parkir untuk wisatawan di Kebun Raya Bogor yang belum tersedia.
Rapat dipimpin langsung oleh Wali Kota Bima Arya Sugiarto di Balai Kota, Kamis.
Bima mengatakan, parkir menjadi persoalan utama mengingat pengunjung kebun raya pada hari biasa mencapai 1.000 pengunjung, sedangkan di akhir pekan membludak hingga 10 ribu dengan jumlah kendaraan pengunjung mencapai 5.000 unit mobil.
"Dengan pelebaran pedestrian di seputar Kebun Raya dan Istana, otomatis sulit bagi pengunjung untuk parkir seperti biasa di bahu jalan. Ini perlu dicarikan solusinya, samping gedung BCA bisa dijadikan lahan parkir," kata Bima.
Selain lahan di samping gedung Bank BCA yang terletak di Jl Juanda, solusi tempat parkir lainnya jika kontrak Yogya di Pasar Bogor berakhir, juga akan dibangun gedung parkir.
"Selain itu kita akan kembalikan fungsi pool DAMRI IPB menjadi tempat parkir," kata Bima.
Menurut Bima, persoalan perparkiran perlu menjadi perhatian karena persoalan lalu lintas telah membuat Kota Bogor di satu sisi menjadi kota terburuk dalam pengalaman bertransportasi dan di sisi lain dijadikan finalis sebagai kota paling dicintai.
Pembenahan lalu lintas di kawasan seputar Kebun Raya Bogor dan Istana, lanjutnya telah dimulai dengan pembuatan pedestrian, serta sistem satu arah. Satu sisi pembenahaan tersebut menimbulkan ragam persepsi di masyarakat.
"Ini adalah paradigma lalu lintas yang memuliakan pejalan kaki," katanya.
Strateginya, lanjut Bima, memaksa warga menggunakan transportasi publik. Karena jika dibiarkan akan menimbulkan kemacetan. Baik warga Kota Bogor maupun warga luar `dipaksa` menggunakan transportasi publik.
"Seperti di Liverpool, lebar pedestrian berkisar 8 sampai 10 meter dan jalan hanya 2-3 meter saja. Warga Bogor didorong gunakan transportasi publik," katanya.
Rencananya, jalan paralel infrastruktur dibenahi dan reformasi angkot terus berjalan. Angkot didorong untuk bertransformasi menjadi Trans Pakuan. Angkot akan beroperasi di pinggir kota dan Trans Pakuan di tengah kota.
Rapat koordinasi terkait parkir wisatawan Kebun Raya Bogor dihadiri sejumlah pemangku kepentingan di antaranya DLLAJ, pengamat tata kota yang juga Ketua TP4 Bogor, Yayat Supriatna, perwakilan dari Polresta Bogor Kota, Kebun Raya Bogor, dan Museum Zoologi Bogor.
Dalam mengatasi persoalan perparkiran, Kepala DLLAJ Kota Bogor, Rachmawati menyebutkan, pihaknya telah menyusun solusi jangka pendek dan jangka panjang untuk menangani parkir pengunjung kebun raya bogor khususnya di akhir pekan.
"Untuk opsi jangka pendek kita akan berkoordinasi dengan bangunan yang ada diseputaran KRB dan Istana guna mengatur `slot` parkir bagi kendaraan pengunjung Istana dan KRB," katanya.
Sementara itu, solusi jangka panjang yakni membangun gedung parkir dua lantai (double decker) yang peruntukkannya lantai pertama untuk bus dan lantai kedua untuk mobil dan sepeda motor.
Pengamat perkotaan yang juga Ketua TP4 Bogor, Yayat Supriatna mengingatkan, waktu dan masalah perparkiran menjadi permasalahan tersendiri, sementara penanganan perparkiran membutuhkan data.
Menurut dia, perlu menghitung data pengunjung saat akhir pekan dan prediksi daya tampungnya.
"Yang belum ada, berapa data daya tampung di lahan yang ada. Selain itu, mekanisme pengelolaan dan kelembagaan harus jelas," ucapnya.
Pemilik gedung, lanjut dia, ada peraturan internal administratif dan pengelola harus jelas.
"Dengan difasilitasi wali kota, maka pemilik gedung diminta ketersediaannya untuk membantu," kata Yayat.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
Rapat dipimpin langsung oleh Wali Kota Bima Arya Sugiarto di Balai Kota, Kamis.
Bima mengatakan, parkir menjadi persoalan utama mengingat pengunjung kebun raya pada hari biasa mencapai 1.000 pengunjung, sedangkan di akhir pekan membludak hingga 10 ribu dengan jumlah kendaraan pengunjung mencapai 5.000 unit mobil.
"Dengan pelebaran pedestrian di seputar Kebun Raya dan Istana, otomatis sulit bagi pengunjung untuk parkir seperti biasa di bahu jalan. Ini perlu dicarikan solusinya, samping gedung BCA bisa dijadikan lahan parkir," kata Bima.
Selain lahan di samping gedung Bank BCA yang terletak di Jl Juanda, solusi tempat parkir lainnya jika kontrak Yogya di Pasar Bogor berakhir, juga akan dibangun gedung parkir.
"Selain itu kita akan kembalikan fungsi pool DAMRI IPB menjadi tempat parkir," kata Bima.
Menurut Bima, persoalan perparkiran perlu menjadi perhatian karena persoalan lalu lintas telah membuat Kota Bogor di satu sisi menjadi kota terburuk dalam pengalaman bertransportasi dan di sisi lain dijadikan finalis sebagai kota paling dicintai.
Pembenahan lalu lintas di kawasan seputar Kebun Raya Bogor dan Istana, lanjutnya telah dimulai dengan pembuatan pedestrian, serta sistem satu arah. Satu sisi pembenahaan tersebut menimbulkan ragam persepsi di masyarakat.
"Ini adalah paradigma lalu lintas yang memuliakan pejalan kaki," katanya.
Strateginya, lanjut Bima, memaksa warga menggunakan transportasi publik. Karena jika dibiarkan akan menimbulkan kemacetan. Baik warga Kota Bogor maupun warga luar `dipaksa` menggunakan transportasi publik.
"Seperti di Liverpool, lebar pedestrian berkisar 8 sampai 10 meter dan jalan hanya 2-3 meter saja. Warga Bogor didorong gunakan transportasi publik," katanya.
Rencananya, jalan paralel infrastruktur dibenahi dan reformasi angkot terus berjalan. Angkot didorong untuk bertransformasi menjadi Trans Pakuan. Angkot akan beroperasi di pinggir kota dan Trans Pakuan di tengah kota.
Rapat koordinasi terkait parkir wisatawan Kebun Raya Bogor dihadiri sejumlah pemangku kepentingan di antaranya DLLAJ, pengamat tata kota yang juga Ketua TP4 Bogor, Yayat Supriatna, perwakilan dari Polresta Bogor Kota, Kebun Raya Bogor, dan Museum Zoologi Bogor.
Dalam mengatasi persoalan perparkiran, Kepala DLLAJ Kota Bogor, Rachmawati menyebutkan, pihaknya telah menyusun solusi jangka pendek dan jangka panjang untuk menangani parkir pengunjung kebun raya bogor khususnya di akhir pekan.
"Untuk opsi jangka pendek kita akan berkoordinasi dengan bangunan yang ada diseputaran KRB dan Istana guna mengatur `slot` parkir bagi kendaraan pengunjung Istana dan KRB," katanya.
Sementara itu, solusi jangka panjang yakni membangun gedung parkir dua lantai (double decker) yang peruntukkannya lantai pertama untuk bus dan lantai kedua untuk mobil dan sepeda motor.
Pengamat perkotaan yang juga Ketua TP4 Bogor, Yayat Supriatna mengingatkan, waktu dan masalah perparkiran menjadi permasalahan tersendiri, sementara penanganan perparkiran membutuhkan data.
Menurut dia, perlu menghitung data pengunjung saat akhir pekan dan prediksi daya tampungnya.
"Yang belum ada, berapa data daya tampung di lahan yang ada. Selain itu, mekanisme pengelolaan dan kelembagaan harus jelas," ucapnya.
Pemilik gedung, lanjut dia, ada peraturan internal administratif dan pengelola harus jelas.
"Dengan difasilitasi wali kota, maka pemilik gedung diminta ketersediaannya untuk membantu," kata Yayat.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016