Kesibukan orang pada era industri 4.0 kerap membuat kualitas komunikasi antarmanusia menjadi ala kadarnya padahal kehangatan komunikasi menimbulkan gembira atau bahagia.

Nyatanya, banyak orang kesepian karena tak memperoleh sentuhan komunikasi. Di sejumlah negara maju, orang kesepian lebih nyaman berteman dengan robot berteknologi kecerdasan buatan (AI).

Untuk menakar kadar kehangatan komunikasi kita, cobalah menjawab pertanyaan di bawah ini.

1. Apakah Anda mengalami beberapa hal berikut? Mengirim pesan kepada seseorang namun tak kunjung memperoleh balasan; Memperoleh balasan setelah menunggu lama, tapi hanya dijawab singkat; Jawaban yang diterima hanya berupa emoji; Mendapat balasan tapi tidak sesuai harapan atau jawaban kurang menyenangkan; Hanya dibaca (layaknya surat kabar), tanpa dibalas

2. Apakah Anda melakukan beberapa hal ini? Membiarkan pesan masuk tanpa niat bergegas membalasnya; Memilih-milih pesan dari mana dan dari siapa yang akan dibalas; Mengutamakan membalas pesan yang dianggap “menguntungkan” atau memberi cuan; Mengabaikan pesan dari teman yang biasanya meminta pertolongan; Hanya merespons cepat pesan yang berkaitan dengan pekerjaan atau orang yang dianggap penting.

Jika sebagian besar masyarakat modern mengalami lima hal dalam poin 1 dan melakukan lima hal dalam poin 2, maka fixed kualitas komunikasi antarmanusia tengah dalam masalah. 

Joseph A. Devito dalam bukunya Komunikasi Antarmanusia (1997: 259-264) mengemukakan lima sikap positif dalam komunikasi interpersonal, yakni, keterbukaan; empati; sikap mendukung; sikap positif; dan kesetaraan.

Baca juga: Ini lima cara kecerdasan buatan dalam merevolusi bisnis layanan

Robot 

Bila manusia tidak mampu membangun dan merawat kehangatan komunikasi antarsesama, jangan sampai nanti dibikin malu dengan eksistensi robot berteknologi AI yang lebih ramah dan komunikatif. 

Pakar teknologi AI yang juga pencipta aplikasi Drone Emprit, Ismail Fahmi, menceritakan sebuah panti jompo di luar negeri yang para penghuninya lebih nyaman ditemani robot ketimbang perawat manusia.

“Apalagi robot ChatGPT sekarang itu knowledge-nya luar biasa,” ujarnya.

Sementara, bila ditemani perawat manusia, memang manusia memiliki empati, tetapi karena sekaligus mempunyai emosi terkadang membuatnya tidak sabar untuk berlama-lama mendampingi pasien padahal merawat orang jompo perlu kesabaran tinggi, dan ternyata robot bisa melakukan tugas itu dengan baik dan lebih profesional.

Baca juga: Pakar: Masyarakat perlu beradaptasi dengan perkembangan AI

Ada sejumlah profesi yang menciptakan SDM ramah dan hangat karena pada dasarnya bidang pekerjaan yang digeluti menuntutnya demikian, seperti profesi di bidang public relations (PR) atau kehumasan yang mansyaratkan kecakapan komunikasi di ruang publik.

Begitu pula para tenaga pemasaran yang dituntut mampu meluluhkan hati para calon konsumen dengan bahasa persuasifnya. 

Bagaimana masyarakat umum mampu berkomunikasi secara ramah dan hangat secara natural, tanpa pamrih, atau tujuan tertentu.

Sejumlah pertanyaan ini bisa membantu. Dapatkah kita merespons komunikasi sama sigapnya, baik itu terhadap atasan atau bawahan? Bisakah kita membalas pesan sama cepatnya, apakah itu pesan dari relasi yang menawarkan proyek atau teman yang membutuhkan pertolongan? Maukah kita membalas chat sama hangatnya, antara kepada teman yang hidup senang dengan kawan lain yang ingin curhat karena sedang tertimpa masalah?  Mampukah kita berkomunikasi hangat dan menyenangkan layaknya para PR dan pemasar, tanpa berpikir “apa untungnya buat saya”?

Membangun kehangatan komunikasi, baik verbal maupun virtual, keduanya mestilah berbasis ketulusan agar mampu menularkan energi positif bagi sesama dalam pergaulan sosial. 

Baca juga: Kemenkominfo optimistis AI tak akan gantikan posisi manusia

Baca juga: Qualcomm: Kecerdasan buatan akan berperan dalam program meniru tindakan dan pola pikir manusia

Pewarta: Sizuka

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023