Bogor (Antara Megapolitan) - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, meminta sejumlah fasilitas kesehatan (faskes) seperti rumah sakit, Puskesmas dan klinik kesehatan untuk mengoptimalkan sistem rujukan dalam rangka mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional/BPJS Kesehatan.
"Sistem rujukan rumah sakit belum optimal, karena belum semua rumah sakit yang menginformasikan dan memperbaharui data ketersediaan tempat tidur setiap waktu," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Rubaeah dalam dialog interaktif Jamkesda Kota Bogor di Aula Dinas Kesehatan, Jumat.
Ia menjelaskan, persoalan rujukan masih menjadi kendala aspek layanan dalam program JKN yang sering kali dijumpai di lapangan. Masyarakat kurang memahami pelayanan kesehatan berjenjang sehingga langsung ke rumah sakit untuk mendapat pelayanan kesehatan untuk kasus-kasus yang sebetulnya bisa disembuhkan di Puskesmas.
"Jika sistem rujukan ini dioptimalkan, kasus-kasus pasien ditolak tidak akan terjadi, pasien akan lebih dahulu mendatangi Puskesmas, baru ke rumah sakit setelah dirujuk," katanya.
Ketua LSM Jamkesdawacth Heri Irawan mengatakan, sistem rujukan merupakan amanat dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2012 yang mengatur tentang rujukan berjenjang, yang sudah ada sebelum BPJS Kesehatan diterbitkan.
"Harusnya sistem rujukan ini lebih dioptimalkan lagi oleh rumah sakit, dan puskesmas, dinas kesehatan bertanggungjawab mengawasinya," katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman menyebutkan, perlu sosialisasi yang lebih massif terkait program JKN agar masyarakat memahami betul alur dalam mengakses layanan kesehatan tersebut.
"Sekarang masyarakat taunya, begitu sakit langsung ke rumah sakit. Padahal jenis sakitnya bisa ditangani di Puskesmas," katanya.
Menurut dia, kurangnya pemahaman masyarakat tersebut sering terjadi kasus rumah sakit menolak pasien. Di sisi lain, kejujuran rumah sakit untuk melaporkan ketersediaan ruang rawat inap masih dipertanyakan.
"Ini menjadi dilematis. Oleh karena itu perlu komitmen sama-sama untuk membantu masyarakat mendapatkan layanan kesehatan. Karena kesehatan adalah kebutuhan dasar dan fundamental yang menjadi tanggung jawab pemerintah," kata Usmar.
Usmar meminta setiap rumah sakit menampilkan informasi ketersediaan ruang rawat inap kepada rumah sakit sehingga begitu ada pasien rujukan, dapat mempermudah layanan pasien yang ingin di rawat inap.
"Sosialisasi tentang Puskesmas induk kita yang memiliki fasilitas tidak jauh berbeda dengan rumah sakit juga perlu disebarluaskan, apalagi Puskesmas di Kota Bogor sudah ada yang rawat inap. Ini harus diinformasikan kepada masyarakat, jadi kalau sakit jangan langsung ke rumah sakit," kata Usmar.
Usmar menambahkan, terdapat 18 rumah sakit dan 24 Puskesmas di Kota Bogor. Jika seluruh fasilitas kesehatan berkomitmen untuk menjalankan sistem rujukan, maka kendala-kendala yang ada di JKN dapat diminimalisir.
"Pasien yang gawat darurat akan tertangani dengan baik, pasien rujukan akan lebih mudah untuk dirujuk," kata Usmar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Sistem rujukan rumah sakit belum optimal, karena belum semua rumah sakit yang menginformasikan dan memperbaharui data ketersediaan tempat tidur setiap waktu," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Rubaeah dalam dialog interaktif Jamkesda Kota Bogor di Aula Dinas Kesehatan, Jumat.
Ia menjelaskan, persoalan rujukan masih menjadi kendala aspek layanan dalam program JKN yang sering kali dijumpai di lapangan. Masyarakat kurang memahami pelayanan kesehatan berjenjang sehingga langsung ke rumah sakit untuk mendapat pelayanan kesehatan untuk kasus-kasus yang sebetulnya bisa disembuhkan di Puskesmas.
"Jika sistem rujukan ini dioptimalkan, kasus-kasus pasien ditolak tidak akan terjadi, pasien akan lebih dahulu mendatangi Puskesmas, baru ke rumah sakit setelah dirujuk," katanya.
Ketua LSM Jamkesdawacth Heri Irawan mengatakan, sistem rujukan merupakan amanat dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2012 yang mengatur tentang rujukan berjenjang, yang sudah ada sebelum BPJS Kesehatan diterbitkan.
"Harusnya sistem rujukan ini lebih dioptimalkan lagi oleh rumah sakit, dan puskesmas, dinas kesehatan bertanggungjawab mengawasinya," katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman menyebutkan, perlu sosialisasi yang lebih massif terkait program JKN agar masyarakat memahami betul alur dalam mengakses layanan kesehatan tersebut.
"Sekarang masyarakat taunya, begitu sakit langsung ke rumah sakit. Padahal jenis sakitnya bisa ditangani di Puskesmas," katanya.
Menurut dia, kurangnya pemahaman masyarakat tersebut sering terjadi kasus rumah sakit menolak pasien. Di sisi lain, kejujuran rumah sakit untuk melaporkan ketersediaan ruang rawat inap masih dipertanyakan.
"Ini menjadi dilematis. Oleh karena itu perlu komitmen sama-sama untuk membantu masyarakat mendapatkan layanan kesehatan. Karena kesehatan adalah kebutuhan dasar dan fundamental yang menjadi tanggung jawab pemerintah," kata Usmar.
Usmar meminta setiap rumah sakit menampilkan informasi ketersediaan ruang rawat inap kepada rumah sakit sehingga begitu ada pasien rujukan, dapat mempermudah layanan pasien yang ingin di rawat inap.
"Sosialisasi tentang Puskesmas induk kita yang memiliki fasilitas tidak jauh berbeda dengan rumah sakit juga perlu disebarluaskan, apalagi Puskesmas di Kota Bogor sudah ada yang rawat inap. Ini harus diinformasikan kepada masyarakat, jadi kalau sakit jangan langsung ke rumah sakit," kata Usmar.
Usmar menambahkan, terdapat 18 rumah sakit dan 24 Puskesmas di Kota Bogor. Jika seluruh fasilitas kesehatan berkomitmen untuk menjalankan sistem rujukan, maka kendala-kendala yang ada di JKN dapat diminimalisir.
"Pasien yang gawat darurat akan tertangani dengan baik, pasien rujukan akan lebih mudah untuk dirujuk," kata Usmar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016