Taman Nasional Meru Betiri merupakan kawasan pelestarian alam yang masih  memiliki ekosistem asli, dengan luas 52.626,04 hektare meliputi Kabupaten Jember dan Banyuwangi, Jawa Timur.

Nama taman nasional tersebut diambil dari nama gunung tertinggi di kawasan TN, yaitu Gunung Betiri berketinggian 1.223 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan Gunung Meru dengan ketinggian 500 mdpl.

Sebagian besar kawasan TN Meru Betiri  (TNMB) merupakan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang memiliki nilai ekologis tinggi.

Terdapat lima macam ekosistem dalam TNMB yaitu hutan hujan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa, dan hutan reofit.

Dalam kawasan TNMB tercatat sebanyak 602 flora, 15 jenis di antaranya flora yang dilindungi. Dari jumlah itu ada 242 jenis flora yang diklaim berkhasiat sebagai obat dan 77 jenis di antaranya telah dimanfaatkan oleh masyarakat seperti cabe jawa (Piper retrofractum) dan kedawung (Parkia roxburghii).

Sementara jumlah fauna tercatat sebanyak 512 jenis, di antaranya 31 jenis mamalia, enam jenis reptil, 254 jenis aves, 123 jenis serangga, 40 jenis pisces, dan 10 jenis amfibi.

Beberapa satwa yang dilindungi di kawasan TN Meru Betiri di antaranya macan tutul jawa (panthera pardus melas), banteng (nos javanicus), elang jawa (nisaetus bartelsi), penyu hijau (chelonia mydas), penyu belimbing (dermochelys coriacea), dan kijang (muntiacus muntjak).

Keberadaan Taman Nasional Meru Betiri juga telah ditetapkan sebagai salah satu zona inti dari Cagar Biosfer Blambangan oleh UNESCO. 

Kepala Balai TN Meru Betiri Nuryadi berupaya menjaga kelestarian dan ekosistem kawasan taman nasional, antara lain,  bekerja sama dengan masyarakat di kawasan penyangga hutan dan pemerintah daerah setempat.

TN Meru Betiri tidak bisa bekerja sendiri dalam memberdayakan masyarakat sekitar hutan karena banyak aspek sosial, ekonomi, budaya, dan lain yang harus diperhatikan. 

Edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar hutan dan kawasan TN Meru Betiri juga terus dilakukan dengan melakukan pendekatan persuasif dan melibatkan mereka dalam menjaga kawasan hutan dari tindakan pidana hutan seperti pembalakan liar dan perburuan satwa liar.

Kepala Sub Bagian Tata Usaha TN Meru Betiri Khairun Nisa mengatakan berdasarkan data, ada beberapa spesies kunci yang berada di kawasan taman nasional ini yakni banteng yang tersebar di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I sebanyak 28 ekor dan SPTN Wilayah II sebanyak 44 ekor.

Kemudian tercatat jumlah macan tutul jawa yang telah teridentifikasi sejak 2017 hingga 2022 sebanyak 17 ekor. Populasi macan tutul meningkat dibanding pada  2019 yang hanya 12 ekor.

Penyu juga menjadi satwa prioritas perhatian karena tren populasinya menurun akibat ulah manusia mencuri telur penyu dan faktor alam.

Jumlah penyu hijau yang mendarat di Pantai Sukamade pada 2020 tercatat 2.980 ekor, turun menjadi 1.001 ekor pada 2021, dan pada 2022 naik menjadi 1.927 ekor dengan telur sebanyak 104.827 butir.

Untuk elang jawa di TN Meru Betiri tercatat sebanyak 11 ekor pada tahun 2020 dan jumlahnya tetap pada 2021, kemudian bertambah menjadi 12 ekor pada 2022.

Berbagai tindakan pidana hutan terjadi sekaligus menjadi ancaman kepunahan sejumlah satwa langka yang dilindungi di kawasan taman nasional ini.

Perburuan satwa liar pada 2020 sebanyak dua kasus, pada 2021 sebanyak dua kasus, dan mengalami peningkatan pada 2022 sebanyak tujuh kasus.

kamera 

Salah satu upaya untuk mengawasi keberlangsungan kehidupan di TNMB adalah dengan memasang kamera pengintai.

Koordinator Pemantauan Macan Tutul di TN Meru Nur Kholiq mengatakan pemasangan kamera pengintai dengan metode representatif untuk memantau macan tutul Jawa. Pemantauan dengan kamera ini dilakukan sejak  2017.

Sebelumnya juga pernah dilakukan pemasangan kamera pada  1994 bekerja sama dengan WWF dan mitra lain. Pada 2001 juga dipasang kamera sebanyak 18 unit.

Pemasangan kamera pengintai oleh TN Meru Betiri  menggunakan metode representatif dengan sistem grid dalam desain site monitoring.

Terdapat 80 unit kamera terpasang di 40 stasiun grid cell berukuran 2 x 2 kilometer sehingga dapat memantau pergerakan satwa secara baik.

Monitoring satwa tersebut tetap dilakukan setiap tahun dengan menggunakan kamera untuk menelusuri perilaku satwa langka tersebut dan meminimalisasi perburuan satwa liar.

Macan tutul jawa yang populasi tinggal sedikit itu terancam punah jika perambahan hutan kian luas dan masyarakat abai menjaga ekosistem hutan.

Baca juga: Kementerian PUPR tengah selesaikan ITMP ITDP destinasi wisata Labuan Bajo

Baca juga: Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak lepasliarkan seekor elang jawa

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023