Institut Pertanian Bogor (IPB) University memperkenalkan model perhitungan nilai kerugian dan kerusakan sektor pertanian yang diakibatkan oleh bencana alam seperti gempa bumi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yakni post earthquake needs assesment (PENA) yang mengolah sampel data dari 13 desa di lokasi bencana tersebut.
Dr Kastana Sapanli selaku ketua tim peneliti dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University dalam video paparannya yang diterima ANTARA, Selasa, menyampaikan terdapat delapan desa di Kecamatan Cugenang dan lima desa di Kecamatan Warung Kondang yang menjadi sampel data perhitungan kerugian dan kerusakan sektor pertanian model PENA di wilayah terdampak gempa bumi beberapa bulan lalu itu.
"Tim peneliti IPB melakukan riset aksi PENA. Jenis usaha pertanian yang mengalami kerugian meliputi sarana dan prasarana dan produksi tanaman pangan, hortikultura, sayuran dan bunga, serta sektor peternakan. Sektor tanaman pangan menjadi yang paling terdampak," paparnya.
Baca juga: IPB bersama Pemkab Cianjur jadikan 4 rekomendasi atasi bencana jadi kebijakan
Dr Kastana menjelaskan, kerugian tersebut menyebabkan petani tidak memperoleh pendapatan seperti biasanya, karena nilai kerusakan mencapai Rp26,1 miliar. Adapun kerugian akibat hilangnya pendapatan usaha tani per musim tanam, akibat lahan petani rusak atau digunakan sebagai area pengungsian yaitu sebesar lebih kurang Rp963 juta.
Hasil ini dilakukan melalui sampel di delapan desa Kecamatan Cugenang dengan kerugian sebanyak lebih kurang Rp860 juta dan di lima desa di Kecamatan Warung Kondang sebanyak Rp103 juta.
Dari model perhitungan ini terdapat perubahan pendapatan sebelum terjadinya gempa dan setelah terjadinya gempa yang semula di kisaran lebih dari Rp17 juta menjadi di kisaran lebih dari Rp15 juta atau pendapatan menurun 11,44 persen.
Peluncuran hasil penelitian yang digelar Direktorat Riset dan Inovasi (DRI), IPB University di Kantor Bupati Cianjur pada Kamis (30/3) telah menampilkan PENA sebagai model perhitungan nilai kerugian dan kerusakan sektor pertanian akibat gempa bumi di Kabupaten Cianjur.
Baca juga: IPB University rekomendasikan empat hasil riset aksi usai bencana gempa Cianjur
Melalui program riset aksi, model PENA merupakan kerja sama DRI dan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).
Dr Kastana Sapanli mengatakan, mengingat besarnya nilai kerugian dan kerusakan sektor pertanian akibat gempa bumi di Kabupaten Cianjur, penelitian ini merekomendasikan kebijakan yang dapat diimplementasikan dalam jangka pendek dan jangka menengah.
“Bentuk rekomendasi jangka pendek yaitu trauma healing petani, perbaikan infrastruktur pertanian yang terdampak dan bantuan sarana produksi pertanian,” ujarnya.
Sementara itu, kata dia, rekomendasi di jangka menengah dapat dilakukan dengan penguatan kelembagaan petani berbasis tanggap bencana, peningkatan diversifikasi produk pertanian, implementasi smart farming, hingga penguatan rantai pasok pertanian yang berbasis digital. Hal itu dilakukan sebagai bentuk rekonstruksi bagi masyarakat Kabupaten Cianjur, khususnya para petani.
“Oleh karena itu, melalui PENA dan saran rekomendasi kebijakan, IPB University berharap dapat turut berkontribusi dalam mempercepat upaya pemulihan sektor pertanian pasca-gempa bumi di Kabupaten Cianjur,” tuturnya.
Baca juga: IPB raih 11 penghargaan di Ajang PR Indonesia Award 2023
Gempa bumi berkekuatan 5,6 magnitudo di Kabupaten Cianjur menimbulkan kerugian pada sektor pertanian, seperti tanaman pangan, tanaman hortikultura, peternakan, hingga sarana dan prasarana pertanian. Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat tahun 2022, Kabupaten Cianjur menjadi salah satu daerah dengan luas panen dan produksi padi terbesar di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, gempa bumi juga menyebabkan kerusakan lahan pertanian, penurunan produktivitas, hingga keberlanjutan usaha tani.
“Kerusakan sarana dan prasarana pertanian seperti penggilingan padi, saprotan hingga irigasi menyebabkan proses produksi pertanian menjadi terhenti. Selain itu, beberapa petani juga belum kembali menggarap lahannya dikarenakan trauma pasca-gempa dan gempa susulan yang masih sering terjadi,” ungkap Dr Kastana.
Ia menuturkan, jika hal tersebut terus berlangsung, maka kondisi tersebut akan mengancam rantai pasok dan harga komoditas pangan yang naik.
“Oleh karena itu, model perhitungan PENA dapat membantu menghitung kerugian dan kerusakan akibat gempa bumi. Nantinya, dapat dibentuk beberapa rekomendasi kebijakan untuk strategi pemulihan pasca gempa bumi di Kabupaten Cianjur," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Dr Kastana Sapanli selaku ketua tim peneliti dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University dalam video paparannya yang diterima ANTARA, Selasa, menyampaikan terdapat delapan desa di Kecamatan Cugenang dan lima desa di Kecamatan Warung Kondang yang menjadi sampel data perhitungan kerugian dan kerusakan sektor pertanian model PENA di wilayah terdampak gempa bumi beberapa bulan lalu itu.
"Tim peneliti IPB melakukan riset aksi PENA. Jenis usaha pertanian yang mengalami kerugian meliputi sarana dan prasarana dan produksi tanaman pangan, hortikultura, sayuran dan bunga, serta sektor peternakan. Sektor tanaman pangan menjadi yang paling terdampak," paparnya.
Baca juga: IPB bersama Pemkab Cianjur jadikan 4 rekomendasi atasi bencana jadi kebijakan
Dr Kastana menjelaskan, kerugian tersebut menyebabkan petani tidak memperoleh pendapatan seperti biasanya, karena nilai kerusakan mencapai Rp26,1 miliar. Adapun kerugian akibat hilangnya pendapatan usaha tani per musim tanam, akibat lahan petani rusak atau digunakan sebagai area pengungsian yaitu sebesar lebih kurang Rp963 juta.
Hasil ini dilakukan melalui sampel di delapan desa Kecamatan Cugenang dengan kerugian sebanyak lebih kurang Rp860 juta dan di lima desa di Kecamatan Warung Kondang sebanyak Rp103 juta.
Dari model perhitungan ini terdapat perubahan pendapatan sebelum terjadinya gempa dan setelah terjadinya gempa yang semula di kisaran lebih dari Rp17 juta menjadi di kisaran lebih dari Rp15 juta atau pendapatan menurun 11,44 persen.
Peluncuran hasil penelitian yang digelar Direktorat Riset dan Inovasi (DRI), IPB University di Kantor Bupati Cianjur pada Kamis (30/3) telah menampilkan PENA sebagai model perhitungan nilai kerugian dan kerusakan sektor pertanian akibat gempa bumi di Kabupaten Cianjur.
Baca juga: IPB University rekomendasikan empat hasil riset aksi usai bencana gempa Cianjur
Melalui program riset aksi, model PENA merupakan kerja sama DRI dan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).
Dr Kastana Sapanli mengatakan, mengingat besarnya nilai kerugian dan kerusakan sektor pertanian akibat gempa bumi di Kabupaten Cianjur, penelitian ini merekomendasikan kebijakan yang dapat diimplementasikan dalam jangka pendek dan jangka menengah.
“Bentuk rekomendasi jangka pendek yaitu trauma healing petani, perbaikan infrastruktur pertanian yang terdampak dan bantuan sarana produksi pertanian,” ujarnya.
Sementara itu, kata dia, rekomendasi di jangka menengah dapat dilakukan dengan penguatan kelembagaan petani berbasis tanggap bencana, peningkatan diversifikasi produk pertanian, implementasi smart farming, hingga penguatan rantai pasok pertanian yang berbasis digital. Hal itu dilakukan sebagai bentuk rekonstruksi bagi masyarakat Kabupaten Cianjur, khususnya para petani.
“Oleh karena itu, melalui PENA dan saran rekomendasi kebijakan, IPB University berharap dapat turut berkontribusi dalam mempercepat upaya pemulihan sektor pertanian pasca-gempa bumi di Kabupaten Cianjur,” tuturnya.
Baca juga: IPB raih 11 penghargaan di Ajang PR Indonesia Award 2023
Gempa bumi berkekuatan 5,6 magnitudo di Kabupaten Cianjur menimbulkan kerugian pada sektor pertanian, seperti tanaman pangan, tanaman hortikultura, peternakan, hingga sarana dan prasarana pertanian. Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat tahun 2022, Kabupaten Cianjur menjadi salah satu daerah dengan luas panen dan produksi padi terbesar di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, gempa bumi juga menyebabkan kerusakan lahan pertanian, penurunan produktivitas, hingga keberlanjutan usaha tani.
“Kerusakan sarana dan prasarana pertanian seperti penggilingan padi, saprotan hingga irigasi menyebabkan proses produksi pertanian menjadi terhenti. Selain itu, beberapa petani juga belum kembali menggarap lahannya dikarenakan trauma pasca-gempa dan gempa susulan yang masih sering terjadi,” ungkap Dr Kastana.
Ia menuturkan, jika hal tersebut terus berlangsung, maka kondisi tersebut akan mengancam rantai pasok dan harga komoditas pangan yang naik.
“Oleh karena itu, model perhitungan PENA dapat membantu menghitung kerugian dan kerusakan akibat gempa bumi. Nantinya, dapat dibentuk beberapa rekomendasi kebijakan untuk strategi pemulihan pasca gempa bumi di Kabupaten Cianjur," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023