Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengembangkan varietas padi organik Lembur Pakuan yang diyakini bisa menghasilkan 800 bulir per satu batang padi.
"Saya sekarang ini tengah fokus membangun pertanian organik di kampung halaman, di Lembur Pakuan, Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang," kata Dedi dalam sambungan telepon dari Purwakarta, Senin.
Ia menyampaikan, pengembangan varietas padi organik Lembur Pakuan itu dilakukan, bekerja sama dengan Kades Sukasari Oleh Solihin. Keduanya berkeliling kampung untuk melihat areal sawah dan kandang sapi milik Dedi.
Di kandang sapi, Dedi menunjukkan bagaimana semua yang ada di dalamnya bisa dimanfaatkan, seperti halnya kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk organik untuk sawah.
“Ini ekosistem ekonomi, ekosistem yang menghasilkan multiplier effect ekonomi. Jadi masyarakat petani dibuat berdaulat tidak lagi tergantung oleh kepentingan bisnis kapital, kapitalis dari pupuk, kapitalis dari obat-obatan, kapitalis dari benih,” katanya.
Menurut dia, satu-satunya cara untuk memajukan pertanian di Indonesia adalah membuat petani mandiri dan tidak dibuat ketergantungan. Salah satu caranya adalah menyiapkan lembaga pembibitan dan peneliti di setiap areal sawah.
Dedi dalam posisinya sebagai anggota lembaga legislatif, hanya bisa memberikan masukan sekaligus contoh, sebab semua itu tergantung dari kebijakan eksekutif atau pemerintah
Ia menyebutkan benih yang didapat masyarakat saat ini adalah label biru atau terendah yang hanya bisa ditanam sekali karena kualitasnya sudah mengalami penurunan sehingga wajar produktivitas petani Indonesia kalah dengan luar negeri.
“Jadi harus punya pembenihan sendiri. Kalau label kuning tidak perlu lagi menyesuaikan, karena itu sudah lingkungan awal. Kalau tanam di sini, penangkaran di sini, maka padi yang ditanam tidak perlu lagi menyesuaikan diri karena sudah habitatnya,” kata dia.
Usai dari kandang, Dedi bersama Oleh Solihin menuju areal persawahan.
Dedi menunjukkan sawah yang dinamai padi dengan biru yang merupakan terendah. Hasilnya padi bisa tumbuh namun harus terus diberi stimulus, obat-obatan dan rawan penyakit. Dari sisi produksi pun rendah.
Ia fokus mengembangkan benih lokal sendiri yang dinamakan Lembur Pakuan bersama Kades Sukasari Oleh Solihin yang memiliki basis pertanian bersama seorang stafnya yang seorang sarjana pertanian.
“Sekarang kami bercita-cita punya benih lokal sendiri di sini namanya benih lembur pakuan. Biasanya hanya 150 bulir per batang, benih ini punya keunggulan sampai 400, bahkan kemarin ada yang sampai 800 bulir per batang,” kata Dedi.
Rencananya pengembangan benih tersebut akan berjalan selama tiga kali musim panen.
“Kurang lebih musim tanam November 2024 seluruh areal sawah di sini sudah bisa ditanam varietas Lembur Pakuan. Artinya hasil panen organik ke depan bisa lebih dari tiga kali lipat,” katanya.
Baca juga: 1.300 hektare sawah di Karawang sudah panen
Baca juga: Bupati Purwakarta pastikan kebutuhan beras di daerahnya aman bahkan surplus
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Saya sekarang ini tengah fokus membangun pertanian organik di kampung halaman, di Lembur Pakuan, Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang," kata Dedi dalam sambungan telepon dari Purwakarta, Senin.
Ia menyampaikan, pengembangan varietas padi organik Lembur Pakuan itu dilakukan, bekerja sama dengan Kades Sukasari Oleh Solihin. Keduanya berkeliling kampung untuk melihat areal sawah dan kandang sapi milik Dedi.
Di kandang sapi, Dedi menunjukkan bagaimana semua yang ada di dalamnya bisa dimanfaatkan, seperti halnya kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk organik untuk sawah.
“Ini ekosistem ekonomi, ekosistem yang menghasilkan multiplier effect ekonomi. Jadi masyarakat petani dibuat berdaulat tidak lagi tergantung oleh kepentingan bisnis kapital, kapitalis dari pupuk, kapitalis dari obat-obatan, kapitalis dari benih,” katanya.
Menurut dia, satu-satunya cara untuk memajukan pertanian di Indonesia adalah membuat petani mandiri dan tidak dibuat ketergantungan. Salah satu caranya adalah menyiapkan lembaga pembibitan dan peneliti di setiap areal sawah.
Dedi dalam posisinya sebagai anggota lembaga legislatif, hanya bisa memberikan masukan sekaligus contoh, sebab semua itu tergantung dari kebijakan eksekutif atau pemerintah
Ia menyebutkan benih yang didapat masyarakat saat ini adalah label biru atau terendah yang hanya bisa ditanam sekali karena kualitasnya sudah mengalami penurunan sehingga wajar produktivitas petani Indonesia kalah dengan luar negeri.
“Jadi harus punya pembenihan sendiri. Kalau label kuning tidak perlu lagi menyesuaikan, karena itu sudah lingkungan awal. Kalau tanam di sini, penangkaran di sini, maka padi yang ditanam tidak perlu lagi menyesuaikan diri karena sudah habitatnya,” kata dia.
Usai dari kandang, Dedi bersama Oleh Solihin menuju areal persawahan.
Dedi menunjukkan sawah yang dinamai padi dengan biru yang merupakan terendah. Hasilnya padi bisa tumbuh namun harus terus diberi stimulus, obat-obatan dan rawan penyakit. Dari sisi produksi pun rendah.
Ia fokus mengembangkan benih lokal sendiri yang dinamakan Lembur Pakuan bersama Kades Sukasari Oleh Solihin yang memiliki basis pertanian bersama seorang stafnya yang seorang sarjana pertanian.
“Sekarang kami bercita-cita punya benih lokal sendiri di sini namanya benih lembur pakuan. Biasanya hanya 150 bulir per batang, benih ini punya keunggulan sampai 400, bahkan kemarin ada yang sampai 800 bulir per batang,” kata Dedi.
Rencananya pengembangan benih tersebut akan berjalan selama tiga kali musim panen.
“Kurang lebih musim tanam November 2024 seluruh areal sawah di sini sudah bisa ditanam varietas Lembur Pakuan. Artinya hasil panen organik ke depan bisa lebih dari tiga kali lipat,” katanya.
Baca juga: 1.300 hektare sawah di Karawang sudah panen
Baca juga: Bupati Purwakarta pastikan kebutuhan beras di daerahnya aman bahkan surplus
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023