Bogor (Antara Megapolitan) - Pemerintah melalu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkomitmen mengurangi penggunaan kantong plastik di semua lini termasuk pasar tradisional yang saat ini tengah dirancang model kampanyenya.

"Karena pasar tradisional itu khusus dan unik, kampanye untuk mengurangi kantong plastik berbeda dengan yang kita lakukan di kalangan peritel, karena kita memberikan sosialisasi kepada masyarakat tingkat menengah," kata Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian LHK Tuti Hendrawati Minarsih di Bogor, Minggu.

Tuti mengatakan upaya pengurangan sampah plastik telah dilakukan tahap awal di kalangan ritel modern dimulai 22 Februari 2016 yang dilakukan oleh 23 kota di Indonesia. Terhitung sejak awal Juni 2016, gerakan tersebut diberlakukan secara nasional di seluruh kota dan kabupaten.

"Ritel memiliki sistem dari pusat yang seragam sehingga mudah untuk diberlakukan pengurangan plastik ini," katanya.

Menurutnya, setelah ditingkat ritel, pihaknya akan mendorong penerapan plastik berbayar di pasar tradisional. Langkah tersebut selain membutuhkan kampanye khusus, juga komitmen pemerintah daerah.

"Saat ini yang baru berkomitmen melakukan plastik berbayar di pasar tradisional Pemerintah Banjarmasin. Program ini akan berjalan jika pemerintah daerah bergerak dalam pengelolaan sampah," katanya.

Sementara itu, terkait hasil evaluasi uji coba plastik berbayar yang diberlakukan Februai hingga Mei 2016, menurut Tuti, program tersebut berjalan bagus. Ternyata penurunan penggunaan kantong plastik di sejumlah ritel di 22 kota yang berkomitmen dengan kisaran penurunan sekitar 20 sampai 80 persen.

"Bulan pertama uji coba plastik berbayar bagus, terjadi pengurangan kantong plastik tingkat ritel, paling tinggi ada yang sampai 80 persen," katanya.

Ia menjelaskan berdasarkan data BPS terjadi pengurangan belanja plastik sebesar 11 dolar AS setelah diberlakukannya plastik berbayar. Nilai tersebut akan terus meningkat bila penggunaan kantong plastik di pasar tradisional juga diberlakukan.

"Tinggal menunggu peraturan menteri yang sedang disusun, jika sudah selesai program ini akan dijalankan," katanya.

Ia mengatakan program tersebut kembali digulirkan secara nasional dimulai pertengahan Juli 2016. Namun, belum semuanya melaksanakan karena peritel membutuhkan waktu untuk menyelaraskan kebijakan dari daerah hingga ke pusat agar seragam.

Menurut Tuti, produksi sampah secara nasional 64 juta ton, 15 persennya merupakan sampah plastik. Indonesia urutan kedua setelah Tiongkok memproduksi sampah plastik yang dibuang ke laut.

Dari keseluruh wilayah Indonesia, DKI Jakarta merupakan daerah paling tinggi jumlah produksi sampahnya karena jumlah penduduknya mencapai 12 juta jiwa, dimana sampah berbanding lurus dengan jumlah penduduk.

Terkait dana plastik berbayar yang dibayarkan kepada perintel, Tuti menjelaskan sebelum ada program plastik berbayar, biaya kantong plastik dibebankan kepada konsumen masuk dalam produksi ritel. Dengan adanya program tersebut, bea plastik dibuat terpisah.

Tuti mengatakan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, Kementerian LHK mendorong penggunaan tas belanja berkali pakai. Sebanyak 10.000 tas belanja berkali pakai dibagi kepada masyarakat. Jumlah tersebut terus bertambah melalui program CSR yang dilakukan sejumlah perusahaan nasional dan swasta.

"Kami mengimbau masyarakat untuk kembali ke era dulu kita belanja menggunakan keranjang belanjaan, itu dilakukan oleh ibu-ibu kita era dulu. Atau gunakan plastik dengan teknologi yang memudahkan untuk diurai, tidak berdampak bagi lingkungan," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016