Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menilai masalah pencemaran limbah pasir tailing yang berasal dari PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, harus segera ditangani karena itu persoalan serius.
“Esensinya ada beberapa wilayah di sekitar areal Freeport yang mengalami problem lingkungan akut dan hilangnya habitat hidup," kata Dedi, melalui sambungan telepon di Purwakarta, Rabu.
Ia menyampaikan kalau kondisi itu terjadi akibat pencemaran sungai, pendangkalan, matinya seluruh sumber protein nabati dan hewani serta semakin hilangnya akses masyarakat untuk keluar. Sehingga berdampak terhadap mahalnya transportasi, dan juga terdapat ancaman penyakit serius.
Baca juga: KLHK: limbah tailing tidak lagi menakutkan
Untuk itu, kata dia, Komisi IV DPR RI memastikan akan segera memanggil pihak terkait, mulai dari bupati setempat, DPRD, gubernur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan PT Freeport Indonesia.
Selain memanggil pihak terkait untuk dimintai keterangannya, Dedi juga menjadwalkan akan melihat langsung lokasi yang menjadi sumber malapetaka persoalan limbah bagi masyarakat di Papua.
“Ini persoalan serius yang kita hadapi bersama-sama dan kita akan perjuangkan. Kita tidak mau negara mendapat pendapatan yang sangat tinggi dari Freeport sedangkan 6 ribu warga itu mengalami penderitaan,” kata Dedi Mulyadi.
Baca juga: Menteri KLHK Resmikan Pabrik Tailing Pertama Indonesia
Hal tersebut disampaikan Dedi dihadapan masyarakat Timika, Papua, yang menyampaikan protes atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah tailing yang berasal dari PT Freeport Indonesia.
Koordinator Umum Komunitas Peduli Lingkungan Hidup LEPEMAWI, Adolfina Kuum, mengatakan kalau Freeport membuang lebih dari 300 ribu ton limbah tailing ke sungai setiap hari yang berdampak ke tiga distrik, yakni Agimuga, Jit dan Manasari.
Akibatnya sungai tercemar, krisis air, ikan dan sumber makanan lain mati, hingga penyakit kulit menular dan mematikan.
“Ada 6.484 warga (data tahun 2020) di 23 kampung di 3 distrik yang terdampak,” ujar Adolfina.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
“Esensinya ada beberapa wilayah di sekitar areal Freeport yang mengalami problem lingkungan akut dan hilangnya habitat hidup," kata Dedi, melalui sambungan telepon di Purwakarta, Rabu.
Ia menyampaikan kalau kondisi itu terjadi akibat pencemaran sungai, pendangkalan, matinya seluruh sumber protein nabati dan hewani serta semakin hilangnya akses masyarakat untuk keluar. Sehingga berdampak terhadap mahalnya transportasi, dan juga terdapat ancaman penyakit serius.
Baca juga: KLHK: limbah tailing tidak lagi menakutkan
Untuk itu, kata dia, Komisi IV DPR RI memastikan akan segera memanggil pihak terkait, mulai dari bupati setempat, DPRD, gubernur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan PT Freeport Indonesia.
Selain memanggil pihak terkait untuk dimintai keterangannya, Dedi juga menjadwalkan akan melihat langsung lokasi yang menjadi sumber malapetaka persoalan limbah bagi masyarakat di Papua.
“Ini persoalan serius yang kita hadapi bersama-sama dan kita akan perjuangkan. Kita tidak mau negara mendapat pendapatan yang sangat tinggi dari Freeport sedangkan 6 ribu warga itu mengalami penderitaan,” kata Dedi Mulyadi.
Baca juga: Menteri KLHK Resmikan Pabrik Tailing Pertama Indonesia
Hal tersebut disampaikan Dedi dihadapan masyarakat Timika, Papua, yang menyampaikan protes atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah tailing yang berasal dari PT Freeport Indonesia.
Koordinator Umum Komunitas Peduli Lingkungan Hidup LEPEMAWI, Adolfina Kuum, mengatakan kalau Freeport membuang lebih dari 300 ribu ton limbah tailing ke sungai setiap hari yang berdampak ke tiga distrik, yakni Agimuga, Jit dan Manasari.
Akibatnya sungai tercemar, krisis air, ikan dan sumber makanan lain mati, hingga penyakit kulit menular dan mematikan.
“Ada 6.484 warga (data tahun 2020) di 23 kampung di 3 distrik yang terdampak,” ujar Adolfina.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023