Jakarta (Antara Megapolitan) - Kejaksaan Agung menilai pembelian lahan di Cengkareng Barat oleh oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, janggal.
"Kita 'concern' kepada uang pemda ke luar beli tanah yang sebenarnya tanahnya tidak ada. Ada yang dipalsukan suratnya, surat keterangan status tanahnya," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah di Jakarta, Selasa (19/7) malam.
Akibat pembelian lahan, ia memperkirakan keuangan negara mengalami kerugian mencapai Rp690 miliar. "Rp690 miliar, uang terbuang," katanya.
Kejaksaan Agung mengaku tengah menangani dugaan korupsi pembelian lahan di Cengkareng Barat oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kita sidik, betul sejak 29 Juni 2016," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah di Jakarta, Selasa malam.
Arminsyah menambahkan pihaknya sudah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (sprindik) kasus tersebut serta memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri.
Hal ini, kata dia, sebagai bentuk koordinasi atas institusi yang telah menangani kasus tersebut sebelumnya.
"(Koordinasi) tentunya kita tidak mau tabrakan ya," katanya.
Sedangkan koordinasi dengan KPK terkait untuk supervisinya. "Ya kita tunggu nanti. Kita juga gak mau tabrakan," tegasnya.
Kendati demikian, Arminsyah enggan menyebutkan apakah sudah ada tersangkanya meski sudah ada SPDP-nya.
Penyidik sudah memeriksa 11 saksi di antaranya dari pihak swasta.
"11 orang dari semua swasta dan lain-lain," katanya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau karib disapa Ahok diperiksa penyidik Bareskrim Polri sebagai saksi atas kasus dugaan gratifikasi yang diterima Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta dalam pembebasan lahan untuk rusunawa Cengkareng Barat.
"Saya beri keterangan masalah lahan Cengkareng," kata Ahok di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis.
Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama empat jam itu, ia menjelaskan kepada penyidik mengenai proses pembelian lahan tersebut.
"Pertanyaan inti ada empat pertanyaan. Salah satunya tentang bagaimana proses pembelian (lahan) Cengkareng," ujarnya.
Pengadaan lahan untuk pembangunan Rumah Susun Cengkareng Barat merupakan salah satu temuan yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI 2015.
Dinas Perumahan dan Gedung membeli lahan tersebut dari perseorangan yang diketahui bernama Toeti Noeziar Soekarno. Lahan untuk rumah susun tersebut dibeli dengan harga Rp668 miliar.
Di sisi lain, berdasarkan audit BPK, lahan itu merupakan milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI Jakarta. Sengketa kepemilikan lahan antara Dinas KPKP DKI dan Toeti tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Kita 'concern' kepada uang pemda ke luar beli tanah yang sebenarnya tanahnya tidak ada. Ada yang dipalsukan suratnya, surat keterangan status tanahnya," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah di Jakarta, Selasa (19/7) malam.
Akibat pembelian lahan, ia memperkirakan keuangan negara mengalami kerugian mencapai Rp690 miliar. "Rp690 miliar, uang terbuang," katanya.
Kejaksaan Agung mengaku tengah menangani dugaan korupsi pembelian lahan di Cengkareng Barat oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kita sidik, betul sejak 29 Juni 2016," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah di Jakarta, Selasa malam.
Arminsyah menambahkan pihaknya sudah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (sprindik) kasus tersebut serta memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri.
Hal ini, kata dia, sebagai bentuk koordinasi atas institusi yang telah menangani kasus tersebut sebelumnya.
"(Koordinasi) tentunya kita tidak mau tabrakan ya," katanya.
Sedangkan koordinasi dengan KPK terkait untuk supervisinya. "Ya kita tunggu nanti. Kita juga gak mau tabrakan," tegasnya.
Kendati demikian, Arminsyah enggan menyebutkan apakah sudah ada tersangkanya meski sudah ada SPDP-nya.
Penyidik sudah memeriksa 11 saksi di antaranya dari pihak swasta.
"11 orang dari semua swasta dan lain-lain," katanya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau karib disapa Ahok diperiksa penyidik Bareskrim Polri sebagai saksi atas kasus dugaan gratifikasi yang diterima Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta dalam pembebasan lahan untuk rusunawa Cengkareng Barat.
"Saya beri keterangan masalah lahan Cengkareng," kata Ahok di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis.
Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama empat jam itu, ia menjelaskan kepada penyidik mengenai proses pembelian lahan tersebut.
"Pertanyaan inti ada empat pertanyaan. Salah satunya tentang bagaimana proses pembelian (lahan) Cengkareng," ujarnya.
Pengadaan lahan untuk pembangunan Rumah Susun Cengkareng Barat merupakan salah satu temuan yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI 2015.
Dinas Perumahan dan Gedung membeli lahan tersebut dari perseorangan yang diketahui bernama Toeti Noeziar Soekarno. Lahan untuk rumah susun tersebut dibeli dengan harga Rp668 miliar.
Di sisi lain, berdasarkan audit BPK, lahan itu merupakan milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI Jakarta. Sengketa kepemilikan lahan antara Dinas KPKP DKI dan Toeti tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016