DPP Brigade Nasional berkomitmen untuk mendukung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam memberantas radikalisme dan intoleransi.
Kepedulian Presiden RI Joko Widodo untuk mewariskan sejarah yang baik untuk masa depan yang gemilang harus didukung segenap elemen masyarakat.
“Mencegah dan memerangi radikalisme, terorisme, dan intoleransi wajib dilakukan seluruh masyarakat di Tanah Air kita tercinta,” kata Ketua Umum DPP Brigade Nasional, Reni Lubis, usai deklarasi Pengurus DPP Brigade Nasional serta dialog kebangsaan “Radikalisme dan Intoleransi” di Balai Sarwono, Jakarta, Sabtu.
Radikalisme dan intoleransi berpotensi memecah belah bangsa Indonesia yang besar. Apalagi, di era digital saat ini radikalisme, terorisme, dan intoleransi dengan mudah menyebar lewat media sosial.
Tingginya akses internet di Indonesia jika tidak dikelola dengan bijak tentu bisa menjadi alat strategis bagi penyebaran radikalisme, terorisme, dan intoleransi yang mengancam kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam.
“Pihak-pihak tertentu tersebut tampaknya telah melupakan sejarah berdirinya NKRI, yang memang sejatinya dibangun di atas fondasi kebhinekaan dengan keragaman budaya, suku bangsa, bahasa, bahkan agama,” ujar Reni Lubis.
Pada momentum ini, Brigade Nasional menegaskan sepenuhnya mendukung Presiden RI Joko Widodo dalam mencegah dan memerangi radikalisme, terorisme, dan intoleransi. Pasalnya, kebhinekaan yang koyak dengan adanya upaya memecah belah bangsa tidak bisa didiamkan begitu saja.
Brigade Nasional akan berkontribusi dalam mencegah dan memerangi radikalisme, terorisme, dan intoleransi yang mengancam persatuan bangsa melalui sumbangan pemikiran, refleksi mendalam, kajian-kajian ilmiah, serta aksi nyata melalui cara-cara yang kreatif dengan pendekatan sosial budaya.
“Saya mengajak seluruh pengurus DPP Brigade Nasional, DPD maupun DPC Brigade Nasional, seluruh organ relawan, dan segenap masyarakat Indonesia untuk bersatu, bergotong royong melawan radikalisme, terorisme, dan intoleransi yang akan membawa Indonesia adil, makmur, dan sejahtera dalam kebhinekaan,” katanya.
Sementara itu, Dewan Pembina Brigade Nasional Petrus Selestinus memaparkan tindak kekerasan maupun persekusi yang dilakukan oleh ormas tertentu terhadap kelompok minoritas lain atas dasar SARA masih sering terjadi secara sporadis di Indonesia.
"Sayangnya, tindak kekerasan dan persekusi itu tidak diproses hukum karena semua itu berujung dengan damai yang dilakukan di bawah tekanan massa," katanya.
Pola penyelesaian demikian sangat disesalkan karena tidak sejalan dengan semangat Presiden Jokowi ketika merevisi UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas melalui Perpu No. 2 Tahun 2017 dan prinsip pemidanaan dalam delik umum, bukan aduan yang tidak mengenal penghentian proses pidana karena adanya perdamaian antara pelaku dan korban atau pelaku dengan oknum polisi yang menangani perkaranya.
Wakil Ketua Umum DPP Brigade Nasional, Taufik Damas, menegaskan sebagai masyarakat modern sudah seharusnya masyarakat Indonesia menghargai demokrasi. Hukum positif yang berlaku di Indonesia juga wajib ditaati baik oleh seluruh rakyat dalam kehidupan bermasyarakat.
“Sebagai bangsa yang beradab, penting untuk menghargai perbedaan yang memang menjadi fitrah dalam kehidupan,” kata Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jakarta itu.
Pada kesempatan yang sama, Pengamat Sosial Rudi S. Kamri menegaskan pelaku tindak intoleransi dapat diproses hukum meskipun berlandaskan UUD 1945.
Siapa pun yang melakukan tindak intoleransi dan radikalisme yang berujung pada separatisme harus diberantas. Kalau ada kelompok tertentu yang membuat negara dalam negara, punya sistem sendiri dan aturan sendiri, itu jelas separatis dan harus diproses hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Kepedulian Presiden RI Joko Widodo untuk mewariskan sejarah yang baik untuk masa depan yang gemilang harus didukung segenap elemen masyarakat.
“Mencegah dan memerangi radikalisme, terorisme, dan intoleransi wajib dilakukan seluruh masyarakat di Tanah Air kita tercinta,” kata Ketua Umum DPP Brigade Nasional, Reni Lubis, usai deklarasi Pengurus DPP Brigade Nasional serta dialog kebangsaan “Radikalisme dan Intoleransi” di Balai Sarwono, Jakarta, Sabtu.
Radikalisme dan intoleransi berpotensi memecah belah bangsa Indonesia yang besar. Apalagi, di era digital saat ini radikalisme, terorisme, dan intoleransi dengan mudah menyebar lewat media sosial.
Tingginya akses internet di Indonesia jika tidak dikelola dengan bijak tentu bisa menjadi alat strategis bagi penyebaran radikalisme, terorisme, dan intoleransi yang mengancam kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam.
“Pihak-pihak tertentu tersebut tampaknya telah melupakan sejarah berdirinya NKRI, yang memang sejatinya dibangun di atas fondasi kebhinekaan dengan keragaman budaya, suku bangsa, bahasa, bahkan agama,” ujar Reni Lubis.
Pada momentum ini, Brigade Nasional menegaskan sepenuhnya mendukung Presiden RI Joko Widodo dalam mencegah dan memerangi radikalisme, terorisme, dan intoleransi. Pasalnya, kebhinekaan yang koyak dengan adanya upaya memecah belah bangsa tidak bisa didiamkan begitu saja.
Brigade Nasional akan berkontribusi dalam mencegah dan memerangi radikalisme, terorisme, dan intoleransi yang mengancam persatuan bangsa melalui sumbangan pemikiran, refleksi mendalam, kajian-kajian ilmiah, serta aksi nyata melalui cara-cara yang kreatif dengan pendekatan sosial budaya.
“Saya mengajak seluruh pengurus DPP Brigade Nasional, DPD maupun DPC Brigade Nasional, seluruh organ relawan, dan segenap masyarakat Indonesia untuk bersatu, bergotong royong melawan radikalisme, terorisme, dan intoleransi yang akan membawa Indonesia adil, makmur, dan sejahtera dalam kebhinekaan,” katanya.
Sementara itu, Dewan Pembina Brigade Nasional Petrus Selestinus memaparkan tindak kekerasan maupun persekusi yang dilakukan oleh ormas tertentu terhadap kelompok minoritas lain atas dasar SARA masih sering terjadi secara sporadis di Indonesia.
"Sayangnya, tindak kekerasan dan persekusi itu tidak diproses hukum karena semua itu berujung dengan damai yang dilakukan di bawah tekanan massa," katanya.
Pola penyelesaian demikian sangat disesalkan karena tidak sejalan dengan semangat Presiden Jokowi ketika merevisi UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas melalui Perpu No. 2 Tahun 2017 dan prinsip pemidanaan dalam delik umum, bukan aduan yang tidak mengenal penghentian proses pidana karena adanya perdamaian antara pelaku dan korban atau pelaku dengan oknum polisi yang menangani perkaranya.
Wakil Ketua Umum DPP Brigade Nasional, Taufik Damas, menegaskan sebagai masyarakat modern sudah seharusnya masyarakat Indonesia menghargai demokrasi. Hukum positif yang berlaku di Indonesia juga wajib ditaati baik oleh seluruh rakyat dalam kehidupan bermasyarakat.
“Sebagai bangsa yang beradab, penting untuk menghargai perbedaan yang memang menjadi fitrah dalam kehidupan,” kata Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jakarta itu.
Pada kesempatan yang sama, Pengamat Sosial Rudi S. Kamri menegaskan pelaku tindak intoleransi dapat diproses hukum meskipun berlandaskan UUD 1945.
Siapa pun yang melakukan tindak intoleransi dan radikalisme yang berujung pada separatisme harus diberantas. Kalau ada kelompok tertentu yang membuat negara dalam negara, punya sistem sendiri dan aturan sendiri, itu jelas separatis dan harus diproses hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023