Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut alasan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja untuk memperbaiki undang-undang sebelumnya.
"Masalah perppu itu saya kira kan memang Undang-undang Cipta Kerja itu kan dianggap ada bermasalah, sehingga perlu diperbaiki," kata Wapres Ma'ruf di Cianjur, Jawa Barat pada Rabu.
Pada 30 Desember 2022 Presiden Jokowi menandatangani Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menggantikan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pertimbangan dikeluarkannya Perppu tersebut adalah karena kebutuhan mendesak sesuai dengan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.
Baca juga: Presiden Jokowi terbitkan Perppu Cipta Kerja hari ini
"Dalam rangka memperbaiki situasi, tidak boleh vakum, supaya perekonomian kita terjaga, investor juga tidak bingung jalan keluarnya dibuat perppu untuk menanggulangi situasi itu," ungkap Wapres.
Perppu tersebut pun menyempurnakan aturan dalam UU Cipta Kerja berdasarkan putusan "judicial review" Mahkamah Konstitusi MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang memutuskan pembentukan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkonstitusional) secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan".
Pemerintah juga telah menerbitkan UU No 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada 16 Juni 2022 yang mengatur soal pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus.
Baca juga: UU Cipta Kerja masih perlu pembenahan meski berdampak positif pada realisasi investasi
Namun sejumlah pihak mengkritik terbitnya Perppu Ciptaker tersebut, salah satunya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menilai penerbitan perppu mengkhianati Konstitusi UUD 1945 dan tidak memenuhi syarat diterbitkannya perppu.
Sejumlah poin yang dipersoalkan dalam perppu antara lain adalah pertama, soal waktu libur bagi para pekerja sebagaimana diatur Bab IV Ketenagakerjaan pasal 77 diubah menjadi setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja sebagaimana dimaksud meliputi:
a. 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
b. 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Baca juga: Ribuan buruh se-Jabodetabek gelar unjuk rasa tolak Omnibus Law di DPR
Kedua, masih di bab Ketenagakerjaan, mengenai upah minimum di Pasal 88 D ayat 2 dijelaskan jika upah minimum akan mempertimbangkan beberapa variabel seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Namun "indeks tertentu" tersebut tidak dijelaskan
Ketiga, pasal tentang penetapan pesangon dalam Perppu Cipta Kerja. Dalam pasal 156 Bab Ketenagakerjaan disebutkan pemberian pesangon disesuaikan dengan masa kerja maksimal 9 kali upah bulanan bagi pekerja yang sudah mengabdi 8 tahun atau lebih. Untuk uang penghargaan untuk karyawan yang di-PHK akan mendapat maksimal 10 kali upah bagi pekerja yang sudah mengabdi lebih dari 24 tahun. Karyawan yang di-PHK juga berhak mendapatkan penggantian atas cuti yang belum terpakai dan ongkos pulang untuk ke tempat kerja.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Masalah perppu itu saya kira kan memang Undang-undang Cipta Kerja itu kan dianggap ada bermasalah, sehingga perlu diperbaiki," kata Wapres Ma'ruf di Cianjur, Jawa Barat pada Rabu.
Pada 30 Desember 2022 Presiden Jokowi menandatangani Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menggantikan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pertimbangan dikeluarkannya Perppu tersebut adalah karena kebutuhan mendesak sesuai dengan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.
Baca juga: Presiden Jokowi terbitkan Perppu Cipta Kerja hari ini
"Dalam rangka memperbaiki situasi, tidak boleh vakum, supaya perekonomian kita terjaga, investor juga tidak bingung jalan keluarnya dibuat perppu untuk menanggulangi situasi itu," ungkap Wapres.
Perppu tersebut pun menyempurnakan aturan dalam UU Cipta Kerja berdasarkan putusan "judicial review" Mahkamah Konstitusi MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang memutuskan pembentukan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkonstitusional) secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan".
Pemerintah juga telah menerbitkan UU No 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada 16 Juni 2022 yang mengatur soal pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus.
Baca juga: UU Cipta Kerja masih perlu pembenahan meski berdampak positif pada realisasi investasi
Namun sejumlah pihak mengkritik terbitnya Perppu Ciptaker tersebut, salah satunya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menilai penerbitan perppu mengkhianati Konstitusi UUD 1945 dan tidak memenuhi syarat diterbitkannya perppu.
Sejumlah poin yang dipersoalkan dalam perppu antara lain adalah pertama, soal waktu libur bagi para pekerja sebagaimana diatur Bab IV Ketenagakerjaan pasal 77 diubah menjadi setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja sebagaimana dimaksud meliputi:
a. 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
b. 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Baca juga: Ribuan buruh se-Jabodetabek gelar unjuk rasa tolak Omnibus Law di DPR
Kedua, masih di bab Ketenagakerjaan, mengenai upah minimum di Pasal 88 D ayat 2 dijelaskan jika upah minimum akan mempertimbangkan beberapa variabel seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Namun "indeks tertentu" tersebut tidak dijelaskan
Ketiga, pasal tentang penetapan pesangon dalam Perppu Cipta Kerja. Dalam pasal 156 Bab Ketenagakerjaan disebutkan pemberian pesangon disesuaikan dengan masa kerja maksimal 9 kali upah bulanan bagi pekerja yang sudah mengabdi 8 tahun atau lebih. Untuk uang penghargaan untuk karyawan yang di-PHK akan mendapat maksimal 10 kali upah bagi pekerja yang sudah mengabdi lebih dari 24 tahun. Karyawan yang di-PHK juga berhak mendapatkan penggantian atas cuti yang belum terpakai dan ongkos pulang untuk ke tempat kerja.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023