Belantara rimba beton kerapkali dituding sebagai perusak lingkungan karena tidak memperhatikan keseimbangan, bahkan kelestarian alam nan hijau?

Keberadaan industri semen yang gencar mengubah lahan yang semula bertaburan dengan keanekaragaman pepohonan dengan ekosistem yang alami, menjadi bangunan yang serba berbahan dasar semen, pasir, bebatuan, dan zat kimiawi sebagai pengawetnya, tak luput dari anggapan sebagai pihak yang harus bertanggung jawab lantaran telah mengusik harmonisasi alam.

Kasus penolakan masyarakat di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, terhadap industri semen di wilayah itu, menjadi pembelajaran berharga buat kita, betapa kelestarian lingkungan dan alam harus tetap terus dijaga dan dipertahankan, meskipun laju pembangunan dengan berbagai kebutuhan dan ketersediaan industri juga tak boleh tertinggal.

Laporan The Guardian, sebuah media massa terkemuka dari Inggris yang berdiri sejak 1821, pernah menurunkan tulisan, yang menjadi tulisan terbaik pada 2019, edisi Senin 25 Februari 2019, dengan judul mencengangkan "Beton: Material yang paling merusak di bumi" (Concrete: The most destructive materials on earth).

Tulisan karya editor lingkungan global The Guardian, Jonathan Watts, tersebut antara lain mengulas bahwa setelah air, beton adalah zat yang paling banyak digunakan di bumi. Industri semen di sebuah negara, itu akan menjadi penghasil karbon dioksida terbesar ketiga di dunia hingga 2,8 miliar ton, hanya dilampaui oleh China dan AS.

Dampak lingkungan dari beton, pembuatan, dan aplikasinya, kompleks, sebagian didorong oleh dampak langsung dari konstruksi dan infrastruktur, serta oleh emisi CO2,  antara 4-8 persen dari total emisi CO2 global berasal dari beton. Banyak yang bergantung pada keadaan. Komponen utama adalah semen, yang memiliki dampak lingkungan dan sosialnya sendiri dan berkontribusi besar pada beton.

Kiamat kah bagi industri semen? Tentu saja, tidak, atau setidaknya belum. Quo vadis konstruksi atau bangunan Indonesia? Pilih industri semen atau kelestarian lingkungan? Penulis mengambil keputusan untuk memilih kedua-duanya karena sebagai negara berkembang, Indonesia terus tumbuh membangun, dan sebagai negara yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati bahkan menjadi paru-paru dunia, kelestarian alam di jamrut katulistiwa ini juga wajib dikedepankan.

Mau tidak mau, suka atau tidak suka, industri semen wajib ramah lingkungan agar struktur dan roh dari bangunan yang didirikan juga selaras dengan alam dan lingkungan sekitar.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, salah satu industri semen di Indonesia, berkomitmen menjadi pabrik ramah lingkungan, dengan terus menjaga produksi semen agar tidak mencemari lingkungan.

Indocement menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang berhasil menyelesaikan proyek mekanisme pembangunan bersih berupa proyek bahan bakar serta bahan baku alternatif untuk mengurangi emisi karbondioksida pada proses produksi.

Dari kesungguhan tersebut secara nyata Indocement berhasil mengurangi emisi tersebut dan telah diakui oleh dunia internasional dan menjadi perusahaan pertama di Asia Tenggara yang mendapat "Certified Emission Reduction" pada 2005. Indocement telah menerapkan nilai ambang batas debu sebesar 60 miligram per meter kubik untuk seluruh kompleks pabriknya. Angka 25 persen tersebut lebih rendah dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mencapai 80 mg/m3.

Penggunaan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan berupa cangkang sawit dan serbuk gergaji dapat menurunkan emisi CO2. Indocement juga menggunakan teknologi terbaru pada pabriknya berupa "bag filter" yang sudah diaplikasi pada pabrik di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Indocement memiliki target penurunan emisi menjadi 575 kg CO2/t cement equivalent pada 2025 dan 490 kg CO2/t cement equivalent pada 2030. Direktur Utama Indocement Christian Kartawijaya menyampaikan pada Sabtu (12/11/2022), produk hijau dari Indocement siap memasok kebutuhan semen untuk membangun Ibu Kota Nusantara (IKN).

Komitmen Indocement untuk terus mewujudkan perusahaan yang ramah lingkungan didukung dengan program pertanggungjawaban sosial perusahaan yang salah satunya pembinaan kampung peduli lingkungan, dan sekolah Adiwiyata Mandiri.

Setiap tahun dana CSR yang disalurkan Indocement sebesar Rp10 sampai Rp12 miliar. Dana ini disalurkan untuk pembinaan 12 desa binaan terutama di pabrik Citereup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Indocement membuktikan tidak semua pabrik semen mencemari lingkungan sekitarnya, produksi semen yang dihasilkan, selalu mengedepankan proses yang ramah lingkungan.

Indocement memiliki standarisasi serta teknologi yang ramah lingkungan. Limbah pabrik yang dihasilkan dari pengolahan semenpun diolah sedemikian rupa tidak mencemari lingkungan.


47 tahun untuk konstruksi berkelanjutan

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada 4 Agustus 2022 telah berusia 47 tahun. Sepanjan usia tersebut, tentu saja perusahaan ini bukan lagi perusahaan yang masih "hijau" atau seumuran jagung, melainkan telah berkembang menjadi perusahaan besar untuk tetap berkiprah bagi Indonesia hijau dengan pembangunan berkelanjutan.

Perusahaan yang berdiri sejak 1975 itu, dan kini memiliki belasan pabrik semen di tiga daerah, dua di Jawa Barat dan satu di Kalimantan Selatan, telah membukukan pendapatan neto sebesar Rp11,6 triliun pada kuartal III-2022 atau naik 9,9 persen dari tahun lalu meski mengalami penurunan volume penjualan semen. Sebagaimana disampaikan oleh Direktur dan Sekretaris Indocement Antonius Marcos dalam rilis pada Minggu (13/11/2022), peningkatan pendapatan neto perusahaan dari kuartal III-2021 ini disebabkan oleh kenaikan harga jual semen pada Maret, Juni, September dan Oktober 2022.

Indocement juga membukukan volume penjualan domestik secara keseluruhan sebesar 12,4 juta ton, turun 294 ribu ton atau 2,3 persen dari tahun lalu. Volume penjualan semen domestik (tanpa klinker) tercatat sebesar 11,5 juta ton, turun 432 ribu ton atau 3,6 persen dibandingkan volume pada kuartal III-2021 yang menyebabkan pangsa pasar domestik perseroan menjadi 24,8 persen. Penjualan ekspor pada kuartal III-2022 tercatat sebanyak 275 ribu ton, mengalami penurunan 17,5 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai angka 333 ribu ton.

Sementara beban pokok pendapatan pada kuartal III-2022 meningkat 17 persen dari Rp7.016,4 miliar menjadi Rp8.218,5 miliar karena kenaikan biaya energi, terutama dari harga batu bara. Kondisi itu mengurangi marjin laba bruto menjadi 29,5 persen dibandingkan tahun lalu sebesar 33,9 persen.

Perseroan terus meningkatkan pemakaian konsumsi bahan bakar alternatif dari 12,2 persen pada akhir 2021 menjadi 18,4 persen pada September 2022, termasuk peningkatan penggunaan batu bara berkalori rendah (LCV) dari 88 persen menjadi 91 persen.

Indocement mencatatkan pendapatan keuangan-neto yang lebih rendah 75,4 persen dari Rp112,8 miliar di kuartal III-2021 menjadi Rp27,7 miliar karena posisi kas yang lebih rendah dari program pembelian saham kembali. Beban pajak penghasilan-neto menurun 21,9 persen dari Rp331,9 miliar menjadi Rp259,3 miliar disebabkan oleh penurunan laba. Laba periode berjalan turun 21,6 persen dari Rp1,2 triliun menjadi Rp946,9 miliar untuk Kuartal III-2022.

Produk Indocement terdiri atas produk semen dengan merek Tiga Roda meliputi semen portland komposit (untuk konstruksi umum seperti rumah, gedung bertingkat tinggi, jembatan, jalan beton, beton pracetak, dan pratekan. PCC memiliki kekuatan setara dengan semen portland jenis I), semen portland jenis I hingga V, semen putih, mortar, semen sumur minyak (khusus pengeboran minyak dan gas bumi), duracem (semen campuran dengan menggunakan slag, hasil limbah pembakaran pada industri baja, sebagai bahan tambahan, sehingga sangat ramah lingkungan, dan memiliki keunggulan teknis rendah, ketahanan sulfat, daya tahan tinggi, dan memiliki periode pertumbuhan tekan yang lebih lama. Cocok untuk proyek beton massal, bendungan, dan dermaga), perekat bata ringan, semen dengan merek Rajawali, pelesteran bata ringan, beton siap pakai, dan agregat (batu andesit atau batu pecah belah).

Sejak 2021, Indocement juga terus mendorong penggunaan "semen hijau" di Indonesia, salah satunya melalui produk semen hidraulis yang proses produksinya menggunakan kadar klinker yang lebih rendah dibanding OPC sehingga mampu mengurangi penggunaan batu bara dan jumlah CO2 yang jauh lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pasar yang semakin peduli terhadap lingkungan.  
 
Dalam membuat produknya, Indocement antara lain juga mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Konstruksi Berkelanjutan.

Konstruksi Berkelanjutan adalah  sebuah  pendekatan dalam melaksanakan rangkaian kegiatan yang diperlukan untuk menciptakan suatu fasilitas fisik yang memenuhi tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan pada saat ini dan pada masa yang akan datang.

Indocement merupakan pelopor MASTER-TECH di bidang industri semen yang menerapkan teknologi pabrikan semen terkini dan telah menerapkan Industri 4.0 sehingga dapat menghasilkan produk semen bermutu tinggi, kokoh, dan ramah lingkungan.

Selama lima tahun ini, Indocement juga telah menginvestasikan lebih dari Rp1 triliun untuk investasi keberlanjutan. Sebagai pelopor di sektor industri semen yang sudah menerapkan Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Kontinyu (SISPEK), Indocement juga secara rutin melakukan evaluasi peta jalan strategi perubahan iklim untuk memastikan penurunan emisi sesuai dengan target.

Jadi masih adakah yang diragukan dari Indocement dalam mewujudkan hijau royo-royo bangunan di Indonesia? Bersama Indocement, bangsa Indonesia membangun pembangunan berkelanjutan.*

Pewarta: Budi Setiawanto

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022