Jakarta (Antara Megapolitan) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan upah minimum regional di kawasan ASEAN dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteran para buruh, khususnya di industri "footloose".
"Harus ada persetujuan bahwa jangan ada di antara kita (negara ASEAN) bersaing turun tarif, tetapi bersaing dengan produktivitas yang baik," kata Wapres Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan tidak adanya standar pengupahan buruh di negara-negara ASEAN menyebabkan ketimpangan kesejahteraan pekerja selain juga berpengaruh pada daya beli dan perekonomian di negara tersebut.
Wapres mencontohkan, ketika ada investasi asing masuk ke Indonesia dan meminta upah pekerja rendah, maka investor tersebut akan memilih ke negara lain seperti Vietnam dan Kamboja yang mau membayar murah upah buruh mereka.
"Mereka datang ke Indonesia minta upah maksimum buruh sekian, kalau kita tidak setuju maka Vietnam mau (dibayar dengan upah tersebut). Jadi Vietnam menahan (tawaran), dan kita (Indonesia) terpaksa menaikkan," jelasnya.
Akibat dari tidak adanya standar pengupahan tersebut adalah pendapatan masyarakat, khususnya buruh, menjadi sangat kecil karena adanya persaingan antarnegara ASEAN tersebut.
Dalam Forum Ekonomi Dunia atau World Economy Forum di Kuala Lumpur beberapa waktu lalu, Jusuf Kalla mengusulkan pemberlakuan upah minimum untuk para pekerja di negara-negara anggota ASEAN guna terciptanya kesetaraan di kawasan.
"Hal ini sangat penting agar jangan sampai terjadi persaingan yang tidak sehat di ASEAN," ujarnya di sela-sela pertemuan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum on ASEAN) 2016 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam forum tersebut, Kalla mengatakan bahwa Indonesia memiliki banyak tenaga kerja.
"Seperti produsen sepatu dan garmen kita bisa berkompetisi, tapi mereka pergi ke Kamboja dan Vietnam. Mereka buat di negara kita dengan harga 15 dolar dan jual di negara lain 100 dolar. Ini bukan kesetaraan," kata Wapres.
Menurut dia, negara-negara ASEAN tidak seharusnya memaksa tenaga kerja berkompetisi soal upah pekerja semakin murah, melainkan harus bisa bekerja sama membuat standar upah minimum untuk menciptakan persaingan yang sehat.
"Jadi bukan hanya menjadikan tenaga kerja yang semakin murah, melainkan bagaimana meningkatkan produktivitas dan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga ekonomi bisa bergerak," ujarnya. (Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Harus ada persetujuan bahwa jangan ada di antara kita (negara ASEAN) bersaing turun tarif, tetapi bersaing dengan produktivitas yang baik," kata Wapres Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan tidak adanya standar pengupahan buruh di negara-negara ASEAN menyebabkan ketimpangan kesejahteraan pekerja selain juga berpengaruh pada daya beli dan perekonomian di negara tersebut.
Wapres mencontohkan, ketika ada investasi asing masuk ke Indonesia dan meminta upah pekerja rendah, maka investor tersebut akan memilih ke negara lain seperti Vietnam dan Kamboja yang mau membayar murah upah buruh mereka.
"Mereka datang ke Indonesia minta upah maksimum buruh sekian, kalau kita tidak setuju maka Vietnam mau (dibayar dengan upah tersebut). Jadi Vietnam menahan (tawaran), dan kita (Indonesia) terpaksa menaikkan," jelasnya.
Akibat dari tidak adanya standar pengupahan tersebut adalah pendapatan masyarakat, khususnya buruh, menjadi sangat kecil karena adanya persaingan antarnegara ASEAN tersebut.
Dalam Forum Ekonomi Dunia atau World Economy Forum di Kuala Lumpur beberapa waktu lalu, Jusuf Kalla mengusulkan pemberlakuan upah minimum untuk para pekerja di negara-negara anggota ASEAN guna terciptanya kesetaraan di kawasan.
"Hal ini sangat penting agar jangan sampai terjadi persaingan yang tidak sehat di ASEAN," ujarnya di sela-sela pertemuan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum on ASEAN) 2016 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam forum tersebut, Kalla mengatakan bahwa Indonesia memiliki banyak tenaga kerja.
"Seperti produsen sepatu dan garmen kita bisa berkompetisi, tapi mereka pergi ke Kamboja dan Vietnam. Mereka buat di negara kita dengan harga 15 dolar dan jual di negara lain 100 dolar. Ini bukan kesetaraan," kata Wapres.
Menurut dia, negara-negara ASEAN tidak seharusnya memaksa tenaga kerja berkompetisi soal upah pekerja semakin murah, melainkan harus bisa bekerja sama membuat standar upah minimum untuk menciptakan persaingan yang sehat.
"Jadi bukan hanya menjadikan tenaga kerja yang semakin murah, melainkan bagaimana meningkatkan produktivitas dan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga ekonomi bisa bergerak," ujarnya. (Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016