Bogor (Antara Megapolitan) - Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa, Parni Hadi membuka secara resmi Konferensi ASEAN yang membahas upaya untuk lebih memberikan perhatian dan bantuan bagi para pengungsi Rohingya, di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Sekitar 70 anggota lembaga kemanusiaan dari negara-negara anggota ASEAN berkumpul di Kota Bogor, dalam konferensi yang berlangsung selama dua hari, 18-19 Mei 2016 tersebut.

Parni Hadi, yang juga mantan Pemimpin Umum LKBN Antara dan mantan Direktur Utama (Dirut) RRI itu mengharapkan adanya komitmen yang kuat dari pemerintah, termasuk pemerintah Indonesia untuk mengatur adanya bantuan pendanaan bagi para pengungsi, termasuk Rohingya.

"Para pengungsi ini kondisinya sangat memprihatinkan, membutuhkan perhatian dan bantuan, karena itu sangat diperlukan aturan yang jelas dan baku untuk membantu mangatasinya," katanya.

Dia juga memgemukakan bahwa dalam hal kasus pengungsi Rohingya itu, para perempuan dan anak-anaklah yang paling banyak mengalami penderitaan, dan karena itu mereka sangat membutuhkan perhatian dan bantuan dari semua pihak.

"Masalah pengungsi ini sangat membutuhkan perhatian dan bantuan, namun tidak cukup hanya dengan berkata-kata atau ngomong-ngomong doang tetapi harus dengan tindakan nyata dan dengan dana," kata Parni Hadi menegaskan.

Pihak Dompet Dhuafa sendiri, kata Parni lebih lanjut, telah dan akan terus berupaya membantu para pengungsi Rohingya itu, antara lain pendanaan untuk membantu mengatasi masalah pendidikan bagi anak-anak, makanan, kesehatan, penampungan sementara, pembinaan, dan lainnya.

Ia juga sangat mengharapkan, selain perlunya bantuan dari pemerintah, untuk mengatasi masalah pengungsi itu sangat membutuhkan bantuan dan dukungan dari semua pihak, termasuk dari kalangan media, baik itu media cetak, elektronik, online, dan media sosial.

Kerja sama lebih baik

Sementara itu, Presiden Southeast Asia Humanitarian (SEAHUM) Imam Rulyawan mengatakan konferensi tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati satu tahun pengungsi Rohingya.

"Memasuki satu tahun pengungsi Rohingya menjadi momentum apa yang bisa kita lakukan untuk pengungsi Rohingya," kata Imam.

Ia mengatakan pula bahwa konferensi tentang Rohingya digelar 18-19 Mei 2016 di IPB Convention Center Bogor, Provinsi Jawa Barat bertujuan untuk menjadi jembatan bagi para pemangku kepentingan yang telah berkontribusi dalam masalah Rohingya.

"Konferensi diharapkan dapat memperkuat kerja sama yang lebih baik antara berbagai lembaga kemanusiaan atas isu Rohingya," katanya.

Dalam konferensi tersebut, lanjutnya, dibahas beberapa masalah yang berkaitan dengan isu-isu Rohingya, seperti memahami peluang dan tantangan untuk Rohingya setelah pemilihan umum di Myanmar.

"Dibahas juga peran ASEAN untuk membantu pengungsi Rohingya dan cara membuat kerja sama yang baik dengan semua pemangku kepentingan di ASEAN untuk memecahkan masalah Rohingya," kata Imam yang juga Direktur Program Dompet Dhuafa.

Salah satu topik utama yang dibahas dalam konferensi tersebut adalah pembiayaan kemanusiaan Islam untuk membantu pengungsi Rohingya.

"Dalam krisis kemanusiaan, pendanaan merupakan salah satu hal penting dan selalu dibutuhkan,"  katanya.

Konferensi tersebut dihadiri para penggiat kemanusiaan Dompet Dhuafa dari berbagai negara di ASEAN dan akademisi, di antaranya Parni Hadi dan  Bambang Suherman dari Dompet Dhuafa, Hafidzi Mohd Noor dari MyCare Malaysia, Heru Susetyoaji dari PAHAM, Suryatno dari Langsa Task Force Aceh, dan Wai Wai Nu dari Women Peace Network, Arakan.

Para peserta konferensi datang dari beberapa negara di ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Kamboja. Hadir juga pembicara dari UNHCR.

Imam menambahkan, latar belakang pengungsi Rohingya terjadi saat peristiwa pembantaian tahun 2012. Kondisi ini mendorong etnis Ronghiya keluar dari Myanmar, negara yang sudah mereka tempati selama ratusan tahun.

Hingga 2014 tecatat jumlah pengungsi Rohingya sebanyak 500 ribu jiwa, yang tersebar di beberapa negara, termasuk ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Mereka keluar untuk mencari suaka, menyelamatkan diri dari pembantaian etnis di Myanmar.

"Atas nama kemanusiaan, Pemerintah dan berbagai lembaga kemanusiaan harus membantu pengungsi Rohingya. Kami mendorong negara anggota ASEAN membantu pengungsi Rohingya," kata Imam.

Imam juga menjelaskan bahwa SEAHUM adalah merupakan jejaring lembaga kemanusiaan yang ada di Asia Tenggara, telah melakukan berbagai program untuk membantu para pengungsi. Program bergulir pada aspek pendidikan, kesehatan, suplai makanan, sanitasi, penampungan sementara, dan advokasi.

"Upaya kami selanjutnya yang lebih penting adalah advokasi dan menyelesaikan akar masalah terkait Rohingya. Kerja kolektif berbagai lembaga kemanusiaan di SEAHUM sebagai bentuk diplomasi kemanusiaan," katanya.

Acara pembukaan konferensi ditandai dengan pemukulan gong oleh Parni Hadi sebanyak tiga kali, dilanjutkan foto bersama para peserta.

Sebelum acara dimulai juga diputarkan film dokumentasi yang menggambarkan situasi dan kondisi fakta keprihatinan seputar perjalanan para pengungsi Rohingya yang menumpang perahu-perahu sedang terombang-ambing di tengah laut saat mereka meninggalkan negaranya untuk mencapai tujuan. (Ant/MTh).

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016