Bogor (Antara Megapolitan) - Sekelompok anak muda membentuk Komunitas Pecandu Buku untuk menumbuhkan kegemaran membaca di kalangan generasi muda, karena semakin minimya minat baca genereasi penerus bangsa tersebut.

"Kebanyakan remaja sekarang beranggapan membaca itu tidak keren, kolot dan kuno," kata Anna Monalisa, pengurus Komunitas Pecandu Buku dalam acara Pecandu Buku Bersila (PBB) ke-IV di Museum Bank Mandiri, Jakarta, Sabtu.

Anna mengatakan, dari data internasional, Indonesia berada di posisi ke 60 dari 61 negara yang minat baca bukunya kurang.

Menurutnya, ada berbagai faktor menyebabkan minat baca masyarakat Indonesia khususnya generasi muda berkurang, selain karena akses terhadap buku yang terbatas, harga yang relatif mahal, juga jumlah karya tulis dari Indonesia yang rendah.

"Berawal dari keprihatinan ini, Komunitas Pecandu Buku terbentuk dengan harapan mendorong kecintaan dan minat baca generasi Indonesia," katanya.

Komunitas Pecandu Buku terbentuk Juli 2015 oleh sejumlah mahasiswa dan pecinta literasi di Bandung. Selama ini anggota berinteraksi melalui sosial media Instagram.

Dalam waktu kurang dari setengah tahun, anggota komunitas ini terus bertambah, hingga kini sudah mencapai 300 orang yang didominasi mahasiswa, palajar dan juga dewasa.

"Anggota kami sudah tersebar di seluruh Indonesia, paling banyak ada di Bandung, Makasar, dan Jabodetabek. Kami juga punya anggota di Taiwan dan Filiphina. Anggota termuda kami ada yang masih SMP, dia telah mengulas buku bacaan anak-anak yang dibacanya," katanya.

Sebagai bukti aksistensinya, komunitas ini memiliki agenda rutin bulanan yakni Pecandu Buku Bersila (PBB) merupakan ajang saling bersilaturahmi sesama anggota, sekali meningkatkan pemahaman, serta aksi sosial.

Pertemuan PBB pertama kami meluncurkan perpustakaan pecandu buku yang bermarkas di Buah Batu, Bandung.

"Perpustakaan ini memiliki koleksi 600 buku yang kita dapatkan dari sumbangan anggota," katanya.

Pada pertemuan PBB kedua yang juga dilaksanakan di Bandung, Komunitas Pecandu Buku meluncurkan "booklet" berjudul Surat Untuk Februari. Unitnya buku ini berisikan tulisan-tulisan surat anggota komunitas yang dikirim secara online menggunakan tanda pagar #suratuntukfebruari melalui sebuah sayembara.

"Ada 975 surat yang kami terima, lalu kita saring yang diseleksi oleh kurator Atria Sartika terpilih 50 surat yang langsung dibuat dalam buku dicetak sebanyak 100 exemplar," katanya.

Pertemuan bulanan PBB ketiga, anggota komunitas membuat aksi sosial di salah satu panti asuhan di wilayah Bandung. Acara digelar untuk mendorong anak-anak menyukai buku melalui melalui kegiatan menggambar, dan bermain bersama.

"Untuk pertama kalinya PBB keempat digelar di Jabodetabek. Agar anggota bisa memiliki kesempatan untuk memperluas jaringan," katanya.

Untuk menjadi anggota komunitas ini dapat mendaftarkan diri melalui dua jalur yakni menyumbang satu buku dan mengulas buku yang sudah dibaca.

"Kami juga punya program kontempelasi melalui LINE, yakni mengulas buku, masing-masing anggota dapat bertanya, belajar mendenngarkan dan menghargai karya orang," katanya.

Pada kegiatan PBB keempat diisi dengan pelatihan jurnalistik yang menghadirkan pembicara dari LPJA Antara serta seorang citizen journalism.

Teguh Priyanto dari LPJA Antara memaparkan tentang peran pemuda dalam konstruksi media massa.

Ia mendorong agar pemuda saat ini untuk memanfaatkan media untuk aksinya.

"Aksi kepemudaan harus punya efek wow, efek ini dia, efek geregetan deh, dan efek aku mau," kata Teguh.

Ia merincikan, efek wow itu adalah informasi harus unik, orisinal dan ekslusif. Efek ini dia itu berita harus baru, memberikan perspektif baru. Efek geregetan deh itu informasi yang menghibur, mengharukan atau nakal. Dan efek aku mau itu informasi merupakan hal yang diinginkan dan dibutuhkan pembaca.

"Kalian bisa memilih mau melakukan apa," kata Teguh.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016