Saksi yang dihadirkan Jaksa KPK Wiwin Yeti Heryati menyatakan tidak tahu soal informasi yang menyebutkan ada perintah terdakwa Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin untuk mengondisikan agar meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan.
"Saya tidak tahu. LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) tahun 2021 itu sudah enam kali WTP," katanya saat ditanya mengenai awal mula perkara dugaan suap auditor BPK RI Perwakilan Jawa Barat oleh Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih dalam sidang lanjutan di Bandung, Rabu.
Wiwin yang merupakan Kabid Akuntansi Dan Teknologi Informasi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor mengaku tidak tahu adanya instruksi khusus dari Ade Yasin dalam rapat entry meeting dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ia mengaku baru mengetahui mengenai perkara tersebut dari pemberitaan media massa, dan ketika dipanggil sebagai saksi oleh KPK untuk menerangkan alur pembuatan LKPD hingga menjadi opini dari BPK RI.
Wiwin sempat mengetahui adanya sejumlah uang yang diberikan terdakwa Ihsan Ayatullah sebagai Kasubid Kas Daerah BPKAD kepada BPK setelah selesai masa pemeriksaan LKPD 2020 di tahun 2021.
"Itu untuk pemeriksaan 2020 yang diperiksa tahun 2021. Itu hanya apresiasi, karena menurut Pak Ihsan itu uang terima kasih. Menurut Pak Ihsan itu BPK yang minta," kata Wiwin.
Dalam keterangannya Wiwin menyebutkan bahwa Ihsan berlaku sebagai Person In Charge (PIC) atas seluruh urusan dengan auditor BPK, karena diminta oleh pihak BPK dengan alasan sudah mengenal baik.
"Karena hubungan Pak Ihsan dengan BPK baik, maka Pak Ihsan yang menjadi PIC. Kedekatannya karena tim BPK laki-laki, jadi kalau dengan saya kagok, kalau Pak Ihsan cepat," tuturnya.
Di samping itu, Wiwin membantah tudingan Jaksa KPK mengenai adanya selisih Rp500 miliar yang sempat dipermasalahkan oleh auditor BPK atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor.
"Selisih Rp500 miliar itu sampai sekarang tidak dapat dibuktikan. Sampai terakhir (sekarang) tidak," kata Wiwin.
Sebelumnya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima PNS dari Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sebagai saksi untuk terdakwa Bupati nonaktif Ade Yasin pada perkara dugaan suap auditor BPK RI.
Lima orang PNS yang hadir di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Rabu, yaitu Sekretaris Daerah (Sekda) Burhanudin, Subkoordinator Pelaporan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Hany Lesmanawaty.
Kemudian, Kepala Bidang Akuntansi Dan Teknologi Informasi BPKAD Wiwin Yeti Heryati, Sekretaris BPKAD Andri Hadian, serta Kepala BPKAD Teuku Mulya.
Jaksa Penuntut Umum KPK akan menghadirkan sedikitnya 40 saksi pada agenda sidang pembuktian. Saksi-saksi tersebut terdiri dari pegawai lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor dan para pengusaha.
Ade Yasin didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.
"Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Budiman.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
"Saya tidak tahu. LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) tahun 2021 itu sudah enam kali WTP," katanya saat ditanya mengenai awal mula perkara dugaan suap auditor BPK RI Perwakilan Jawa Barat oleh Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih dalam sidang lanjutan di Bandung, Rabu.
Wiwin yang merupakan Kabid Akuntansi Dan Teknologi Informasi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor mengaku tidak tahu adanya instruksi khusus dari Ade Yasin dalam rapat entry meeting dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ia mengaku baru mengetahui mengenai perkara tersebut dari pemberitaan media massa, dan ketika dipanggil sebagai saksi oleh KPK untuk menerangkan alur pembuatan LKPD hingga menjadi opini dari BPK RI.
Wiwin sempat mengetahui adanya sejumlah uang yang diberikan terdakwa Ihsan Ayatullah sebagai Kasubid Kas Daerah BPKAD kepada BPK setelah selesai masa pemeriksaan LKPD 2020 di tahun 2021.
"Itu untuk pemeriksaan 2020 yang diperiksa tahun 2021. Itu hanya apresiasi, karena menurut Pak Ihsan itu uang terima kasih. Menurut Pak Ihsan itu BPK yang minta," kata Wiwin.
Dalam keterangannya Wiwin menyebutkan bahwa Ihsan berlaku sebagai Person In Charge (PIC) atas seluruh urusan dengan auditor BPK, karena diminta oleh pihak BPK dengan alasan sudah mengenal baik.
"Karena hubungan Pak Ihsan dengan BPK baik, maka Pak Ihsan yang menjadi PIC. Kedekatannya karena tim BPK laki-laki, jadi kalau dengan saya kagok, kalau Pak Ihsan cepat," tuturnya.
Di samping itu, Wiwin membantah tudingan Jaksa KPK mengenai adanya selisih Rp500 miliar yang sempat dipermasalahkan oleh auditor BPK atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor.
"Selisih Rp500 miliar itu sampai sekarang tidak dapat dibuktikan. Sampai terakhir (sekarang) tidak," kata Wiwin.
Sebelumnya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima PNS dari Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sebagai saksi untuk terdakwa Bupati nonaktif Ade Yasin pada perkara dugaan suap auditor BPK RI.
Lima orang PNS yang hadir di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Rabu, yaitu Sekretaris Daerah (Sekda) Burhanudin, Subkoordinator Pelaporan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Hany Lesmanawaty.
Kemudian, Kepala Bidang Akuntansi Dan Teknologi Informasi BPKAD Wiwin Yeti Heryati, Sekretaris BPKAD Andri Hadian, serta Kepala BPKAD Teuku Mulya.
Jaksa Penuntut Umum KPK akan menghadirkan sedikitnya 40 saksi pada agenda sidang pembuktian. Saksi-saksi tersebut terdiri dari pegawai lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor dan para pengusaha.
Ade Yasin didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.
"Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Budiman.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022