Kuasa Hukum Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Dinalara Butar-Butar menyebutkan bahwa dakwaan jaksa tak sesuai dengan alasan KPK saat penangkapan kliennya di perkara dugaan suap terhadap pejabat BPK RI Perwakilan Jawa Barat.
"Eksepsi (nota keberatan) kami otomatis masuk ke materi pokok, karena dakwaan KPK tidak cermat atau imajiner, bahkan tak sesuai dengan alasan menangkap AY," katanya usai sidang tanggapan atas eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Jawa Barat, Senin.
Dinalara menyebutkan, saat peristiwa penangkapan pada 27 April 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput Ade Yasin sebagai saksi untuk dimintai keterangan.
Ade Yasin dituduh telah memberikan arahan kepada anak buah untuk mengondisikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran (TA) 2021.
Hal itu juga diumumkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penetapan Ade Yasin sebagai tersangka pada 28 April 2022.
Namun, dalam dakwaannya, jaksa KPK menyebutkan bahwa Ade Yasin memberikan arahan kepada anak buahnya untuk mengondisikan LKPD Kabupaten Bogor TA 2020.
"KPK tak punya bukti AY kondisikan LKPD tahun 2021. Maka ditarik ke LKPD tahun 2020, itu pun tidak ada bukti kuat, hanya keterangan-keterangan saksi yang berdiri sendiri, sekarang pun berstatus terdakwa," kata Dinalara.
Ia menyebutkan, bawahan Ade Yasin, Ihsan Ayatullah yang merupakan Kepala Sub Bidang Kas Daerah pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor justru memanfaatkan momentum audit oleh BPK sebagai "ladang bisnis".
"Di BAP Ihsan ternyata dari tahun 2019 bersama dengan Ruli (Kasubag Keuangan Setda Kabupaten Bogor) sudah punya niat terencana mengumpulkan uang dari orang-orang atau SKPD," kata Dinalara mengungkapkan.
Dinalara menyebutkan, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ihsan, tertulis bahwa Ihsan dan Ruli mengumpulkan uang sisa uang dari hasil meminta ke SKPD dan pengusaha untuk "pengamanan" audit BPK.
"Uang tersebut mereka simpan di dalam satu rekening untuk bagi-bagi. Ini membuktikan bahwa mereka sudah mencari keuntungan dari tahun 2019," ujar Dinalara.
Sementara, jaksa KPK, Roni Yusuf menjawab nota keberatan atau eksepsi terdakwa Bupati nonaktif Bogor, Ade Yasin pada perkara dugaan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.
"Intinya tanggapan kita menolak eksepsi dari kuasa hukum terdakwa, Karena sudah masuk pokok perkara. Bahwa ada juga eksepsi yang masuk ke ranah pra-pradilan," kata Roni di tempat yang sama usai sidang di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Jawa Barat.
Menurut dia, tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa yang ia bacakan menjelaskan bahwa apa yang disampaikan terdakwa. Ia menganggap eksepsi yang dibacakan telah masuk ke pokok perkara dan masuk ke materi praperadilan.
"Bahwa kalau sudah ini, sudah masuk ke materi dakwaan. Karena eksepsi itu kan hanya mengenai pasal 156 KUHP, tidak masuk ke ranah persidangan," kata Roni.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
"Eksepsi (nota keberatan) kami otomatis masuk ke materi pokok, karena dakwaan KPK tidak cermat atau imajiner, bahkan tak sesuai dengan alasan menangkap AY," katanya usai sidang tanggapan atas eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Jawa Barat, Senin.
Dinalara menyebutkan, saat peristiwa penangkapan pada 27 April 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput Ade Yasin sebagai saksi untuk dimintai keterangan.
Ade Yasin dituduh telah memberikan arahan kepada anak buah untuk mengondisikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran (TA) 2021.
Hal itu juga diumumkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penetapan Ade Yasin sebagai tersangka pada 28 April 2022.
Namun, dalam dakwaannya, jaksa KPK menyebutkan bahwa Ade Yasin memberikan arahan kepada anak buahnya untuk mengondisikan LKPD Kabupaten Bogor TA 2020.
"KPK tak punya bukti AY kondisikan LKPD tahun 2021. Maka ditarik ke LKPD tahun 2020, itu pun tidak ada bukti kuat, hanya keterangan-keterangan saksi yang berdiri sendiri, sekarang pun berstatus terdakwa," kata Dinalara.
Ia menyebutkan, bawahan Ade Yasin, Ihsan Ayatullah yang merupakan Kepala Sub Bidang Kas Daerah pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor justru memanfaatkan momentum audit oleh BPK sebagai "ladang bisnis".
"Di BAP Ihsan ternyata dari tahun 2019 bersama dengan Ruli (Kasubag Keuangan Setda Kabupaten Bogor) sudah punya niat terencana mengumpulkan uang dari orang-orang atau SKPD," kata Dinalara mengungkapkan.
Dinalara menyebutkan, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ihsan, tertulis bahwa Ihsan dan Ruli mengumpulkan uang sisa uang dari hasil meminta ke SKPD dan pengusaha untuk "pengamanan" audit BPK.
"Uang tersebut mereka simpan di dalam satu rekening untuk bagi-bagi. Ini membuktikan bahwa mereka sudah mencari keuntungan dari tahun 2019," ujar Dinalara.
Sementara, jaksa KPK, Roni Yusuf menjawab nota keberatan atau eksepsi terdakwa Bupati nonaktif Bogor, Ade Yasin pada perkara dugaan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.
"Intinya tanggapan kita menolak eksepsi dari kuasa hukum terdakwa, Karena sudah masuk pokok perkara. Bahwa ada juga eksepsi yang masuk ke ranah pra-pradilan," kata Roni di tempat yang sama usai sidang di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Jawa Barat.
Menurut dia, tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa yang ia bacakan menjelaskan bahwa apa yang disampaikan terdakwa. Ia menganggap eksepsi yang dibacakan telah masuk ke pokok perkara dan masuk ke materi praperadilan.
"Bahwa kalau sudah ini, sudah masuk ke materi dakwaan. Karena eksepsi itu kan hanya mengenai pasal 156 KUHP, tidak masuk ke ranah persidangan," kata Roni.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022