Bogor (Antara Megapolitan) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Jawa Barat segera meningkatkan status perkara tindak pidana dugaan korupsi pembebasan lahan Pasar Jambu Dua ke tahap penuntutan.
"Saat ini kita berupaya segera meningkatkan perkara ke tahap penuntutan. Upaya ini melihat mekanisme sesuai kitab undang-undang," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto, di Bogor, Kamis.
Ia mengatakan, untuk meningkatkan status perkara tersebut ke tahap penuntutan perlu proses dan mekanisme yang harus dilalui. Yakni, telah terkumpulnya data-data, pemberkasan, keterangan saksi, barang bukti, dan tersangka.
"Perpindahan status dari penyelidikan ke penuntutan berkas harus lengkap, adanya barang bukti, dan tersangka. Setelah lengkap dilakukan penyerahan barang bukti ke jaksa penuntut umum, oleh penuntut baru dilimpahkan ke pengadilan," katanya.
Menurutnya, upaya untuk melengkapi berkas perkara terus dilakukan, selain telah menetapkan tersangka, serta melengkapi data-data. Kejaksaan juga telah menyita uang senilai Rp26,9 miliar (Rp26.902.438.834) dari kasus tersebut.
"Uang Rp26,9 miliar yang disita dari penyelidikan ada kaitannya dengan tindak pidana dugaan korupsi tersebut," katanya.
Andhie menambahkan, uang yang disita tersebut merupakan barang bukti, yang nantinya hasil dari persidangan akan diputuskan apakah akan disita oleh negara atau dibalikkan kepada yang berhak.
Kasus dugaan korupsi ini muncul setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan Pasar Warung Jambu seluas 7.302 meter persegi milik pihak ketiga pengusaha Kawidjaja Henricus Ang (Angkahong-red) oleh Pemerintah Kota Bogor pada kahir 2014 lalu.
Dari luasan lahan tersebut, sebanyak 26 dokumen kepemilikan mulai dari SHM, AJB dan eks garapan telah terjadi transaksi jual beli tanah eks (bekas-red) garapan seluas 1.450 meter persegi. Dengan harga yang disepakati untuk total luas lahan pembebasan senilai Rp43,1 miliar.
Sebelumnya Pemerintah Kota Bogor melalui Humas pernah memberikan penjelasan terkait kasus Pasar Jambu Dua yang tengah ditangani oleh Kejari Bogor.
Pada bulan September lalu, Wali Kota Bima Arya Sugiarto memenuhi panggilan Korps Adhiyaksa tersebut untuk memberikan keterangan sebagai saksi.
Selain wali kota, Wakil Wali Kota Usmar Hariman, Sekretaris Daerah, Ade Sarip Hidayat serta Ketua DPRD Untung B Maryono juga ikut dimintai keterangannya.
Berdasarkan penjelasan Humas Pemkot Bogor, terdapat 51 titik lokasi pedagang kaki lima (PKL) di Kota Bogor, diantaranya terdapat di kawasan utama yakni Jalan MA Salmun, Nyi Raja Permas, dan Jalan Dewi Sartika.
Tiga lokasi tersebut menjadi prioritas penataan yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor melalui Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PDPPJ) maupun Dinas Koperasi dan UMKM.
Penataan dimulai pada pertengah 2014 lalu, dilakukan pembersihan PKL di MA Salmum, dan memindahkan atau merelokasi PKL agar tidak berdagang kembali ke tempat tersebut. Ada tiga lokasi yang diproyeksikan sebagai tempat relokasi yakni gedung eks Plaza Muria, gedung eks Presiden Theater, dan Pasar Jambu Dua.
Dari ketiga lokasi tersebut, yang paling memungkinkan adalah Pasar Jambu Dua, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut sesuai untuk relokasi PKL MA Salmun seperti yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor, lokasi tersebut memang diperuntukkan bagi pasar.
Proses penganggaran pembebasan tanah Jambu Dua untuk relokasi PKL dibahas Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), kemudian diusulkan di angaraan APDB-Perubahan 2014.
Sebagian dari lahan Pasar Jambu Dua merupakan aset Pemkot Bogor yakni seluas 6.124 meter persegi, dan sebagian lagi dimiliki oleh pengusaha Angka Hong seluas 3.000 meter.
Lahan 3.000 meter tersebutlah yang direncanakan untuk dibebaskan oleh Pemerintah kota Bogor untuk ditempati oleh para para PKL yang berjulan sekitar 500 PKL.
Pada APBD Perubahan 2014 dicantumkan anggaran sebesar Rp49,5 miliar untuk dialokasikan membebaskan lahan Pasar Jambu Dua. Sebelumnya, angka yang disepakati oleh DPRD Kota Bogor hanya Rp17,5 miliar.
Namun, setelah dievaluasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan dana tambahan dari bagi hasil pajak kendaraan senilai Rp35 miliar.
Dalam kasus ini, Kejari Bogor telah menetapkan tiga orang tersangka akhir 2015 lalu yakni Hidayat Yudha Priatna (Kedis Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat) dan Adnan (dari tim appraisal).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Saat ini kita berupaya segera meningkatkan perkara ke tahap penuntutan. Upaya ini melihat mekanisme sesuai kitab undang-undang," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto, di Bogor, Kamis.
Ia mengatakan, untuk meningkatkan status perkara tersebut ke tahap penuntutan perlu proses dan mekanisme yang harus dilalui. Yakni, telah terkumpulnya data-data, pemberkasan, keterangan saksi, barang bukti, dan tersangka.
"Perpindahan status dari penyelidikan ke penuntutan berkas harus lengkap, adanya barang bukti, dan tersangka. Setelah lengkap dilakukan penyerahan barang bukti ke jaksa penuntut umum, oleh penuntut baru dilimpahkan ke pengadilan," katanya.
Menurutnya, upaya untuk melengkapi berkas perkara terus dilakukan, selain telah menetapkan tersangka, serta melengkapi data-data. Kejaksaan juga telah menyita uang senilai Rp26,9 miliar (Rp26.902.438.834) dari kasus tersebut.
"Uang Rp26,9 miliar yang disita dari penyelidikan ada kaitannya dengan tindak pidana dugaan korupsi tersebut," katanya.
Andhie menambahkan, uang yang disita tersebut merupakan barang bukti, yang nantinya hasil dari persidangan akan diputuskan apakah akan disita oleh negara atau dibalikkan kepada yang berhak.
Kasus dugaan korupsi ini muncul setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan Pasar Warung Jambu seluas 7.302 meter persegi milik pihak ketiga pengusaha Kawidjaja Henricus Ang (Angkahong-red) oleh Pemerintah Kota Bogor pada kahir 2014 lalu.
Dari luasan lahan tersebut, sebanyak 26 dokumen kepemilikan mulai dari SHM, AJB dan eks garapan telah terjadi transaksi jual beli tanah eks (bekas-red) garapan seluas 1.450 meter persegi. Dengan harga yang disepakati untuk total luas lahan pembebasan senilai Rp43,1 miliar.
Sebelumnya Pemerintah Kota Bogor melalui Humas pernah memberikan penjelasan terkait kasus Pasar Jambu Dua yang tengah ditangani oleh Kejari Bogor.
Pada bulan September lalu, Wali Kota Bima Arya Sugiarto memenuhi panggilan Korps Adhiyaksa tersebut untuk memberikan keterangan sebagai saksi.
Selain wali kota, Wakil Wali Kota Usmar Hariman, Sekretaris Daerah, Ade Sarip Hidayat serta Ketua DPRD Untung B Maryono juga ikut dimintai keterangannya.
Berdasarkan penjelasan Humas Pemkot Bogor, terdapat 51 titik lokasi pedagang kaki lima (PKL) di Kota Bogor, diantaranya terdapat di kawasan utama yakni Jalan MA Salmun, Nyi Raja Permas, dan Jalan Dewi Sartika.
Tiga lokasi tersebut menjadi prioritas penataan yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor melalui Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PDPPJ) maupun Dinas Koperasi dan UMKM.
Penataan dimulai pada pertengah 2014 lalu, dilakukan pembersihan PKL di MA Salmum, dan memindahkan atau merelokasi PKL agar tidak berdagang kembali ke tempat tersebut. Ada tiga lokasi yang diproyeksikan sebagai tempat relokasi yakni gedung eks Plaza Muria, gedung eks Presiden Theater, dan Pasar Jambu Dua.
Dari ketiga lokasi tersebut, yang paling memungkinkan adalah Pasar Jambu Dua, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut sesuai untuk relokasi PKL MA Salmun seperti yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor, lokasi tersebut memang diperuntukkan bagi pasar.
Proses penganggaran pembebasan tanah Jambu Dua untuk relokasi PKL dibahas Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), kemudian diusulkan di angaraan APDB-Perubahan 2014.
Sebagian dari lahan Pasar Jambu Dua merupakan aset Pemkot Bogor yakni seluas 6.124 meter persegi, dan sebagian lagi dimiliki oleh pengusaha Angka Hong seluas 3.000 meter.
Lahan 3.000 meter tersebutlah yang direncanakan untuk dibebaskan oleh Pemerintah kota Bogor untuk ditempati oleh para para PKL yang berjulan sekitar 500 PKL.
Pada APBD Perubahan 2014 dicantumkan anggaran sebesar Rp49,5 miliar untuk dialokasikan membebaskan lahan Pasar Jambu Dua. Sebelumnya, angka yang disepakati oleh DPRD Kota Bogor hanya Rp17,5 miliar.
Namun, setelah dievaluasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan dana tambahan dari bagi hasil pajak kendaraan senilai Rp35 miliar.
Dalam kasus ini, Kejari Bogor telah menetapkan tiga orang tersangka akhir 2015 lalu yakni Hidayat Yudha Priatna (Kedis Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat) dan Adnan (dari tim appraisal).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016