Bogor (Antara Megapolitan) - Guru Besar Bioteknologi Tanaman IPB Bogor Prof Sudarsono mengatakan kelapa kopyor asal Indonesia mampu menyaingi kelapa makapuno dari Filipina dalam persaingan pasar dan menyejahterakan petani.

"Indonesia juga memiliki kelapa yang kualitasnya tidak kalah dari kelapa makapuno dari Filipina, hanya saja populasinya masih terbatas, sehingga sulit didapatkan," kata Sudarsono, dalam perbincangan sebelum orasi ilmiah tiga guru besar IPB, di Kampus Baranangsiang Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Ia menjelaskan, Filipina berhasil mengkapitalisasi produk kelapa melalui kelapa makapuno yang memiliki nilai ekonomis jauh lebih tinggi dibandingkan kelapa sayur.

Tahun 2010, Filipina mampu mengekspor produk kelapa makapuno ke Amerika Serikat, Kanada, dan Australia dengan nilai 68 juta peso. Tahun 2013, kebutuhan ekspor ke Amerika Serikat mencapai 1,67 juta butir, sehingga mampu menyejahterakan petani di negara tersebut.

"Kelapa makapuno ada di Banten, dibudidayakan secara turun temurun, disebut kelapa lilin karena daging buahnya mirip lilin yang meleleh akibat kepanasan," katanya lagi.

Menurutnya, walaupun Indonesia mempunyai jenis kelapa yang sama, tetapi belum tentu bisa mengkapitalisasi dan mengembangkannya menjadi produk unggulan, untuk meningkatkan pendapatan petani dan devisa negara melalui ekspor produk unggul.

"Kelapa lilin yang ada di Banten, dari dulu hingga sekarang tidak pernah digarap," katanya.

Konsumen, lanjut dia, sulit menemukan kelapa tersebut karena jumlahnya yang terbatas. Sebaliknya, Filipina mampu secara berkelanjutan mengembangkan ekspor berbasis kelapa makapuno, sehingga mendatangkan devisa.

Selain kelapa lilin, lanjut Sudarsono, kelapa kopyor harga jual buahnya sepuluh kali lebih mahal dibandingkan kelapa sayur. Kelapa kopyor memiliki daging buah yang terlepas dapat memenuhi rongga batoknya dan air kelapanya dikonversi menjadi daging buah.

"Rasanya tidak rela kalau kelapa kopyor akan mengalami hal yang sama dengan kelapa lilin dari Banten," ujarnya lagi.

Ia mengatakan, keberadaan kelapa kopyor saat ini tersebar di sejumlah daerah, namun masih ditanam secara mandiri oleh masyarakat, belum dalam hamparan perkebunan yang terintegrasi.

Sebaran kelapa kopyor itu berada di Lampung Selatan, Banyumas, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Pati, Sumenep, Madura, Malang Selatan, dan Jember.

"Populasi kelapa kopyor di Pati 18 ribu pohon, Lampung Selatan kurang dari 5.000 pohon, Jember kurang dari 1.000 pohon, dan Sumenep hampir sama dengan populasi di Pati, hanya jenisnya berbeda," katanya pula.

Ia menuturkan, perlu dipacu lagi peningkatan populasi pohon kelapa kopyor, mengingat tidak perlu lahan luas, cukup ditanam di halaman juga masih bisa tumbuh.

Satu kelapa kopyor dihargai Rp45 ribu, dari sebutir kelapa kopyor dapat delapan gelas minuman, per gelasnya dijual seharga Rp25 ribu.

"Karena populasi pohonnya kurang, masyarakat juga kesulitan mendapatkan bibitnya, sehingga harga satu bibit berkisar Rp120 ribu. Jika populasi meningkat, akan memberikan nilai tambah bagi petani," kata dia.

Sudarsono menambahkan, melalui orasi ilmiah yang akan disampaikannya Sabtu (27/2) nanti, dengan judul "From (Land-to) Lab-to Land: Menjawab Permasalahan dan Mengembangkan Potensi Kelapa Kopyor Indonesia", diharapkan kelapa kopyor mampu mencapai posisi yang sama dengan kelapa makapuno Filipina.

"Keberadaan kelapa kopyor agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani, perlu kerja sama antar-institusi yang ada terus dikembangkan," katanya pula.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016