Akademisi dan pengamat ekonomi Andi Desfiandi menilai isu bernuansa politis terkait investasi Telkom pada PT GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) Tbk, yang menyebut soal "impairment loss" pada laporan keuangan Telkom dinilai berlebihan dan tidak cerdas.
Andi Desfiandi melalui keterangannya yang dikutip, Sabtu, menyebutkan, isu tersebut dilontarkan oleh pihak-pihak yang tidak memahami portfolio saham, serta kinerja investasi, dan hanya sekadar membuat riuh jagat maya.
"Perlu menjadi perhatian dan pemahaman bersama bahwa nilai saham yang diinvestasikan akan fluktuatif sesuai harga pasar saham tersebut dan dicatat di neraca pada periode tutup buku. Sifatnya hanya berpotensi untung atau rugi," katanya.
Baca juga: Telkom kembangkan bisnis data center Telkom dorong kemajuan ekonomi digital
Dosen pada Institut Informatika dan bisnis Darmajaya ini menyatakan, artinya baru sebatas potensi untung/rugi karena nilai saham saat pencatatan neraca harga sahamnya lebih rendah atau lebih tinggi dari harga akuisisi awal.
"Baru dianggap untung/rugi apabila portfolio saham tersebut benar-benar dijual, sehingga akan muncul kerugian atau keuntungan dari hasil penjualan saham tersebut," jelas Andi.
Dia menjelaskan, dalam akuntansi, "unrealized loss/unrealized gain" biasanya tidak dicatatkan dalam laporan laba rugi, tapi masuk ke pendapatan menyeluruh ("comprehensive income"). "Sebab, aset saham biasanya masuk ke akun tersedia untuk dijual atau 'available for sell' saat dibeli," katanya.
Sebagai catatan, Telkom tahun lalu juga mencatatkan "unrealized gain" sebesar Rp2,5 Triliun atas inveatasi saham GOTO dan itu juga hanya bersifat 'potensi'.
Baca juga: Hipmi dorong kolaborasi positif BUMN dan swasta kembangkan ekonomi digital
Penurunan nilai saham tersebut akan benar-benar menjadi kerugian atau tidak, bergantung pada saat penjualan aset tersebut dilakukan.
Jika saham yang nilainya turun kemudian dijual pada posisi rugi, tentu kerugian akan menjadi terealisasi begitu juga sebaliknya apabila dijual dalam posisi untung.
Sebaliknya, selama saham tersebut tidak dijual, maka tidak akan terjadi kerugian ataupun keuntungan alias hanya "unrealized loss/unrealized gain".
Begitu halnya dalam kasus investasi saham Telkom pada GOTO yang sempat menurun tajam dalam satu bulan lalu, dan sejak dua pekan terakhir ini sudah rebound. Bahkan sudah bisa mencatatkan "unrealized gain".
Baca juga: Telkom BUMN pertama yang peroleh sertifikasi "Great Place to Work"
Perlu dipahami bersama juga bahwa Telkom/Telkomsel adalah investor jangka panjang dan memiliki banyak irisan bisnis dengan GOTO. "Jadi bukan hanya sekedar portfolio apalagi trading saham jangka pendek." ujarnya.
Sehingga keputusan investasi saham Telkom/Telkomsel pada GOTO adalah langkah strategis korporasi dalam menunjang visi dan misi Telkom/Telkomsel.
Hal itu untuk jangka panjang dan bagi kepentingan kemajuan sektor digital nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
Andi Desfiandi melalui keterangannya yang dikutip, Sabtu, menyebutkan, isu tersebut dilontarkan oleh pihak-pihak yang tidak memahami portfolio saham, serta kinerja investasi, dan hanya sekadar membuat riuh jagat maya.
"Perlu menjadi perhatian dan pemahaman bersama bahwa nilai saham yang diinvestasikan akan fluktuatif sesuai harga pasar saham tersebut dan dicatat di neraca pada periode tutup buku. Sifatnya hanya berpotensi untung atau rugi," katanya.
Baca juga: Telkom kembangkan bisnis data center Telkom dorong kemajuan ekonomi digital
Dosen pada Institut Informatika dan bisnis Darmajaya ini menyatakan, artinya baru sebatas potensi untung/rugi karena nilai saham saat pencatatan neraca harga sahamnya lebih rendah atau lebih tinggi dari harga akuisisi awal.
"Baru dianggap untung/rugi apabila portfolio saham tersebut benar-benar dijual, sehingga akan muncul kerugian atau keuntungan dari hasil penjualan saham tersebut," jelas Andi.
Dia menjelaskan, dalam akuntansi, "unrealized loss/unrealized gain" biasanya tidak dicatatkan dalam laporan laba rugi, tapi masuk ke pendapatan menyeluruh ("comprehensive income"). "Sebab, aset saham biasanya masuk ke akun tersedia untuk dijual atau 'available for sell' saat dibeli," katanya.
Sebagai catatan, Telkom tahun lalu juga mencatatkan "unrealized gain" sebesar Rp2,5 Triliun atas inveatasi saham GOTO dan itu juga hanya bersifat 'potensi'.
Baca juga: Hipmi dorong kolaborasi positif BUMN dan swasta kembangkan ekonomi digital
Penurunan nilai saham tersebut akan benar-benar menjadi kerugian atau tidak, bergantung pada saat penjualan aset tersebut dilakukan.
Jika saham yang nilainya turun kemudian dijual pada posisi rugi, tentu kerugian akan menjadi terealisasi begitu juga sebaliknya apabila dijual dalam posisi untung.
Sebaliknya, selama saham tersebut tidak dijual, maka tidak akan terjadi kerugian ataupun keuntungan alias hanya "unrealized loss/unrealized gain".
Begitu halnya dalam kasus investasi saham Telkom pada GOTO yang sempat menurun tajam dalam satu bulan lalu, dan sejak dua pekan terakhir ini sudah rebound. Bahkan sudah bisa mencatatkan "unrealized gain".
Baca juga: Telkom BUMN pertama yang peroleh sertifikasi "Great Place to Work"
Perlu dipahami bersama juga bahwa Telkom/Telkomsel adalah investor jangka panjang dan memiliki banyak irisan bisnis dengan GOTO. "Jadi bukan hanya sekedar portfolio apalagi trading saham jangka pendek." ujarnya.
Sehingga keputusan investasi saham Telkom/Telkomsel pada GOTO adalah langkah strategis korporasi dalam menunjang visi dan misi Telkom/Telkomsel.
Hal itu untuk jangka panjang dan bagi kepentingan kemajuan sektor digital nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022