Jakarta (Antara Megapolitan) - Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dinilai bisa dipangkas sebesar 75 basis poin menjadi 6,75 persen hingga akhir 2016 karena terkendalinya inflasi dan tekanan eksternal yang mereda, kata seorang ekonom.
Ekonom Senior Bank Standard Chartered Indonesia Aldian Taloputra, dalam paparan ekonomi di Jakarta, Senin, menilai BI tidak akan membutuhkan waktu lama untuk kembali menurunkan suku bunga acuan.
BI, dia perkirakan akan kembali memangkas bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 7,0 persen pada Februari 2016, dan 25 bps pada kuartal II 2016. Pada pertengahan Januari ini, otoritas moneter sudah memangkas bunga acuannya menjadi 7,25, setelah 11 bulan bertahan di 7,5 persen.
"Setelah itu BI akan berhenti dan lihat dulu seperti apa kondisinya. Setelah lihat kenaikan The Fed sudah selesai," ujar dia.
Selain inflasi, perbaikan indikator ekonomi domestik juga akan semakin membuat BI leluasa untuk memotong kembali suku bunganya. Untuk laju inflasi, setelah hanya berada di level 3,35 persen pada 2015, Aldian memprediksi laju inflasi akan berada di 4,6 persen pada 2016.
Komponen yang berandil besar mempengaruhi inflasi, kata Aldian, adalah harga barang yang diatur pemerintah (administered prices), terutama didorong penurunan harga minyak dunia. Dia melihat harga minyak dunia akan berada di level 40 dolar AS per barel. Sehingga harga BBM ritel jenis Premium diperkirakan turun menjadi Rp 6.300 per liter.
"Ini bisa menjaga daya beli masyarakat," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, harga barang bergejolak (volatile food), seperti komoditas hortikultura juga akan terkendali, karena cuaca tidak seburuk pada 2015 yang bisa menganggu distribusi pasokan bahan makanan.
Dari sisi eksternal, Aldian meyakini, Bank Sentral AS, The Federal Reserve, hanya akan menaikkan suku bunganya sekali waktu di 2016, karena pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang tidak sesuai harapan. Dengan begitu tekanan eksternal dapat diantisipasi.
Namun, masih terdapat tekanan dari perlambatan ekonomi dan kebijakan moneter Tiongkok. Aldian melihat tekanan eksternal sepanjang 2016 akan membawa kurs rupiah berada di rentang Rp14.300 hingga Rp14.600 per dolar AS.
"Dari sisi neraca transaksi berjalan, kita perkirakan defisitnya masih melebar. Trennya rupiah masih rupiah, tapi melemahnya tidak seperti tahun sebelumnya," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016