Bogor (Antara Megapolitan) - Kampanye hemat energi dan penyelamatan lingkungan "Earth Hours" yang digagas organisasi lingkungan "World Wild for Nature (WWF)" sudah semakin intensif dilakukan sejumlah komunitas di Kota Bogor, Jawa Barat.

"Ini merupakan tahun keenam `Eart Hours` ada di Kota Bogor, tahun ini kita ingin kampanye lebih masif menyasar pemerintah dan juga masyarakat," kata Koordinator Aksi Earth Hours Renny Widyatnti di sela-sela kampanye Earth Hours di Taman Ekspresi, Kota Bogor, Minggu.

Ia mengatakan, "Earth Hours" merupakan gerakan hemat energi dan penyelamatan lingkungan yang ditandai dengan mematikan lampu selama satu jam mulai dari pukul 21.30 sampai 22.30 WIB.

"Earth Hours diperingati setiap tanggal 19 Maret setiap tahunnya," katanya.

Dikatakannya, selama enam tahun ini, komunitas "Earth Hours" Bogor secara intens mengkampanyekan gerakan hemat energi dan penyelamatan lingkungan di Kota dan Kabupaten Bogor.

"Setiap peringatan Hearth Hours kita melaksanakan kegiatan di Balai Kota. Ditandai dengan pemadaman lampu di pusat pemerintah Kota Bogor selama satu jam," katanya.

Menurutnya, gerakan tersebut belum menyeluruh dilaksanakan di semua lapisan masyarakat maupun Pemerintahan Kota Bogor. Oleh karena itu pihaknya memasifkan kampanye dan sosialisasi kepada masyarakat.

"Tahun ini kampanye kita lakukan lebih awal, agar gerakan mematikan lampu selama satu jam dapat pula dilaksanakan di tingkat masyarakat," katanya.

Tidak hanya itu, lanjut, gerakan tersebut tidak hanya menyasar masyarakat tetapi juga perhotelan yang jumlahnya cukup banyak di Kota Bogor.

"Tahun lalu ada dua hotel yang ikut mengkampanyekan gerakan Earth Hours ini, kedepan kita harapkan semua hotel ikut, minimal memadamkan lampu di bagian depan hotel saja," katanya.

Renny mengatakan, tahun 2015 kondisi bumi mengalami panas tertinggi yakni 35 derjat celcius. Itu merupakan panas tertinggi yang pernah dicatat oleh ahli.

"Dampaknya adalah udara menjadi gersang, angin yang berhembus berbeda dinginnya, dan pertumbuhan pohon tidak stabil, warna daun tidak jelas, yang harusnya tumbuhnya per bulan per senti, tanah semakin susah ditanami," katanya.

Panasnya suhu permukaan bumi ini, lanjut dia, karena penggunaan bahan bakar fosil yang tinggi, listrik, dan juga membuang sampah plastik yang sulit diurai.

"Gerakan kedepan tidak hanya mematikan lampu selama satu jam, tetapi meminimalisir penggunaan plastik. Menuju Indonesia bebas sampah plastik 2020," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016